Kelahiran makhluk di alam bahagia sangatlah sulit.
Kita sekarang telah terlahir di alam bahagia, sebagai manusia.
Gunakanlah kesempatan yang sangat sulit didapat ini untuk meraih pencerahan
(menembus Empat Kesunyataan Mulia) di kehidupan ini juga.
Gunakanlah kesempatan yang sangat sulit didapat ini untuk meraih pencerahan
(menembus Empat Kesunyataan Mulia) di kehidupan ini juga.
Pencerahan hanya bisa didapat melalui kebijaksanaan.
Kebijaksanaan terbaik hanya bisa didapat dari bermeditasi dan
meditasi terbaik adalah meditasi vipassanā.
Maka, Ber-VIPASSANĀ-lah
Kebijaksanaan terbaik hanya bisa didapat dari bermeditasi dan
meditasi terbaik adalah meditasi vipassanā.
Maka, Ber-VIPASSANĀ-lah
Di bawah ini adalah sutta-sutta
yang berisi wejangan Sang Buddha tentang sulitnya seorang makhluk terlahir di
alam bahagia.
SN 5 - 12. saccasaṃyuttaṃ - 11. Pañcagatipeyyālavaggo - sutta 102-131
102.Manussacuti-suttaṃ (Meninggal dunia
sebagai manusia)
Sang Bhagavā manaruh sedikit debu di ujung kuku jari
tangan-Nya dan berkata kepada para bhikkhu:
“Para bhikkhu, apa pendapat kalian, mana yang lebih banyak:
sedikit debu yang Kutaruh di ujung kuku jari tangan-Ku ini atau bumi ini?”
“Bhante, bumi ini jauh lebih banyak. Sedikit debu yang
Sang Bhagavā taruh di ujung kuku jari tangan hampir tidaklah berarti.
Dibandingkan dengan bumi ini, debu yang sedikit tersebut bahkan tidak dapat diperhitungkan,
tidak dapat diperbandingkan, bahkan tidak sejumlah sebagian kecil pun.”
“Begitu juga, para bhikkhu, hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di antara manusia. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di neraka.
Apakah alasannya? Karena, para
bhikkhu, mereka belum melihat Empat Kesunyataan Mulia. Apakah
empat hal itu? Kesunyataan Mulia
tentang penderitaan, Kesunyataan Mulia
tentang asal-mula penderitaan, Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya penderitaan, Kesunyataan Mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan.”
“Oleh karena itu, para bhikkhu, suatu usaha harus
dikerahkan untuk memahami: ‘Ini adalah penderitaan.’ … ‘Ini adalah asal-mula
penderitaan.’ ... ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan.’ Suatu usaha harus
dikerahkan untuk memahami: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’”
103.Manussacuti-suttaṃ (Meninggal dunia
sebagai manusia)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di antara manusia. Tetapi, jauh lebih banyak para
makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di alam binatang. ... ”
104.Manussacuti-suttaṃ (Meninggal dunia
sebagai manusia)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di antara manusia. Tetapi, jauh lebih banyak para
makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali
di alam hantu kelaparan. ... ”
105 – 107 Manussacuti-suttaṃ (Meninggal dunia sebagai
manusia)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di antara deva. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk
yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di alam neraka, ... di alam binatang, ... di alam hantu
kelaparan. ... ”
108 – 110 Devacuti-suttaṃ (Meninggal dunia sebagai deva)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika
meninggal dunia sebagai deva,[1]
terlahir kembali di antara deva.[2]
Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, terlahir kembali di alam neraka, ... di alam binatang, ... di
alam hantu kelaparan. ... ”
111 – 113 Devacuti-suttaṃ (Meninggal dunia sebagai deva)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika
meninggal dunia sebagai deva, terlahir
kembali di antara manusia. Tetapi, jauh
lebih banyak para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, terlahir kembali di alam neraka, ... di alam binatang, ... di
alam hantu kelaparan. ... ”
114 – 116 Nirayacuti-suttaṃ (Meninggal dunia dari alam
neraka)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam neraka, terlahir kembali di antara manusia. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk yang, ketika
meninggal dunia dari alam neraka, terlahir
kembali di alam neraka, ... di alam
binatang, ... di alam hantu kelaparan. ... ”
117 – 119 Nirayacuti-suttaṃ (Meninggal dunia dari alam
neraka)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam neraka, terlahir kembali di antara deva. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk yang, ketika
meninggal dunia dari alam neraka, terlahir
kembali di alam neraka, ... di alam binatang,
... di alam hantu kelaparan. ... ”
120 – 122 Tiracchānacuti-suttaṃ (Meninggal dunia dari
alam binatang)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam binatang, terlahir kembali di antara manusia. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk yang, ketika
meninggal dunia dari alam binatang, terlahir
kembali di alam neraka, ... di alam
binatang, ... di alam hantu kelaparan. ... ”
123 – 125 Tiracchānacuti-suttaṃ (Meninggal dunia dari
alam biatang)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam binatang, terlahir kembali di antara deva. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk yang, ketika
meninggal dunia dari alam binatang, terlahir
kembali di alam neraka, ... di alam
binatang, ... di alam hantu kelaparan. ... ”
126 – 128 Petticuti-suttaṃ (Meninggal dunia dari alam
hantu kelaparan)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu kelaparan, terlahir kembali di antara manusia. Tetapi, jauh lebih banyak para
makhluk yang, ketika meninggal dunia dari
alam hantu kelaparan, terlahir kembali
di alam neraka, ... di alam binatang, ... di alam hantu kelaparan. ... ”
129 – 131 Petticuti-suttaṃ (Meninggal dunia dari hantu
kelaparan)
... “Begitu juga, para bhikkhu,
hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu kelaparan, terlahir kembali di antara deva. Tetapi, jauh lebih banyak para makhluk
yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu
kelaparan, terlahir kembali di alam
neraka, ... di alam binatang, ... di alam hantu kelaparan. ... ”
Pernyataan yang sama dengan sutta-sutta
di atas juga dapat di temui di
Aṅguttara Nikāya kelompok 1, bab 16 (ekadhammapāḷi),
sub-bab 4 (catutthavaggo), sutta 336-365 (versi DPR & Chattha Sangayana
Tipitaka 4.0 – VRI) , 348-377 (versi Bhikkhu Bodhi).
Perbedaan antara sutta-sutta di
Saṃyutta Nikāya dan Aṅguttara Nikaya hanyalah bagian paragraf awal dan akhir.
336-338 “Bagaikan, para bhikkhu,
hanya sedikit taman-taman, kebun-kebun, pemandangan-pemandangan, dan
kolam-kolam lotus yang menyenangkan; jauh lebih banyak bukit-bukit dan
tebing-tebing, sungai-sungai yang sulit diseberangi, tempat-tempat yang
dipenuhi dengan tuggul-tunggul kayu dan duri, dan gunung-gunung yang sulit
dijelajahi, di Jambudīpa ini. Demikian juga, hanya sedikit para makhluk yang, ketika
meninggal dunia sebagai manusia,
terlahir kembali di antara manusia. Jauh
lebih banyak para makhluk yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di alam neraka, .... di
alam binatang, ... di alam hantu kelaparan.”
363-365 ... “Begitu juga, para
bhikkhu, hanya sedikit para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu kelaparan, terlahir
kembali di antara deva. Tetapi, jauh
lebih banyak para makhluk yang, ketika meninggal dunia dari alam hantu kelaparan, terlahir kembali di alam neraka, ... di alam binatang, ... di alam hantu kelaparan.”
Untuk membayangkan betapa sulitnya untuk terlahir kembali di
alam bahagia dari alam rendah (menderita) mungkin tidaklah terlalu sulit,
karena bila kita terjatuh ke alam rendah, jangankan untuk mempraktikkan meditasi,
melakukan dana dan melaksanakan sila pun hampir menjadi sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu, sangatlah sulit bagi makhluk penghuni alam rendah untuk
terlahir kembali menjadi manusia atau dewa. Sang Buddha mengatakan bahwa hal
itu bahkan lebih sulit bila dibandingkan dengan kemungkinan seekor penyu buta
yang muncul ke permukaan samudera setiap seratus tahun sekali untuk dapat
muncul tepat di lubang sebuah pelampung
kayu[3]
yang terombang-ambing di tengah samudera (Chiggala Sutta, SN 56.47 atau
Balapandita Sutta, MN 129).
Namun demikian, untuk membayangkan betapa sulitnya untuk
terlahir di alam bahagia dari suatu alam bahagia lainnya (misalnya terlahir
sebagai manusia setelah meninggal sebagai seorang manusia atau dewa), mungkin
agak sedikit sulit dicerna. Sebagian dari pembaca mungkin berkata, “Kita kan
sering berdana dan melakukan kebajikan lainnya! Apakah hal itu belum cukup
untuk membuat kita terlahir kembali di alam bahagia?”
Untuk menjawab hal ini, cobalah renungkan keadaan pikiran
anda mulai sejak bangun tidur sampai sesaat ketika akan kembali tidur. Mana
yang lebih banyak, pikiran yang baik atau yang buruk? Untuk memudahkannya, silakan baca contoh di
bawah ini:
Ketika baru bangun, biasanya seseorang langsung
mencari makanan atau minuman, ini adalah kesadaran yang bersekutu dengan
keserakahan (lobha). Bila dia mencuci muka atau mandi terlebih dahulu,
dapat dipastikan dia akan bercermin untuk memastikan penampilannya sempurna
(ini = lobha), tetapi saat dia mendapatkan ada sesuatu yang kurang, rasa
tidak suka muncul (ini = dosa). Bila hari libur, maka tidurnya
diperpanjang dan bermalas-malasan di ranjang (= moha). Saat mendapatkan
makanan atau minumannya tidak sesuai selera, muncul ketidakpuasan (kesal,
kecewa, atau bahkan marah = dosa), tetapi bila sesuai dengan selera maka
disantapnya dengan penuh nafsu (= lobha). Kemudian dia berpikir tentang
kegiatan yang harus dilakukannya hari itu, bila sekiranya akan menyenangkan
maka dia gembira (= lobha), bila sebaliknya maka dia kecewa (= dosa),
bila biasa-biasa saja tetapi tetap harus melakukannya maka tidak ada semangat
dan malas (= moha). Tidak bisa
dipungkiri, bahwa ada juga yang berpikir tentang dana, sila, dan meditasi;
tetapi kalau mau jujur, sedikit sekali yang berpikir akan hal tersebut.
Sebagian besar hanya berpikir bagaimana menjalankan hari-harinya dengan penuh
kesenangan, kegembiraan, dan kebahagiaan; yang ada di pikirannya hanyalah soal
uang, makan, musik, film, jalan-jalan, dan berbelanja (= lobha).
Berdasarkan
contoh dari kegiatan di atas, terlihat dengan jelas bahwa kesadaran yang tidak
baik (akusala citta) sangat mendominasi pikiran seorang manusia.
Oleh karena itu, Sang Buddha mengatakan bahwa sangatlah sulit untuk terlahir
kembali menjadi manusia atau dewa sekalipun saat ini kita hidup sebagai manusia
atau dewa. Bila seseorang tidak menyadari hal ini maka dia akan terus
berputar-putar di lingkaran kelahiran dan kematian yang dipenuhi oleh
penderitaan.
Saat
ini kita semua terlahir sebagai manusia, hidup dengan baik dan layak, dapat
mendengarkan Dhamma Mulia, dan bahkan sebagian dari kita dapat berkesempatan
untuk mempraktikkannya. Janganlah sia-sia kan kesempatan yang sungguh sangat
sulit dicapai ini. Berjuanglah dengan penuh semangat, capailah Damma Mulia
(Magga, Phala, & Nibbāna) di kehidupan ini juga.
Semoga
semua makhluk hidup berbahagia, damai, dan bebas dari penderitaan. Semoga semua
makhluk secepatnya mencapai Nibbāna. Sādhu! Sādhu! Sādhu!
Salam Metta untuk semua,
U
Sikkhānanda
Cetiya Dhamma Sikkhā
Tangerang, Banten, Indonesia
21 Februari, 2013
P.S.
Untuk lebih memahami mengapa kita
harus melakukan meditasi saat ini juga silakan baca:
1.
Artikel Pengembara yang Tersesat (dapat dibaca
di catatan FB penulis).
2.
Artikel Tujuan Hidup Ini (dapat dibaca
di catatan FB penulis).
3.
Buku Kehidupan Mulia Ini.
4.
Buku Dasar-Dasar Abhidhamma (untuk
memahami lebih jauh tentang pikiran & prosesnya).
Semua artikel dan buku rujukan di
atas dapat di unduh di:
[1] Deva di sini maksudnya hanyalah enam alam
dewa yang masih berhubungan dengan objek indera, karena (deva) brahma tidak
akan dapat langsung terlahir menjadi makluk alam rendah.
[2] Deva di sini maksudnya enam alam dewa dan
dua puluh alam brahma.
[3] Ini sebenarnya bukan pelampung kayu, tetapi
kuk, kayu lengkung yg dipasang di tengkuk kerbau (lembu) untuk
menarik bajak (pedati dsb).
Bhante, Link-nya tdk bisa di buka. trm ksh
BalasHapusBhante, Link-nya tdk bisa di buka. trm ksh
BalasHapusSekarang link-nya berubah jadi:
BalasHapushttps://onedrive.live.com/?cid=F1E05C39CD1727E9&id=F1E05C39CD1727E9!385&sc=documents