Minggu, 17 Februari 2013

Sejarah singkat yang memicu munculnya
peraturan mengenai uang
Nissaggiya Pācittiya, No. 18.







Kisah ini terjadi di Rājagaha.

 
Waktu itu bhante Upananda, putra suku Sakya, adalah bhikkhu yang biasa menerima dana makan dari keluarga tertentu di Rājagaha. Suatu saat keluarga tersebut mendapatkan daging dan menyisihkannya sebagian untuk bhante Upananda. Tetapi, saat malam hari menjelang pagi, anak laki-laki dari keluarga tersebut bangun dan menangis, “Beri saya daging.” Maka, sang ayah meminta istrinya untuk memberikan daging yang disisihkan untuk bhante Upananda kepada anak tersebut. Nanti kita beli lagi untuk bhante Upananda.

Di pagi hari, setelah mengenakan jubah, bhante Upananda dengan membawa mangkuknya pergi mengunjungi keluarga tersebut. Sesampainya di sana ia masuk dan duduk di tempat yang telah disediakan. Kemudian, laki-laki tersebut mendatangi bhante Upananda, menyapanya, memberi hormat, dan duduk di satu sisi. Saat ia sedang duduk di sana, dia berkata pada bhante Upananda, “Kemarin sore, bhante, kami mendapatkan daging dan sebagian kami sisihkan untuk bhante. Anak laki-laki ini, bhante, bangun ketika hari menjelang pagi dan menangis, ‘Beri saya daging,’ maka porsi bagian bhante kami berikan padanya. Apa yang bhante bisa dapat dengan [uang] satu kahāpaṇa? Saya memberikan (penggunaan) satu kahāpaṇa, bhante.” ‘Satu kahāpaṇa diberikan kepada saya, tuan?’ Ya, bhante, saya berikan. ‘Bila demikian, berikan saja [uangnya sebesar] satu kahāpaṇa kepada saya, tuan.’
 
Kemudian, setelah laki-laki tersebut memberikan bhante Upananda satu kahāpaṇa, dia memandang rendah hal tersebut, mengkritiknya, dan menyebarkan hal itu dengan berkata, “Seperti kami yang menerima emas dan perak [uang], begitu juga para petapa ini, para putra suku Sakya, menerima emas dan perak.” Para bhikkhu mendengar hal tersebut dan menyebarkannya; begitu juga dengan para bhikkhu yang baik, mereka mendengarnya dan menyebarkannya dengan berkata, “Bagaimana bisa bhante Upananda menerima emas dan perak?” kemudian, para bhikkhu tersebut melaporkan hal itu kepada Sang Buddha.

Setelah mengetahui apa yang terjadi, Sang Buddha bertanya kepada bhante Upananda, “Apakah hal tersebut benar seperti yang dikatakan, bahwa kamu, Upananda, telah menerima emas dan perak?”

‘Hal itu benar, Guru.’

Kemudian, Yang Tercerahkan, Sang Buddha, menegurnya, berkata, “Bagaimana bisa, kamu, orang tak berguna, menerima emas dan perak? Hal itu, orang tak berguna, bukanlah untuk menyenangkan mereka yang belum senang.......dan dengan demikian, para bhikkhu, aturan disiplin ini harus ditetapkan:


Jika seorang bhikkhu menerima emas dan perak [uang] dengan tangannya sendiri atau membuat orang lain menerima uang untuknya, atau menyetujuinya diletakkan di dekatnya atau disimpan untuknya, dia telah melakukan pelanggaran Nissaggiya Pācittiya.

 
Semoga artikel tentang “Sejarah Konsili Sangha ke II” ini membawa manfaat bagi teman-teman se-Dhamma dan pembaca yang lainnya. Semoga dengan pengetahuan ini, teman-teman se-Dhamma dapat menghindari praktik-praktik yang salah dan dapat menyokong praktik-praktik yang sesuai dengan Dhamma dan Vinaya. Dengan demikian, walaupun saat ini kondisi Ajaran yang sungguh Mulia ini sudah sangat memprihatinkan, mereka yang berjuang sungguh-sungguh - dapat diharapkan - masih berkesempatan untuk mencicipi cita rasa Dhamma yang sesungguhnya, atau bahkan dapat mencapai tujuan utama dari perjuangannya dalam Dhamma, Nibbāna.

 
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan sebesar jasa kebajikan yang diperoleh dari penulisan artikel ini. Semoga semua makhluk, hidup bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan. Semoga semua makhluk secepatnya mencapai Nibbāna.


 

Salam mettā untuk semuanya,

Bhikkhu Sikkhānanda
Cetiya Dhamma Sikkhā
Tangerang, Banten, Indonesia
07 Desember, 2012



Referensi:

1. Digital Pali Reader, http://pali.sirimangalo.org.
2. I. B. Horner M.A., The Book of The Discipline Vol. II, Published by Luzac & Humphrey Milford, Oxford University Press, London, 1940.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar