Aṅgulimāla, - seorang
bandit, seorang pembunuh, seorang yang tangannya berlumuran darah, seorang yang
hidupnya didedikasikan pada kekerasan, yang tidak punya belas kasihan kepada
makhluk hidup, - bisa mencapainya (Nibbāna).
Bagaimana dengan Anda?
Ayo, Berjuanglah! untuk merealisasi Dhamma Mulia di
kehidupan ini juga dengan berlatih meditasi
vipassanā sungguh-sungguh.
Salam Mettā untuk semua,
U Sikkhānanda
Cetiya Dhamma Sikkhā
Tangerang, 03 Maret 2013
Cetiya Dhamma Sikkhā
Tangerang, 03 Maret 2013
Aṅgulimāla Sutta - MN 86 (PTS M ii 97)
Demikianlah
yang telah saya dengar. Di suatu saat Sang Bhagavā berdiam di taman milik
Anāthapiṇḍika di hutan Jeta, Sāvatthi.
Saat itu ada
seorang bandit di wilayah Raja Pasenadi dari kerajaan Kosala bernama Aṅgulimāla.
Dia adalah seorang pembunuh, seorang yang tangannya berlumuran darah, seorang
yang hidupnya didedikasikan pada kekerasan, yang tidak punya belas kasihan
kepada makhluk hidup. Desa-desa, kota-kota, wilayah-wilayah dibuatnya kacau
balau. Dia terus-menerus membunuhi penduduk dan memakai jari-jari mereka
sebagai kalung.
Kemudian Sang
Bhagavā, di pagi hari, setelah mengenakan jubah dan dengan membawa mangkuk dan
jubah luarnya, pergi ke Sāvatthi untuk mengumpulkan dana makanan (piṇḍapāta). Ketika Beliau telah
berkeliling untuk ber-piṇḍapāta di
Sāvatthi dan telah kembali dari piṇḍapāta
setelah menyelesaikan makanNya, Beliau merapikan tempat beristirahat/tidurNya.
Dengan membawa jubah dan mangkukNya, Beliau pergi berjalan menuju ke tempat Aṅgulimāla
berdiam. Para penggembala sapi, penggembala kambing, dan petani melihat Beliau
berjalan menuju ke tempat Aṅgulimāla berdiam dan mereka berkata, “Jangan pergi
ke jalan tersebut, petapa. Di jalan tersebut ada bandit bernama Aṅgulimāla,
seorang pembunuh, seorang yang tangannya berlumuran darah, seorang yang
hidupnya didedikasikan pada kekerasan, yang tidak punya belas kasihan kepada
makhluk hidup. Desa-desa, kota-kota, wilayah-wilayah dibuatnya kacau balau. Dia
terus-menerus membunuhi penduduk dan memakai jari-jari mereka sebagai kalung.
Orang-orang telah melalui jalan itu dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 10,
20, 30, bahkan 40 orang, tetapi mereka semua jadi korban Aṅgulimāla.” Ketika
hal tersebut dikatakan, Sang Bhagavā tetap melanjutkan perjalanannya tanpa
berkomentar sepatah katapun.
Untuk kedua
kalinya, ..... Untuk ketiga kalinya, para penggembala sapi, penggembala
kambing, dan petani melihat Beliau berjalan menuju ke tempat Aṅgulimāla berdiam
dan berkata, “Jangan ..... Ketika hal tersebut dikatakan, Sang Bhagavā tetap
melanjutkan perjalanannya tanpa berkomentar sepatah katapun.
Aṅgulimāla,
sang bandit, melihat Sang Bhagavā dari kejauhan sedang berjalan mendekat.
Ketika dia melihatNya, dia berpikir, “Ini luar biasa! Ini menakjubkan!
Orang-orang telah melalui jalan ini dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 10,
20, 30, bahkan 40 orang, tetapi mereka semua telah jatuh ke tanganku. Tetapi
sekarang, petapa ini datang sendiri, tanpa teman, seperti didorong oleh takdir.
Mengapa aku tidak membunuhnya? Aṅgulimāla kemudian mengambil pedang dan
perisainya, mengenakan busur dan tempat anak panahnya, dan mengikuti Sang
Bhagavā dari belakang.”
Kemudian Sang Bhagavā
mengeluarkan kesaktianNya sehingga Aṅgulimāla, sang bandit, walaupun telah
berlari sekencang-kencangnya, tidak dapat mengejar Sang Bhagavā yang sedang
berjalan dengan normal. Kemudian sang bandit Aṅgulimāla berpikir, “Ini luar
biasa! Ini menakjubkan! Sebelumnya aku dapat mengejar dan menangkap orang yang
mengendarai gajah yang cepat; aku dapat mengejar dan menangkap orang yang
mengendarai kuda yang cepat; aku dapat mengejar dan menangkap orang yang
mengendarai kereta yang cepat; aku dapat mengejar dan menangkap seekor rusa
yang cepat; tetapi sekarang, walaupun aku telah berlari sekencang-kencangnya,
aku tidak dapat mengejar petapa ini yang berjalan dengan normal.” Dia berhenti
dan kemudian berteriak kepada Sang Bhagavā, “Berhenti, petapa! Berhenti,
petapa!”
“Saya telah berhenti, Aṅgulimāla, kamu juga berhenti.”
Kemudian sang bandit Aṅgulimāla
berpikir, “Para petapa ini, para putra suku Sakya adalah pembicara kebenaran,
menekankan kebenaran; tetapi petapa ini, walaupun masih berjalan, dia berkata,
‘Saya telah berhenti, Aṅgulimāla, kamu juga berhenti.’ Mengapa aku tidak
bertanya kepadanya?”
Kemudian sang
bandit Aṅgulimāla berkata kepada Sang Bhagavā dengan sebuah syair:
“Ketika kau
sedang berjalan, petapa, kau berkata, ‘Aku telah berhenti.’
Tetapi ketika
saya telah berhenti, kau berkata, ‘Saya belum berhenti.’
Sekarang saya
bertanya kepadamu, Oh petapa, apa maksudnya:
Kamu telah
berhenti dan aku belum berhenti.”
“Aṅgulimāla,
Saya telah berhenti untuk selama-lamanya,
Saya telah
meninggalkan kekerasan kepada semua makhluk.
Tetapi, kamu
tidak punya kendali kepada semua makhluk,
Itulah
maksudnya, Aku telah berhenti dan kamu belum berhenti.”
“Oh, akhirnya
seorang petapa, seorang bijaksana yang mulia,
Datang ke
hutan ini demi aku.
Setelah mendengar syairMu yang mengajarkanku Dhamma
Saya akan
meninggalkan kejahatan untuk selamanya.”
Setelah
berkata demikian, sang bandit mengambil pedang dan senjatanya
Dan
melemparkannya ke jurang.
Sang bandit
bernamaskara di kaki Sang Bhagavā,
Dan di sana,
saat itu juga, ia meminta untuk ditahbiskan.
Yang
Tercerahkan, Sang Bijaksana yang penuh belas kasihan,
Guru dari
dunia dan seluruh dewanya,
Berkata kepadanya, “Datanglah, bhikkhu.”
Dan demikianlah dia menjadi bhikkhu.
Kemudian Sang
Bhagavā pergi melanjutkan perjalanan menuju Sāvatthi bersama bhante Aṅgulimāla
sebagai asistennya. Setelah melakukan perjalanan secara bertahap, Beliau
akhirnya sampai di Sāvatthi, dan di sana Beliau tinggal di taman milik Anāthapiṇḍika
di hutan Jeta, Sāvatthi.
Saat itu ada
banyak sekali orang yang berkumpul di pintu istana bagian dalam dari Raja
Pasenadi. Sangat ribut dan berisik, mereka berteriak-teriak, “Tuan, sang bandit
Aṅgulimāla berada di wilayah kekuasaanmu; dia adalah seorang pembunuh, seorang
yang tangannya berlumuran darah, seorang yang hidupnya didedikasikan pada
kekerasan, yang tidak punya belas kasihan kepada makhluk hidup. Desa-desa,
kota-kota, wilayah-wilayah dibuatnya kacau balau. Dia terus-menerus membunuhi
penduduk dan memakai jari-jari mereka sebagai kalung. Raja harus
menaklukkannya!”
Kemudian di
tengah hari, Raja Pasenadi dari Kosala dengan mengendarai kereta kuda pergi
meninggalkan Sāvatthi bersama lima ratus pasukan berkuda menuju ke taman milik
Anāthapiṇḍika. Dia mengendarai kereta
kudanya sampai sejauh jalan yang mungkin dilalui oleh kereta, kemudian dia
turun dari keretanya dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki untuk
bertemu Sang Bhagavā. Setelah memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dia duduk di
satu sisi dan Sang Bhagavā berkata kepadanya, “Ada apa, Maha Raja? Apakah Raja
Seniya Bimbisara dari Magadha menyerangmu, atau para Licchavī dari Vesāli, atau para raja agresif yang
lainnya?”
“Bhante, Raja
Seniya Bimbisara dari Magadha tidak menyerang saya, begitu juga dengan para
Licchavī dari Vesāli, atau para raja agresif yang
lainnya. Tetapi, ada seorang bandit di wilayah kekuasaanku bernama Aṅgulimāla,
dia adalah seorang pembunuh, seorang yang tangannya berlumuran darah, seorang
yang hidupnya didedikasikan pada kekerasan, yang tidak punya belas kasihan
kepada makhluk hidup. Desa-desa, kota-kota, wilayah-wilayah dibuatnya kacau
balau. Dia terus-menerus membunuhi penduduk dan memakai jari-jari mereka
sebagai kalung. Saya tidak akan pernah bisa menaklukkannya, Bhante.”
“Maha Raja,
seandainya kamu melihat Aṅgulimāla telah mencukur rambut dan bewoknya,
mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan duniawi – menjadi bhikkhu;
dia menghindari pembunuhan makhluk hidup, mengambil barang yang tidak
diberikan, dan ucapan bohong; dia hanya makan satu kali, melaksanakan kehidupan
suci, menjalankan sila, dan bertingkah laku baik; apa yang akan kau lakukan
kepadanya?” “Bhante, kami akan memberi hormat kepadanya, atau bangun dari duduk
untuknya, atau mengundangnya untuk duduk; atau kami akan mengundangnya untuk
menerima jubah, makanan, tempat tinggal, atau obat-obatan untuk mengatasi sakit; atau memberikan
perlindungan sesuai hukum kepadanya. Tetapi, Bhante, dia adalah orang yang
tidak bermoral, seseorang yang sifatnya jahat, bagaimana dia bisa mempunyai
pengendalian diri dan moralitas?”
Pada saat itu bhante Aṅgulimāla
sedang duduk tidak jauh dari Sang Bhagavā, kemudian Sang Bhagavā menjulurkan
tangan kananNya dan berkata kepada Raja Pasenadi dari Kosala, “Maha Raja, ini
dia Aṅgulimāla.” Raja Pasenadi langsung ketakutan, panik, dan merinding.
Mengetahui hal tersebut, Sang Bhagavā berkata kepadanya, “Jangan takut, Maha
Raja, jangan takut. Tidak ada yang perlu kau takuti darinya.” Maka, ketakutan,
kepanikan, dan perasaan merinding sang Raja pun mereda. Dia kemudian mendatangi
bhante Aṅgulimāla dan berkata, “Bhante, apakah Yang Mulia adalah Aṅgulimāla?”
“Benar, Maha Raja.”
“Bhante, apa marga ayah bhante? Apa marga ibu bhante?”
“Ayah saya marganya Gagga, Maha Raja; ibu saya marganya Mantāṇī.”
“Semoga bhante Gagga Mantāṇīputta bahagia. Saya akan
menyediakan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuk bhante.”
Saat itu
bhante Aṅgulimāla adalah seorang bhikkhu yang tinggal di hutan, makan dari
hasil piṇḍapāta, pemakai jubah dari
kain buangan, dan hanya menggunakan tiga helai jubah (satu set). Dia menjawab,
“Cukup, Maha Raja, tiga jubahku sudah lengkap.” Raja Pasenadi kemudian kembali
kepada Sang Bhagavā, dan setelah memberikan penghormatan kepada Beliau, dia
duduk di satu sisi dan berkata, “Luar biasa, Bhante, ini adalah hal yang luar
biasa di mana Sang Bhagavā dapat menundukkan yang tidak bisa ditundukkan,
menenangkan yang tidak tenang, dan menuntun ke Nibbāna mereka yang belum
mencapai Nibbāna. Bhante, kami sendiri tidak dapat menaklukkannya dengan kekerasan
dan senjata, tetapi Sang Bhagavā dapat menaklukkannya tanpa kekerasan dan
senjata. Sekarang, Bhante, kami harus pergi. Kami sibuk dan banyak yang harus
dikerjakan.” “Sekarang adalah waktunya, Maha Raja, melakukan hal yang kau pikir
tepat.” Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala bangkit dari duduknya, dan setelah
melakukan penghormatan kepada Sang Bhagavā, dengan memposisikan Sang Bhagavā
selalu berada di sebelah kanannya, dia pergi.
Suatu ketika,
di pagi hari, bhante Aṅgulimāla setelah mengenakan jubahnya dengan membawa
mangkuk dan jubah luarnya, pergi ke Sāvatthi untuk ber-piṇḍapāta. Saat beliau ber-piṇḍapāta
dari rumah ke rumah di Sāvatthi, dia melihat seorang wanita sedang kesakitan
karena kesulitan dalam proses melahirkan anaknya. Ketika beliau melihat hal
ini, beliau berpikir, ”Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh!, betapa
menderitanya para makhluk!” Setelah beliau menyelesaikan piṇḍapāta-nya dan telah kembali ke vihara, setelah menyelesaikan
makannya beliau pergi menemui Sang Bhagavā, dan setelah memberikan penghormatan
kepadaNya, dia duduk di satu sisi dan berkata, “Bhante, di pagi hari setelah
saya mengenakan jubah, dengan membawa mangkuk dan jubah luar saya pergi ke
Sāvatthi untuk ber-piṇḍapāta. Saat
saya ber-piṇḍapāta dari rumah ke
rumah di Sāvatthi, saya melihat seorang wanita sedang kesakitan karena
kesulitan dalam proses melahirkan anaknya. Ketika melihat hal tersebut, saya
berpikir, ”Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh!, betapa menderitanya para
makhluk!”
“Bila demikian Aṅgulimāla, pergilah
ke Sāvatthi dan katakan kepada wanita tersebut, “Saudari, sejak saya
dilahirkan, saya tidak ingat bila saya pernah dengan sengaja menghilangkan
kehidupan seorang makhluk. Dengan pernyataan kebenaran ini, semoga anda selamat
sejahtera dan semoga bayi anda selamat sejahtera!” Bhante, tidakkah saya
melakukan kebohongan dengan disengaja, karena saya telah melakukan banyak
pembunuhan dengan disengaja?”
“Bila demikian, Aṅgulimāla, pergilah ke Sāvatthi dan
katakan kepada wanita tersebut, “Saudari, sejak saya dilahirkan sebagai seorang
Yang Mulia (Ariya), saya tidak ingat
bila saya pernah dengan sengaja menghilangkan kehidupan seorang makhluk. Dengan
pernyataan kebenaran ini, semoga anda selamat sejahtera dan semoga bayi anda
selamat sejahtera!””
“Baik, Bhante,” jawab bhante Aṅgulimāla.
Setelah beliau pergi ke Sāvatthi, beliau berkata kepada wanita tersebut,
“Saudari, sejak saya dilahirkan sebagai seorang Yang Mulia (Ariya), saya tidak ingat bila saya
pernah dengan sengaja menghilangkan kehidupan seorang makhluk. Dengan
pernyataan kebenaran ini, semoga anda selamat sejahtera dan semoga bayi anda
selamat sejahtera!” Kemudian, wanita
tersebut dan anaknya menjadi baik.
Bhante Aṅgulimāla
lalu menarik diri dari keramaian, berdiam sendiri, rajin, penuh semangat dan
tekad yang kuat. Dalam waktu singkat, bhante Aṅgulimāla di dalam kehidupan ini
juga merealisasi langsung dengan pengetahuan supernormalnya, tujuan akhir dari
kehidupan suci yang menjadi tujuan para perumah tangga yang meninggalkan
kehidupan duniawi – menjadi bhikkhu. Dia menyadari, “Kelahiran telah
dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani dengan sempurna, apa yang harus
dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjadian.” Dan bhante Aṅgulimāla
menjadi salah satu di antara para Arahat.
Suatu ketika,
di pagi hari, bhante Aṅgulimāla setelah mengenakan jubahnya dengan membawa
mangkuk dan jubah luarnya, pergi ke Sāvatthi untuk ber-piṇḍapāta. Saat itu seseorang melempar bongkahan tanah dan (tidak
disengaja) jatuh mengenai tubuh bhante Aṅgulimāla, orang lain lagi melempar
ranting kayu/tongkat dan (tidak disengaja) jatuh mengenai tubuhnya, orang lain
lagi melempar ranting batu dan (tidak disengaja) jatuh mengenai tubuhnya.
Kemudian, bhante Aṅgulimāla dengan darah yang bercucuran dari kepalanya,
mangkuknya yang pecah, dan jubah luarnya yang sobek, pergi menemui Sang
Bhagavā. Sang Bhagavā yang melihatnya datang dari kejauhan berkata kepadanya,
“Tahanlah, brahmana! Tahanlah, brahmana! Kau mengalami buah dari karma yang
akan membuatmu tersiksa di neraka selama bertahun-tahun, ratusan tahun, ribuan
tahun.”
Kemudian,
ketika bhante Aṅgulimāla pergi menyendiri untuk bermeditasi, dia mengalami
kebahagiaan (kedamaian) dari pembebasan; dia mengekspresikannya dengan
mengucapkan seruan dalam bentuk syair.
“Siapapun yang dulu hidup dalam kelengahan
Dan kemudian tidak lengah lagi,
Ia menerangi dunia
Bagaikan bulan yang bebas dari awan.
Dia yang menebus perbuatan jahat yang dilakukannya
Dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik,
Ia menerangi dunia
Bagaikan bulan yang bebas dari awan.
Bhikkhu muda yang mengabdikan
Usahanya pada Ajaran Sang Buddha
Ia menerangi dunia
Bagaikan bulan yang bebas dari awan.
Semoga musuh-musuhku mendengarkan Khotbah Dhamma
Semoga mereka menjalankan sungguh-sungguh Ajaran Buddha
Semoga mereka berteman dengan orang-orang baik dan damai
Yang menuntun orang lain untuk menerima Dhamma
Semoga musuh-musuhku mendengarkan Dhamma di saat yang tepat
Dari mereka yang membabarkan kesabaran,
Dan mereka yang memuji kebaikan,
Dan semoga mereka hidup sesuai dengan Dhamma.
Karena pasti mereka tidak akan mencelakaiku,
ataupun orang lain,
Setelah mencapai kedamaian tertinggi
mereka akan melindungi yang lemah ataupun kuat.
Pembuat irigasi mengarahkan aliran air,
Pembuat anak panah meluruskan batang anak panah,
Tukang kayu membentuk (memprofil) kayu,
Orang bijaksana menjinakkan dirinya sendiri.
Ada beberapa yang dijinakkan dengan pukulan,
Beberapa dengan tongkat kendali dan beberapa dengan cambukan;
Tetapi tanpa tongkat kayu atau senjata apapun,
Aku dijinakkan oleh Orang yang demikian.
“Pelaku tanpa kekerasan” adalah namaku,
Walaupun sebelumnya aku adalah pelaku kekerasan.
Sekarang aku sesuai dengan namaku,
Karena aku tidak menyakiti siapapun.
Seorang bandit aku sebelumnya
Yang dikenal sebagai si Aṅgulimāla (Kalung-jari).
Tersapu oleh banjir besar,
Aku berlindung pada Sang Buddha.
Berlumuran darah tanganku sebelumnya
Yang dikenal sebagai si Aṅgulimāla (Kalung-jari).
Melihat dan mengambil perlindungan padaNya
Pendambaan untuk menjadi dihancurkan.
Telah melakukan banyak perbuatan yang mengarah
Pada kelahiran kembali di alam menderita,
Sekarang, aku menerima akibatnya
Karenanya, bebas dari hutang aku memakan makananku.
Mereka yang dungu, bodoh
Terbelenggu oleh kelengahan,
Tetapi mereka yang bijaksana menjaga semangat
Sebagai harta terbaik.
Jangan menyerah pada kelengahan
Begitu juga pada kesenangan dari objek indra,
Tetapi bermeditasilah dengan penuh semangat
Untuk mencapai kebahagiaan sempurna.
Bertumbuhlah, jangan menurun
Ini adalah nasihat baik dariku.
Dari semua Dhamma yang dikenal manusia
Aku telah mendapatkan yang terbaik.
Bertumbuhlah, jangan menurun
Ini adalah nasihat baik dariku.
Tiga pengetahuan telah kucapai
Dan instruksi Sang Buddha telah dilaksanakan.
Dan kemudian tidak lengah lagi,
Ia menerangi dunia
Bagaikan bulan yang bebas dari awan.
Dia yang menebus perbuatan jahat yang dilakukannya
Dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik,
Ia menerangi dunia
Bagaikan bulan yang bebas dari awan.
Bhikkhu muda yang mengabdikan
Usahanya pada Ajaran Sang Buddha
Ia menerangi dunia
Bagaikan bulan yang bebas dari awan.
Semoga musuh-musuhku mendengarkan Khotbah Dhamma
Semoga mereka menjalankan sungguh-sungguh Ajaran Buddha
Semoga mereka berteman dengan orang-orang baik dan damai
Yang menuntun orang lain untuk menerima Dhamma
Semoga musuh-musuhku mendengarkan Dhamma di saat yang tepat
Dari mereka yang membabarkan kesabaran,
Dan mereka yang memuji kebaikan,
Dan semoga mereka hidup sesuai dengan Dhamma.
Karena pasti mereka tidak akan mencelakaiku,
ataupun orang lain,
Setelah mencapai kedamaian tertinggi
mereka akan melindungi yang lemah ataupun kuat.
Pembuat irigasi mengarahkan aliran air,
Pembuat anak panah meluruskan batang anak panah,
Tukang kayu membentuk (memprofil) kayu,
Orang bijaksana menjinakkan dirinya sendiri.
Ada beberapa yang dijinakkan dengan pukulan,
Beberapa dengan tongkat kendali dan beberapa dengan cambukan;
Tetapi tanpa tongkat kayu atau senjata apapun,
Aku dijinakkan oleh Orang yang demikian.
“Pelaku tanpa kekerasan” adalah namaku,
Walaupun sebelumnya aku adalah pelaku kekerasan.
Sekarang aku sesuai dengan namaku,
Karena aku tidak menyakiti siapapun.
Seorang bandit aku sebelumnya
Yang dikenal sebagai si Aṅgulimāla (Kalung-jari).
Tersapu oleh banjir besar,
Aku berlindung pada Sang Buddha.
Berlumuran darah tanganku sebelumnya
Yang dikenal sebagai si Aṅgulimāla (Kalung-jari).
Melihat dan mengambil perlindungan padaNya
Pendambaan untuk menjadi dihancurkan.
Telah melakukan banyak perbuatan yang mengarah
Pada kelahiran kembali di alam menderita,
Sekarang, aku menerima akibatnya
Karenanya, bebas dari hutang aku memakan makananku.
Mereka yang dungu, bodoh
Terbelenggu oleh kelengahan,
Tetapi mereka yang bijaksana menjaga semangat
Sebagai harta terbaik.
Jangan menyerah pada kelengahan
Begitu juga pada kesenangan dari objek indra,
Tetapi bermeditasilah dengan penuh semangat
Untuk mencapai kebahagiaan sempurna.
Bertumbuhlah, jangan menurun
Ini adalah nasihat baik dariku.
Dari semua Dhamma yang dikenal manusia
Aku telah mendapatkan yang terbaik.
Bertumbuhlah, jangan menurun
Ini adalah nasihat baik dariku.
Tiga pengetahuan telah kucapai
Dan instruksi Sang Buddha telah dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar