Mungkin donor berpikir, “Ini
adalah perbuatan berjasa,” padahal hal itu adalah perbuatan tidak
berjasa (merugikan).
Mungkin donor berpikir, “Ini
adalah perbuatan baik,” padahal hal itu adalah perbuatan buruk.
Mungkin donor berpikir, “Ini
adalah jalan ke alam bahagia,” padahal hal itu adalah jalan ke alam
menderita, ke neraka.
Kalimat diatas adalah penggalan
dari Dutiya Aggi Sutta.
Sutta ini memperlihatkan bahwa
mempunyai “Niat/tujuan baik saja tidaklah cukup.” Di dalam sutta ini dikisahkan seorang brahmana bernama
Uggatasarīra yang ingin melakukan persembahan
kurban guna mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan untuk waktu yang lama.
Namun karena ketidaktahuannya, dia hampir saja membuat banyak sekali karma
buruk.
Begitu juga fenomena berdana
yang terjadi pada saat ini, banyak umat yang dikarenakan ketidaktahuaannya,
berdana hal yang salah atau dengan cara yang salah; contohnya adalah berdana
uang kepada seorang bhikkhu, sekelompok bhikkhu, ataupun Sangha.
Pada umumnya mereka berdana
karena ingin menjadi orang kaya atau dewa di kehidupan mendatangnya, ini
merupakan hal yang salah karena dilandasi oleh keserakahan (lobha). Selain itu ada juga umat yang berdana hanya
karena ikut-ikutan, misalnya takut dikatakan kikir bila tidak ikut berdana.
Maka, dalam kasus tersebut, dia berdana karena dilandasi ketakutan (dosa). Walaupun seandainya dia terbebas
dari dua hal tersebut, dia masih melakukan kesalahan karena dengan berdana uang
dia menyebabkan seorang bhikkhu, sekelompok bhikkhu, ataupun Sangha melanggar
silanya. Kesalahan dalam kasus ketiga ini, juga dua kasus sebelumnya, adalah bersumber
dari kebodohan (moha).
Berdanalah hal yang
diperbolehkan dan dengan cara yang benar.
Tujukanlah jasa kebajikan yang
anda kumpulkan hanya untuk menjadi landasan yang kuat bagi tercapainya Nibbana,
jangan yang lainnya.
BERHATI-HATILAH!
Untuk mengetahui lebih detail
apa yang dikatakan Sang Buddha, silakan baca suttanya.
Salam dalam metta,
U Sikkhananda
Cetiya Dhamma Sikkha
Tangerang, 16 Maret, 2013
Cetiya Dhamma Sikkha
Tangerang, 16 Maret, 2013
====================================
Dutiya Aggi
Sutta - AN 7.47
(Tentang Api - II)
(Tentang Api - II)
"Saat itu
brahmana Uggatasarīra[1]
telah menyiapkan upacara kurban yang megah/besar. Lima ratus lembu jantan
(banteng) telah dibawa ke tempat upacara (pos) kurban untuk dikurbankan. Lima
ratus ekor lembu jantan muda … Lima ratus lembu betina muda … Lima ratus
kambing … Lima ratus domba telah dibawa ke tempat upacara (pos) kurban untuk
dikurbankan.
Kemudian brahmana Uggatasarīra pergi mengunjungi
Sang Bhagavā, setelah bertegur sapa dengan ramah dan duduk di satu sisi, dia
berkata kepada Sang Bhagavā, “Tuan Gotama, saya mendengar bahwa menyalakan api
kurban dan mendirikan tempat upacara kurban adalah hal yang mendatangkan banyak
manfaat dan jasa yang berlimpah.”
“Saya juga, brahmana, telah mendengar
hal itu, bahwa menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban
adalah hal yang mendatangkan banyak manfaat dan jasa yang berlimpah.”
Untuk kedua kalinya … Untuk ketiga kalinya berkata
kepada Sang Bhagavā, “Tuan Gotama, saya mendengar bahwa menyalakan api kurban
dan mendirikan tempat upacara kurban adalah hal yang mendatangkan banyak
manfaat dan jasa yang berlimpah.”
“Saya juga, brahmana, telah mendengar
hal itu, bahwa menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban
adalah hal yang mendatangkan banyak manfaat dan jasa yang berlimpah.”
“Bila demikian, Tuan Gotama dan saya mempunyai pendapat yang sama.”
“Bila demikian, Tuan Gotama dan saya mempunyai pendapat yang sama.”
Ketika hal ini
dikatakan, bhante Ānanda berkata kepada brahmana Uggatasarīra, “Brahmana, para
Tathāgata jangan ditanya dengan cara seperti ini, “Saya telah mendengar, Tuan
Gotama, bahwa menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban adalah
hal yang mendatangkan banyak manfaat dan jasa yang berlimpah.” Para Tathāgata
seharusnya ditanya dengan cara seperti ini, “Bhante, saya ingin menyalakan api
kurban dan mendirikan tempat upacara kurban. Tolong Sang Bhagavā nasihati saya
sehingga hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi saya untuk
jangka waktu yang lama.”
“Kemudian
brahmana Uggatasarīra berkata kepada Sang Bhagavā, “Tuan Gotama, saya ingin
menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban. Tolong Sang Bhagavā
nasihati saya sehingga hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi
saya untuk jangka waktu yang lama.”
“Brahmana,
seseorang yang menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban,
bahkan sebelum dia melakukan upacara kurban, dia memunculkan tiga pisau yang merupakan hal buruk dan menyebabkan
penderitaan sebagai akibatnya. Apa tiga pisau tersebut? Pisau jasmani, pisau ucapan, dan pisau
pikiran.”
“Brahmana,
seseorang yang menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban,
bahkan sebelum dia melakukan upacara kurban, dia memunculkan pikiran seperti
ini, ‘Bunuh sejumlah lembu jantan (banteng) untuk kurban! Bunuh sejumlah lembu
jantan muda untuk kurban! Bunuh sejumlah lembu betina muda untuk kurban! Bunuh
sejumlah kambing untuk kurban! Bunuh sejumlah domba untuk kurban!’ Dia berpikir, ‘Saya melakukan perbuatan
berjasa (puñña),’ padahal dia melakukan perbuatan tidak
berjasa. Dia berpikir, ‘Saya
melakukan perbuatan baik (kusala),’ padahal dia melakukan perbuatan buruk. Dia berpikir, ‘Saya berusaha untuk
menempuh jalan ke alam bahagia,’ padahal
dia berusaha menempuh jalan ke alam menderita. Seseorang yang menyalakan api
kurban dan mendirikan tempat upacara kurban, bahkan sebelum dia melakukan
kurban, dia memunculkan pisau pertama ini, pisau pikiran, yang merupakan hal
buruk dan menyebabkan penderitaan sebagai akibatnya.”
“Sekali lagi,
Brahmana, seseorang yang menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara
kurban, bahkan sebelum dia melakukan upacara kurban, dia mengucapkan kata-kata
seperti ini, ‘Bunuh sejumlah lembu jantan (banteng) untuk kurban! Bunuh
sejumlah lembu jantan muda untuk kurban! Bunuh sejumlah lembu betina muda untuk
kurban! Bunuh sejumlah kambing untuk kurban! Bunuh sejumlah domba untuk
kurban!’ Dia berpikir, ‘Saya melakukan perbuatan berjasa,’ padahal dia
melakukan perbuatan tidak berjasa. Dia berpikir, ‘Saya melakukan perbuatan
baik,’ padahal dia melakukan perbuatan buruk. Dia berpikir, ‘Saya berusaha
untuk menempuh jalan ke alam bahagia,’ padahal dia berusaha menempuh jalan ke
alam menderita. Seseorang yang menyalakan api kurban dan mendirikan tempat
upacara kurban, bahkan sebelum dia melakukan kurban, dia memunculkan pisau
kedua ini, pisau ucapan, yang merupakan hal buruk dan menyebabkan penderitaan
sebagai akibatnya.”
“Sekali lagi,
Brahmana, seseorang yang menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara
kurban, bahkan sebelum dia melakukan upacara kurban, dia melakukan persiapan
untuk membunuh sejumlah lembu jantan (banteng) untuk kurban! ... sejumlah lembu
jantan muda untuk kurban! ... sejumlah lembu betina muda untuk kurban! ...
sejumlah kambing untuk kurban! ... sejumlah domba untuk kurban!’ Dia berpikir,
‘Saya melakukan perbuatan berjasa,’ padahal dia melakukan perbuatan tidak
berjasa. Dia berpikir, ‘Saya melakukan perbuatan baik,’ padahal dia melakukan
perbuatan buruk. Dia berpikir, ‘Saya berusaha untuk menempuh jalan ke alam
bahagia,’ padahal dia berusaha menempuh jalan ke alam menderita. Seseorang yang
menyalakan api kurban dan mendirikan tempat upacara kurban, bahkan sebelum dia
melakukan kurban, dia memunculkan pisau ketiga ini, pisau jasmani, yang
merupakan hal buruk dan menyebabkan penderitaan sebagai akibatnya.”
“Brahmana, seseorang yang menyalakan api
kurban dan mendirikan tempat upacara kurban, bahkan sebelum dia melakukan
upacara kurban, dia memunculkan tiga pisau ini yang merupakan hal buruk dan
menyebabkan penderitaan sebagai akibatnya. Apa tiga pisau tersebut? Pisau
jasmani, pisau ucapan, dan pisau pikiran.”
“Brahmana, tiga api ini harus ditinggalkan, dihindari,
dan jangan di kembangkan. Apa
tiga api tersebut? Api nafsu, api
kebencian, dan api kebodohan.”
“Dan kenapa,
brahmana, api nafsu harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di kembangkan?
Seseorang yang ditaklukkan oleh nafsu, yang pikirannya dikuasai oleh nafsu,
akan melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai
akibatnya, saat tubuhnya hancur, setelah meninggal, dia terlahir di alam
menderita, di alam yang tidak baik, di alam rendah, di neraka. Oleh karena itu,
api nafsu ini harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di kembangkan.”
“Dan kenapa,
brahmana, api kebencian harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di
kembangkan? Seseorang yang ditaklukkan oleh nafsu, yang pikirannya dikuasai
oleh nafsu, akan melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan
pikiran. Sebagai akibatnya, saat tubuhnya hancur, setelah meninggal, dia
terlahir di alam menderita, di alam yang tidak baik, di alam rendah, di neraka.
Oleh karena itu, api kebencian ini harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di
kembangkan.”
“Dan kenapa,
brahmana, api kebodohan harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di
kembangkan? Seseorang yang ditaklukkan oleh nafsu, yang pikirannya dikuasai
oleh nafsu, akan melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan
pikiran. Sebagai akibatnya, saat tubuhnya hancur, setelah meninggal, dia
terlahir di alam menderita, di alam yang tidak baik, di alam rendah, di neraka.
Oleh karena itu, api kebodohan ini harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di
kembangkan.”
“Brahmana,
itulah tiga api yang harus ditinggalkan, dihindari, dan jangan di kembangkan.”
“Brahmana, tiga api ini harus dihormati, dipuja, dan dijaga dengan sungguh-sungguh dan
penuh suka cita. Apa tiga api tersebut? Api
yang layak dimuliakan, api perumah tangga, dan api yang layak menerima persembahan.”
“Dan apakah,
brahmana, api yang layak dimuliakan? Dalam ajaran ini, brahmana, ibu dan ayah
adalah api yang layak menerima pujaan. Apa alasannya? Karena dari merekalah
seseorang berasal. Oleh karena itu, api yang layak dimuliakan ini harus
dihormati, dipuja, dan dijaga dengan sungguh-sungguh dan penuh suka cita.”
“Dan apakah, brahmana, [yang dimaksud dengan]
api perumah tangga? Dalam ajaran ini, brahmana, anak, istri, budak, pelayan,
dan para pekerja adalah api perumah tangga. Oleh karena itu, api perumah tangga
ini harus dihormati, dipuja, dan dijaga dengan sungguh-sungguh dan penuh suka
cita.”
“Dan apakah,
brahmana, api yang layak menerima persembahan? Dalam ajaran ini, brahmana, para
petapa dan brahmana yang menghindari zat-zat yang memabukkan dan kelengahan;
yang mantap dalam kesabaran dan kelembutan; yang melatih, menaklukkan, dan
menenangkan dirinya untuk pencapaian nibbāna adalah api yang layak menerima
persembahan. Oleh karena itu, api yang layak menerima persembahan ini harus
dihormati, dipuja, dan dijaga dengan sungguh-sungguh dan penuh suka cita.”
“Brahmana,
itulah tiga api yang harus dihormati, dipuja, dan dijaga dengan sungguh-sungguh
dan penuh suka cita.”
“Tetapi,
brahmana, api dari kayu bakar, di saat tertentu harus dinyalakan, di saat
tertentu harus dijaga dengan netral, di saat tertentu harus dipadamkan, dan di
saat tertentu harus disingkirkan.”
Setelah hal ini dikatakan, Brahmana Uggatasarīra
berkata kepada Sang Bhagavā, “Luar biasa, Tuan Gotama! Luar biasa, Tuan Gotama!
Sudilah Tuan Gotama mengingat saya sebagai upāsaka
yang mulai hari ini mengambil perlindungan untuk selamanya (seumur hidup). Tuan
Gotama, saya [akan] bebaskan lima ratus ekor lembu jantan dan membiarkan mereka
hidup. Saya [akan] bebaskan lima ratus ekor lembu jantan muda dan membiarkan
mereka hidup. Saya [akan] bebaskan lima ratus ekor lembu betina muda dan
membiarkan mereka hidup. Saya [akan] bebaskan lima ratus ekor kambing dan
membiarkan mereka hidup. Saya [akan] bebaskan lima ratus ekor domba dan
membiarkan mereka hidup. Biarkan mereka makan rumput hijau, minum air yang
sejuk, dan menikmati udara yang sejuk.”
[1] Seorang Brahmana dari Mahāsāla, dia
dipanggil demikian karena tubuhnya tinggi besar dan mempunyai kekayaan yang
berlimpah. Beliau mengunjungi Sang Buddha di Jetavana, Sāvatthi untuk
berkonsultasi tentang manfaat dari melakukan upacara kurban (AA.ii.714).