Kehidupan
Tanpa Uang
Informasi
mengenai peraturan tentang
uang bagi
para bhikkhu dan bhikkhuni
Diterjemahkan
Oleh
Bhikkhu Sikkhānanda
Dipersembahkan sebagai Dana
Dhamma
Oleh
Keluarga Besar
Amir
Sujono & Rima Sulastri
*****
Pendahuluan
Artikel ini
adalah terjemahan bebas dari artikel Dhamma yang berjudul ‘A Life Free from
Money’ karya Bhikkhu Dhamminda. Isi artikel ini sangat baik untuk menambah
pengetahuan para umat agar mengetahui bagaimana
cara berdana yang benar kepada seorang bhikkhu, khususnya sangat bermanfaat
bagi para bhikkhu baru yang belum begitu paham tentang peraturan tentang uang. Sebenarnya,
garis besar tentang cara berdana yang benar kepada seorang bhikkhu telah
penerjemah jelaskan di dalam buku DANA, tetapi dalam
artikel ini hal itu dijelaskan lebih lengkap lagi berikut peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan uang. Dengan pengetahuan ini, para umat bukan hanya
dapat berdana dengan benar, tetapi juga dapat memberikan kondisi yang mendukung bagi para bhikkhu untuk
menjalankan kehidupannya sesuai dengan Vinaya,
khususnya bagi para bhikkhu baik yang berusaha untuk mempraktekkannya, sehingga
dapat menghindari pelanggaran yang terjadi karena harus tinggal di tempat yang
salah.
Alasan lain
untuk menerjemahkan artikel ini adalah untuk memberikan penjelasan yang lebih
lengkap dan referensi atau sumber acuan dari jawaban yang penerjemah berikan
kepada beberapa umat dari vihara dan cetiya di Tangerang yang bertanya, “Apakah
seorang bhikkhu diperbolehkan menjual atau meminta umat untuk menjualkan
jubahnya, atau menukarkannya dengan uang?” “Apakah umat melakukan tindakan yang
benar dan mendapatkan pahala dengan membantu seorang bhikkhu untuk menjualkan
jubahnya?” Jawabannya adalah TIDAK dan penerjemah menjawabnya dengan memberikan
perumpamaan ini. Seandainya seseorang melakukan korupsi dan dia tidak
mengetahui bahwa korupsi itu melanggar hukum, tetapi saat tindakan korupsinya
diketahui pihak berwajib; walaupun dia mengatakan bahwa dia tidak tahu bahwa
korupsi itu melanggar hukum, maka pihak berwajib tetap akan menangkap dan
menghukumnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Begitu juga dengan teman dari
koruptor tersebut yang juga tidak mengetahui bahwa korupsi adalah salah, dan
atas permintaan sang koruptor atau atas kemauan sendiri, membantu sang koruptor
melakukan korupsi; maka dia juga akan ikut ditangkap dan dihukum oleh pihak
berwajib. Maksud hati adalah berbuat baik dan mendapatkan pahala dengan
membantu teman; karena kurangnya pengetahuan, bukannya mendapatkan pahala,
malah celaka yang didapatnya.
Uang, mungkin
dapat dikatakan sebagai sesuatu atau hal yang paling banyak menimbulkan masalah
bagi manusia. Bahkan ada ucapan yang berbunyi, “Kalau masalah uang, tidak ada
yang namanya saudara.” Mulai dari kasus kriminal kecil sampai penjajahan suatu
negara dan peperangan, semuanya tidak terlepas dari masalah uang. Begitu juga
di dalam Ajaran yang sungguh Mulia ini, uang adalah salah satu penyebab utama
dari perpecahan sangha dan semakin cepat musnahnya Ajaran Sang Buddha. Kasus penerimaan uang (emas dan perak) oleh
para bhikkhu dari suku Vajjī dari kota Vesāli adalah salah satu dari sepuluh pokok masalah yang
memicu terjadinya konsili kedua dan perpecahan sangha[1].
Penerjemah yakin
bahwa semua bhikkhu mempunyai tujuan yang baik dalam menjalani kehidupan
kebhikkhuannnya, tetapi tujuan (niat) baik saja tidaklah cukup. Tanpa
pengetahuan yang baik, khususnya Vinaya, maka seorang bhikkhu bisa salah arah;
dan akibatnya, bukannya terlahir di kehidupan yang lebih baik sehingga
mempercepat proses pencapaian Nibbāna, dia
malah akan terjatuh ke neraka. Adalah sebuah kenyataan bahwa saat ini praktek
yang berhubungan dengan uang dikalangan para bhikkhu telah sangat menyimpang. Bila
hal ini terus berlanjut maka sangatlah mungkin usia Ajaran ini akan kurang dari
usia yang telah diramalkan sebelumnya, yaitu 5.000 tahun. Semoga terjemahan ini
dapat membantu para bhikkhu dan umat untuk dapat lebih memahami peraturan
tentang uang yang ada dalam Vinaya. Semoga,
dengan pemahaman yang lebih baik, para bhikkhu dapat menjalankan peraturan tentang
uang ini dengan baik dan para umat dapat menyokongnya dengan cara yang benar. Dengan
demikian, dapat diharapkan Ajaran Sang Buddha, Guru dari para dewa dan manusia,
akan semakin bersinar dan bertahan lebih lama; sehingga akan semakin banyak
makhluk yang dapat memetik manfaatnya.
Isi artikel:
1. Informasi untuk umat (penyokong),
2. Kesalahan dalam menerima uang,
3. Peraturan mengenai uang,
4. Penalti dan pengakuan kesalahan,
5. Metode
saat ini, dan kesimpulan.
Catatan kaki dan kata dalam [ ]
adalah tambahan penerjemah.
Artikel asli dapat ditemukan di http://www.budsas.org (di bagian
English Articles) dan dapat diperbanyak tanpa ijin dari penulis.
Semoga terjemahan artikel ini
bermanfaat bagi para pencari Dhamma.
Semoga semua makhluk dapat
berbagi dan menikmati sebesar jasa kebajikan
hasil dari penerjemahan Dhamma
ini.
Bhikkhu
Sikkhānanda
Chanmyay
Yeiktha Meditation Center
Hmawbi,
Myanmar
01 November,
2011 (281011-011111)
Terjemahan artikel ini boleh
dikutip, diubah formatnya, dan dicetak dalam media apapun
tanpa izin dari penerjemah demi menyebarluaskan dan
melestarikan Buddha Dhamma.
Dilarang keras
untuk diperjual-belikan.
**************
Namo Tassa Bhagavato
Arahato Sammāsambuddhassa
Penghormatan pada yang -
Teragung, Layak Mendapatkan Penghormatan dari Semua Makhluk, Tercerahkan Secara
Sempurna atas Usaha Sendiri.
Kehidupan Tanpa Uang:
Informasi mengenai peraturan tentang uang bagi para bhikkhu dan bhikkhuni.
Informasi mengenai peraturan tentang uang bagi para bhikkhu dan bhikkhuni.
Informasi Mengenai Peraturan Tentang Uang
Artikel
ini ditulis untuk para bhikkhu yang telah bertanya kepada saya mengenai
peraturan tentang uang yang ada di Vinaya.
Dikarenakan bhikkhu yang baru ditahbiskan kecil kemungkinannya untuk dapat
membaca kitab komentar, saya menerjemahkan banyak bagian dari sana. Saya
berharap artikel ini memberikan cukup informasi untuk membantu para bhikkhu
untuk mengerti bagaimana menjaga peraturan-peraturan ini.
Apakah
anda tahu bahwa Sang Buddha tidak memperbolehkan para bhikkhu dan sāmaṇera untuk
menerima uang?
Anda
pasti telah menyadari bahwa sebagian besar bhikkhu menerima dan menggunakan
uang. Ini adalah salah satu dari faktor penyebab musnahnya Ajaran Sang Buddha.
Anda dapat membantu untuk menjaga kelangsungan Ajaran Sang Buddha dengan
belajar bagaimana cara memberikan (mendanakan) kebutuhan bhikkhu dengan benar.
Dalam bagian ini kami akan memberikan hal-hal utama yang perlu umat ingat
sehingga seorang bhikkhu bisa mendapatkan kebutuhannya tanpa melakukan
pelanggaran Vinaya.
1.
Jangan pernah memberikan uang pada
bhikkhu, tetapi hanya memberikan kebutuhan bhikkhu yang diperbolehkan seperti
jubah, obat, buku, atau karcis (tiket) untuk perjalanan. Jika anda tidak yakin
apa yang dibutuhkan oleh seorang bhikkhu, anda dapat menanyakannya atau
mengundangnya untuk meminta yang dibutuhkannya pada anda.
2.
Dana untuk kebutuhan bhikkhu dapat
ditinggalkan pada seorang kappiya
(umat awam yang membantu bhikkhu) dan dia harus diberitahu untuk membeli kebutuhan
bhikkhu dan memberikannya kepada seorang bhikkhu, sekelompok bhikkhu, atau
seluruh anggota sangha dari sebuah vihara. Jangan bertanya kepada bhikkhu,
“Pada siapa dana (uang) ini harus diberikan?” Jika anda bertanya demikian, maka
seorang bhikkhu tidak boleh memberitahukan untuk memberikannya pada seorang kappiya. Katakan saja, “Bhante, saya
ingin memberikan kebutuhan bhikkhu pada anda. Siapa kappiya bhante?”
3.
Setelah memberikan dan
menginstruksikannya kepada sang kappiya,
informasikan hal tersebut kepada bhikkhu yang dimaksud, “Bhante, saya telah
memberikan dana untuk kebutuhan bhante sejumlah “AAA” rupiah kepada kappiya bhante. Jika bhante membutuhkan
sesuatu, mintalah kepadanya dan dia akan memberikannya pada bhante.”
4.
Jika anda telah mengetahui kappiya-nya, maka anda bisa langsung
memberikan dana tersebut pada sang kappiya
dan informasikan[2]
hal tersebut kepada sang bhikkhu sesuai dengan prosedur nomor 3.
Tolong baca
penjelasan di atas dengan hati-hati dan ingatlah apa yang harus anda katakan.
Prosedur di atas diijinkan oleh Sang Buddha dan dikenal sebagai “Penghargaan Meṇḍaka.” Hal ini
dapat ditemukan di Bhesajja Khandhaka, bagian Mahāvagga
dari Vinaya Piṭaka.
Bunyinya adalah sebagai berikut:
Para bhikkhu, ada umat yang penuh
keyakinan dan rasa hormat, jika mereka mempercayakan uang pada seorang kappiya
dan menginstruksikannya, “Dengan uang ini berikan kebutuhan bhikkhu untuk
bhante Anu.” Jika demikian, Saya
mengijinkan kalian untuk menerima kebutuhan bhikkhu yang diperbolehkan yang
didapat dari uang tersebut; tetapi, para
bhikkhu, tidak dengan alasan apapun juga Saya mengijinkan uang untuk diterima
atau dicari.
Ada juga
peraturan yang dikenal sebagai Rāja-sikkhāpada, peraturan kesepuluh dari
Kathina Vagga pada bagian Nissaggiya Pācittiya dari Patimokkha, memberikan informasi yang
berkaitan juga dengan uang. Terjemahannya adalah sebagai berikut:
Jika seorang
raja, pegawai raja, brahmana, atau umat mengirimkan seorang pelayan (pembawa
pesan) dengan uang untuk membeli sebuah jubah untuk seorang bhikkhu berkata,
“Setelah membeli jubah dengan uang ini, berikan jubah tersebut pada bhante Anu”
dan jika pelayan tersebut datang kepada bhikkhu yang dimaksud dan berkata,
“Bhante, uang ini untuk membeli sebuah jubah telah saya bawa ke sini untuk anda.
Bhante tolong terima uang ini untuk membeli sebuah jubah” maka bhikkhu tersebut
harus berkata kepada pelayan tersebut, “Kami tidak menerima uang untuk membeli
jubah, kami menerima jubah jika jubah tersebut diberikan pada waktu yang tepat
dan terbuat dari bahan yang diperbolehkan.”
Jika pelayan tersebut bertanya, “Bhante,
apakah ada orang yang membantu anda (kappiya)?” Maka jika bhikkhu tersebut menginginkan
sebuah jubah, dia harus memberitahukan kappiya-nya baik itu seorang pelayan
vihara ataupun umat dengan berkata, “Bapak/Ibu Anu memberikan pelayanan pada
para bhikkhu.”
Jika pelayan tersebut setelah
menginstruksikan kappiya tersebut datang kepada sang bhikkhu dan berkata,
“Orang (kappiya) yang anda tunjuk telah saya instruksikan. Bhante, silakan
menghibunginya pada waktu yang tepat dan dia akan memberikan anda sebuah jubah.”
Maka bhikkhu yang menginginkan jubah tersebut dapat menghubungi orang (kapiyya)
tersebut dan meminta atau mengingatkannya sebanyak 2 atau 3 kali dengan
berkata, “Saya membutuhkan sebuah jubah.”
Jika setelah meminta atau mengingatkannya
sebanyak 2 atau 3 kali dia mendapatkan jubah tersebut, maka hal itu adalah
baik. Jika dia tidak mendapatkannya, dia dapat berdiri tanpa mengatakan sepatah
kata apapun sebanyak 4, 5, atau 6 kali dengan maksud untuk mendapatkan jubah
tersebut. Jika setelah berdiri tanpa mengatakan sepatah kata apapun sebanyak 4,
5, atau 6 kali dia mendapatkan jubah tersebut, maka hal itu adalah baik. Jika
dia melakukannya melebihi dari hal tersebut di atas dan mendapatkan jubahnya,
maka hal itu termasuk pelanggaran Nissaggiya Pācittiya.
Jika dia tidak mendapatkan jubahnya, dia
harus pergi sendiri atau meminta seseorang untuk menemui orang yang mengirimkan
uang untuk membeli jubah tersebut dan berkata, “Uang untuk membeli sebuah jubah
untuk seorang bhikkhu yang anda kirim tidak dapat digunakan oleh bhikkhu
tersebut, berusahalah untuk mendapatkan uangmu kembali agar uangmu tidak
hilang.” Itulah yang harus dilakukan.
[1] Bab 12 dari Cūlavagga, Vinaya Piṭaka
[2] Pendonor dapat meminta sang kappiya atau orang lain untuk
menginformasikannya.
Sebelum
Sang Buddha wafat, Beliau berkata bahwa jika sangha menginginkannya, sangha dapat
menarik/membatalkan peraturan-peraturan kecil dan ringan dari Vinaya. Beberapa bhikkhu mengutip
pernyataan ini sebagai alasan untuk mendukung mereka dalam menerima uang,
tetapi kutipan-kutipan berikut yang berasal dari beberapa sutta menunjukkan
bahwa peraturan- peraturan tentang pelarangan uang bukanlah peraturan kecil dan
ringan. Peraturan-peraturan tentang uang dalam beberapa kutipan berikut ini menunjukkan
bahwa mereka sebagai suatu hal yang mendasar (fundamental) dan sangat penting
bagi pencapaian pencerahan.
Manicūlaka
Sutta (Saṃyutta Nikāya, Salāyatana Saṃyutta, Gamani Vagga, sutta no. 10 [SN 42.10]):
Pada
suatu saat, Sang Buddha berdiam di vihara Veluvana, Rājagaha di tempat di mana tupai dan
burung-burung diberi makan. Saat itu di istana raja, para pengikut raja
berkumpul dan saat berkumpul percakapan ini terjadi diantara mereka:
“Emas,
perak, dan uang diijinkan bagi para bhikkhu yang merupakan para putra pangeran
Sakyā
(Sang Buddha). Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra pangeran Sakyā memperbolehkankan emas, perak,
dan uang. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra pangeran Sakyā menerima emas, perak, dan uang.”
Saat
itu, Manicūlaka, seorang kepala desa yang juga berada dan sedang duduk dalam
kelompok tersebut berkata kepada mereka:
“Tuan-tuan
yang baik, jangan berkata demikian. Emas, perak, dan uang tidak diijinkan bagi
para bhikkhu yang merupakan para putra pangeran Sakyā. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra
pangeran Sakyā
tidak menyetujui emas, perak, dan uang. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra
pangeran Sakyā
tidak menerima emas, perak, dan uang. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra
pangeran Sakyā
telah meninggalkan emas dan perhiasan, dan mereka tanpa uang.”
Tetapi
Manicūlaka, sang kepala desa, tidak dapat meyakinkan mereka. Lalu dia pergi menghadap
Sang Buddha dan setelah mendekat, dia memberi hormat dan kemudian duduk di satu
sisi. Ketika duduk di sana, Manicūlaka,
sang kepala desa, berkata kepada Sang Buddha:
“Bhante,
di istana raja, para pengikut raja berkumpul...(dia mengulangi apa yang telah
dikatakan di atas)... Tetapi Bhante, saya tidak dapat meyakinkan mereka.
Bhante, dengan menjelaskan seperti demikian apakah saya merupakan orang yang mengatakan
apa yang dikatakan oleh Yang Terberkahi atau saya telah salah menyampaikan
maksud Yang Terbekahi? Apakah saya telah menjawab sesuai dengan Ajaran ini atau
apakah seseorang yang berbicara sesuai dengan Ajaran ini menemukan alasan untuk
mencela saya?”
(Sang
Buddha) “Sesungguhnyalah kamu, kepala desa, dengan menjelaskan seperti
demikian, merupakan orang yang mengatakan apa yang dikatakan oleh Saya dan
tidak salah menyampaikan maksud Saya. Kamu telah menjawab sesuai dengan Ajaran
ini dan seseorang yang berbicara sesuai dengan Ajaran ini tidak akan menemukan
alasan untuk mencela kamu.”
“Karena,
kepala desa, emas, perak, dan uang tidak diijinkan bagi para bhikkhu yang
merupakan para putra pangeran Sakyā. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra pangeran
Sakyā
tidak menyetujui emas, perak, dan uang. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra
pangeran Sakyā
tidak menerima emas, perak, dan uang. Para bhikkhu tersebut yang merupakan putra
pangeran Sakyā
telah meninggalkan emas dan perhiasan, dan mereka tanpa uang.”
“Kepala
desa, bagi siapapun yang memperbolehkan emas, perak, dan uang, maka bagi dia
lima macam kesenangan indera juga diperbolehkan. Bagi siapapun yang memperbolehkan
lima macam kesenangan indera, kamu dapat pastikan, ‘Dia tidak memiliki sifat
seorang bhikkhu, dia tidak memiliki sifat dari seorang putra pangeran Sakyā.’”
“Kepada
desa, sesungguhnyalah Saya katakan hal ini, ‘Seorang bhikkhu yang membutuhkan
rumput, rumput dapat dicarinya. Seorang bhikkhu yang membutuhkan kayu, kayu
dapat dicarinya. Seorang bhikkhu yang membutuhkan kereta, kereta dapat dicarinya.’
Tetapi, kepala desa, Saya juga berkata, ‘Tidak dalam alasan apapun juga bahwa
emas, perak, dan uang dapat diterima dan dicari.’”
Kutipan berikutnya adalah dari bagian akhir
Upakkilesa Sutta (Aṅguttara Nikāya, buku kelompok empat, Rohitassa Vagga, sutta
no. 10 [AN 4.50]), yang menunjukkan bahwa
penerimaan uang mengakibatkan kelahiran kembali yang berkesinambungan.
“Ternoda oleh nafsu dan amarah, serta dibutakan oleh
kebodohan mental, beberapa bhikkhu dan brahmana merasa gembira pada kesenangan
indera. Para bhikkhu dan brahmana bodoh
tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol [minuman yang memabukkan], melakukan
hubungan seksual, menerima emas, perak, dan uang, dan mendapatkan kebutuhan
mereka dengan penghidupan yang salah. Semua ini disebut pencemaran oleh Sang
Buddha yang bersinar bagaikan matahari. Para bhikkhu dan brahmana bodoh yang
tercemar oleh pencemaran [kilesa], tidak murni, korup, dan tidak bersinar atau
bercahaya. Tetapi, sebaliknya mereka bingung, buta, budak nafsu, dan penuh
dengan pendambaan [taṇhā], mereka hanya memperbesar ukuran kuburan mereka
dengan terus terlahir berulang-ulang.”
Dalam sutta-sutta tersebut
Sang Buddha menyamakan penerimaan uang dengan pemuasan nafsu dalam kesenangan
indera. Dalam Dhammacakkappavattana Sutta [Saṃyutta Nikāya 56.11] Sang Buddha dengan
jelas menginstruksikan:
“Dua ekstrim ini, para bhikkhu, tidak seharusnya dilatih
oleh dia yang telah meninggalkan kehidupan duniawi. Apa dua hal tersebut? Pemuasan
nafsu dalam kesenangan indera yang merupakan hal yang rendah, cara
kehidupan orang dusun, cara kehidupan umat awam, cara kehidupan orang yang
belum tercerahkan, dan tidak menguntungkan; dan penyiksaan diri yang
merupakan hal yang menyakitkan, cara kehidupan orang yang belum tercerahkan,
dan tidak menguntungkan.”
Dikatakan bahwa bahkan
seorang umat yang telah menjadi Anāgāmi
[orang suci tingkat ketiga] menjalani 10
sila secara alami dan tidak menerima atau menggunakan uang. Sebagai contohnya
adalah Anāgāmi Ghaṭīkāra yang hidup
tanpa perhiasan, emas, perak, ataupun uang; dan mencari nafkah dengan membuat kendi
dari tanah bagian tepi sungai yang terkena erosi. Kendi-kendi tersebut dia
letakkan di tepi jalan dan siapapun yang menginginkannya dapat menukarnya
dengan beras ataupun makanan dengan jumlah yang pantas. Dengan cara inilah Ghaṭīkāra
menghidupi dirinya dan kedua orang tuanya yang buta (Ghaṭīkāra Sutta, Majjhima Nikāya 81).
Hal tersebut
memperlihatkan bahwa uang adalah sebuah rintangan untuk pencapaian pencerahan
dan orang yang benar-benar telah tercerahkan tidak menggunakan uang.
Kutipan-kutipan di atas membuktikan bahwa penerimaan uang oleh para bhikkhu
bukanlah suatu pelanggaran ringan, dan hal itu dapat mencegah seorang bhikkhu
mencapai Nibbāna.
Arti
dari kata ‘uang’ dalam semua peraturan-peraturan ini adalah: sesuatu yang
digunakan sebagai uang untuk kegiatan jual-beli. Hal itu termasuk koin, banknotes,
cek [dan giro], emas, dan perak.
Mengapa
cek tidak boleh? Cek tidak diperbolehkan karena terkadang cek dapat
dinegosiasikan dan juga karena sebuah cek adalah sebuah perintah pada bank
untuk memberikan uang kepada pembawanya. Hal itu biasanya berbunyi seperti ini,
“Bayar sejumlah seratus dollar kepada pembawa, Dhamminda Bhikkhu.” Oleh karena
itu, sebuah cek yang ditulis untuk seorang bhikkhu adalah perintah untuk
memberi uang kepada bhikkhu tersebut dan jika dia menerimanya, maka ia menerima
uang yang masih tersimpan di bank. Hal itu sama saja dengan cara ketiga dalam
menerima uang; “Di suatu tempat, ada uang milik saya, itu untuk bhante.” Maka,
sebuah cek adalah sebuah cara pemberian uang kepada bhikkhu, dan harus ditolak.
Seorang
bhikkhu yang menulis [menandatangani] cek melakukan pelanggaran tentang
perintah untuk menyalurkan uang. Jika sebelumnya dia menerima dana tersebut,
hal itu adalah pelanggaran Nissaggiya Pācittiya
atau jika dana tersebut diberikan oleh donor kepada kappiya dengan cara yang benar, maka bhikkhu tersebut melakukan
pelanggaran Dukkata karena melakukan
pengaturan yang salah.
Seorang
sāmaṇera [dan juga sāmaṇerī] harus
menjalankan sepuluh sila, di mana sila kesepuluh adalah menghindari penerimaan
emas, perak, dan uang. Dalam prakteknya, hal ini berarti seorang sāmaṇera/ī juga harus
menjalankan semua peraturan tentang uang dengan cara yang sama seperti seorang
bhikkhu.
Untuk
seorang bhikkhu ada empat peraturan besar (utama) mengenai uang yang terdapat
di dalam Vinaya:
1.
Rupiya-sikkhāpada (Nissaggiya Pācittiya, no. 18).
2.
Meṇḍaka-sikkhāpada (Vinaya Mahāvagga, Bhesajja Khandhaka).
3.
Rāja-sikkhāpada (Nissaggiya Pācittiya, no. 10).
4.
Rupiya-samvohara-sikkhāpada (Nissaggiya Pācittiya, no. 19).[1]
Terjemahan
peraturan no. 2 dan 3 telah diberikan di atas, terjemahan peraturan no. 1 dan 4
adalah sebagai berikut:
1. Rupiya-sikkhāpada: jika seorang bhikkhu menerima uang [emas dan
perak] dengan tangannya sendiri atau
membuat orang lain menerima uang untuknya, atau menyetujuinya diletakkan di
dekatnya atau disimpan untuknya, dia telah melakukan pelanggaran Nissaggiya Pācittiya.
4. Rupiya-samvohara-sikkhāpada: jika seorang bhikkhu terlibat dalam kegiatan
pertukaran dalam bentuk apapun dari
emas, perak, atau uang, dia telah melakukan pelanggaran Nissaggiya Pācittiya.
Rupiya-sikkhāpada harus
dimengerti secara penuh, karena bila peraturan ini dapat dijalankan dengan
benar, seorang bhikkhu tidak akan salah menafsirkan tentang peraturan-peraturan
mengenai uang yang lainnya. Peraturan ini melarang seorang bhikkhu melakukan
tiga hal:
a.
Menerima uang dengan tangannya sendiri.
b.
Membuat orang lain menerima uang untuknya.
c.
Menyetujui diletakkannya uang didekatnya
atau disimpan untuknya.
Teks asli dalam
bahasa Pāḷi mendefinisikan
ketiga hal ini sebagai:
a.
Sayam
ganhati – Ia mengambilnya sendiri.
b.
Aññam gahapeti – Ia membuat orang
lain mengambilnya untuk dia.
c.
Idam
ayassa hotu ti upanikkhittam sadiyati – Mereka berkata,
“Ini untuk anda bhante,” dan dia menyetujuinya uang tersebut diletakkan
didekatnya.
Kitab komentar Kankhāvitaranī menjelaskan tiga cara penerimaan di
atas sebagai berikut:
1.
Dia mengambil uang itu dengan tangannya
sendiri ketika uang tersebut diberikan padanya, atau dia mengambilnya sendiri
ketika dia menemukannya di suatu tempat dan uang itu bukan milik siapapun.
2.
Hal yang sama (keitka uang itu diberikan
padanya atau dia menemukannya), dia membuat orang lain mengambilnya (untuknya).
3.
Jika uang tersebut berada dihadapannya
dan donor berkata, “Ini untuk bhante,” atau bila uang tersebut berada di tempat
lain dan donor berkata, “Uang yang berada di tempat anu, itu adalah milik saya,
itu untuk bhante.” Kemudian, jika donor mengkomunikasikan pemberian tersebut
hanya dengan menggunakan perkataan atau bahasa isyarat dan bhikkhu yang
dimaksud tidak menolaknya baik itu dengan bahasa tubuh (isyarat) ataupun
perkataan dan menerimanya secara mental
(di pikiran), maka hal itu disebut ‘menyetujui.’ Jika bhikkhu itu menyetujui
secara mental dan berkeinginan untuk menerimanya, tetapi melalui bahasa tubuh
atau ucapan dia menolaknya dengan berkata, ‘Hal ini tidak diperbolehkan,’ atau
jika bhikkhu itu tidak menolaknya melalui bahasa tubuh ataupun ucapan tetapi
dengan pikiran yang murni tidak menyetujuinya dengan berpikir, ‘Hal ini tidak
diperbolehkan bagi kami,’ maka hal itu diperbolehkan/dibenarkan (tidak disebut
sebagai menyetujui).
Dengan peraturan
ini, Sang Buddha melarang semua cara yang membuat uang dapat diterima. Jika
seseorang berusaha memberikan uang kepada seorang bhikkhu dengan salah satu
dari tiga cara tersebut, maka bhikkhu yang dimaksud tidak dapat mengatakan, ‘Bapak/Ibu
Anu adalah kappiya saya’ atau ‘Berikan uang tersebut pada kappiya saya’ atau ’Ambil uang ini untuk saya’ atau ‘Letakkan uang tersebut di
sana.’ Satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh bhikkhu tersebut adalah
menolaknya dengan berkata, ‘Hal ini tidak diperbolehkan.’ Menolaknya adalah
tindakan satu-satunya yang dia harus ingat untuk dilakukannya.
Kitab komentar Samantapāsādikā menjelaskan bahwa bukan
hanya tidak diperbolehkan untuk menerima uang dengan salah satu dari tiga cara
tersebut untuk diri sendiri, tetapi juga termasuk jika uang tersebut untuk
sangha, sekelompok bhikkhu, orang lain, sebuah pagoda, sebuah vihara, ataupun
yang lainnya. Jika seorang bhikkhu menerima uang dengan salah satu dari tiga
cara tersebut untuk diri sendiri, itu termasuk pelanggaran Nissaggiya Pācittiya. Jika dia menerimanya untuk hal yang lainnya
seperti yang disebutkan di atas, itu termasuk pelanggaran Dukkata.
Ada sebuah buku Vinaya yang ditulis baru-baru ini yang
menyampaikan pandangan yang keliru. Dalam buku tersebut dikatakan:
Seorang bhikkhu diperbolehkan untuk
‘menyebabkan disimpannya’ uang untuk vihara, untuk dana bagi kebutuhan bhikkhu,
untuk kegiatan amal (katakanlah dana untuk sebuah panti asuhan), tetapi tidak
untuk bhikkhu tertentu. Sebagai contoh, seorang donor yang berdana uang ke
vihara dapat diinstruksikan (diberitahu) untuk ‘Menaruhnya di kotak dana’ atau
‘Masukkan ke nomor rekening ini,’ tetapi uang tersebut tidak boleh diterima
langsung oleh seorang bhikkhu. Sangha atau orang yang ditunjuk dapat
mengarahkan penggunaan dana tersebut, bahkan mengatakan, ‘Beli ini’ atau
‘Dapatkan/cari itu.’
Telah
ditunjukkan [dalam peraturan] di atas bahwa tidaklah diperbolehkan untuk
menyebabkan diterimanya atau ditempatkannya uang untuk vihara ataupun yang
lainnya. Dengan demikian, pendangan tersebut tidak sesuai dengan Vinaya.
Kitab komentar
mengilustrasikan hal utama yang terlibat dalam peraturan-peraturan ini dalam
sebuah cerita fiktif. Hal ini berkaitan dengan situasi di mana donor tidak
memperdulikan penolakan dari bhikkhu dan meninggalkan uangnya di depan sang bhikkhu
dan kemudian pergi. Hal ini memperlihatkan bahwa:
1. Jika sang bhikkhu berkata, “Taruh di
sini,’ maka itu termasuk pelanggaran Nissaggiya
Pācittiya karena menerimanya.
2. Jika sang bhikkhu ingin membeli sesuatu
dan berkata, ‘Ambil ini,’ maka itu adalah pengaturan yang tidak diperbolehkan (jika
dananya legal).
3. Peraturan ini bagaikan berjalan pada seutas
tali tambang, di mana sedikit salah ucapan saja akan mengakitbatkan
terjadinyanya pelanggaran.
Ceritanya adalah
sebagai berikut:
Seandainya
seseorang menaruh seratus atau seribu koin di depan kaki seorang bhikkhu dan
berkata, “Ini untuk bhante” dan sang bhikkhu menlokanya dengan berkata, ‘Hal
ini tidak diperbolehkan/dibenarkan,” tetapi orang tersebut menjawab, “Saya
telah memberikannya kepada bhante” dan kemudian pergi.
Kemudian,
jika ada orang (umat) lain yang datang dan bertanya, “Bhante, ini apa?” Maka
dia dapat diberitahu apa yang telah dikatakan oleh donor dan bhikkhu. Jika
orang tersebut berkata, “Bhante, biar saya simpan supaya aman, beritahu saya
sebuah tempat yang aman.” Maka, setelah menaiki sebuah gedung bertingkat tujuh,
sang bhikkhu dapat mengatakan, ‘Ini tempat yang aman’ tetapi dia tidak boleh
berkata, ‘Taruh di sini.’ Hanya dengan mengatakan demikian saja, uang itu bisa menjadi
legal atau tidak legal (dalam kitab sub-komentar Vimativinodana dikatakan: Jika sang bhikkhu berkata, ‘Taruh di
sini,’ itu artinya adalah menerima uang tersebut dan termasuk pelanggaran Nissaggiya Pācittiya). Kemudian, sang
bhikkhu dapat menutup pintu dan menguncinya.
Jika
suatu saat seorang pedagang datang dengan membawa barang dagangannya seperti
mangkuk dan jubah bhikkhu dan berkata, “Ambil ini bhante,” kemudian bhikkhu
tersebut dapat berkata, ‘Teman, saya membutuhkan ini dan ada dana
untuk mendapatkanya, tetapi sekarang di sini tidak ada kappiya.’ Dan jika pedagang tersebut berkata, “Saya akan menjadi kappiya bhante, buka pintunya dan
berikan pada saya.” Kemudian, setelah membuka pintunya, sang bhikkhu harus
berkata, ‘Dananya ditaruh di ruangan ini,’ dia tidak boleh berkata, ‘Ambil
ini.’ Maka, tergantung pada apa yang diucapkannya, hal itu menjadi seseuatu
yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Kemudian, jika pedagang tersebut
mengambil koin-koin tersebut dan memberikan kebutuhan bhikkhu yang
diperbolehkan kepada sang bhikkhu, maka hal itu diperbolehkan. Jika pedagang
tersebut mengambil koinnya terlalu banyak, maka sang bhikkhu dapat berkata,
‘Saya tidak jadi mengambil barang daganganmu, silakan pergi!’
2. Meṇḍaka-sikkhāpada: terjemahannya
telah diberikan di atas. Tidak ada tambahan informasi mengenai perijinan ini di
kitab komentar. Semua yang harus dikatakan tentang hal ini dijelaskan dalam
kitab komentar pada bagian Rāja-sikkhāpada. Baris
terkahir dari perijinan ini layak untuk di ingat sebagai rangkuman dari semua
peraturan mengenai uang: “Para bhikkhu,
tidak dengan alasan apapun juga Saya mengijinkan uang untuk diterima atau
dicari.”
3.
Rāja-sikkhāpada:
terjemahannya telah diberikan di atas. Kitab komentar memberikan banyak
informasi tambahan yang dapat membantu seorang bhikkhu untuk mengetahui apa
yang harus diucapkan dan dilakukan di berbagai situasi yang berbeda. Di bawah
ini adalah beberapa terjemahan dari kutipan-kutipan pilihan dari beberapa kitab
komentar beserta penjelasan lebih detilnya oleh penulisnya.
Beberapa pilihan dari kitab komentar Kankhāvitaranī
1.
“Setelah membeli jubah dengan uang ini,
berikan jubah tersebut pada bhikkhu Anu.” Hal ini dikatakan (di dalam
peraturan) untuk menunjukkan kemurnian dari tujuan pengiriman uang. Jika donor
mengirim seorang pelayan dengan berpesan, “Berikan uang ini pada bhikkhu Anu,”
maka hal itu dikirim secara tidak murni, karena keterangan yang terkait dengan
uang tersebut tidak diperbolehkan. Dalam hal ini seorang bhikkhu tidak boleh
menunjuk seorang kappiya.
Jika pendonor sendiri yang datang dan berkata, “Saya
memberikan uang itu untuk bhante,” maka seorang bhikkhu tidak dapat menunjuk
seorang kappiya. Jika sang bhikkhu
berkata, ‘Bapak/Ibu Anu adalah kappiya saya,’
pernyataan ini menyebabkan diterimanya uang oleh bhikkhu tersebut dan hal itu
termasuk pelanggaran Nissaggiya
Pācittiya. Hal yang dapat seorang bhikkhu lakukan dalam hal ini adalah menolak
menerima uang tersebut.
2.
“Kami tidak menerima uang untuk membeli
jubah, kami menerima jubah jika jubah tersebut diberikan pada waktu yang tepat
dan terbuat dari bahan yang diperbolehkan.” Hal ini dikatakan untuk menunjukkan
bahwa uang tersebut harus ditolak, karena walaupun dana tersebut dikirim dengan
tujuan yang murni, tetapi cara penyampaian sang pelayan (‘Tolong terima uang
ini untuk membeli sebuah jubah’) tidaklah dibenarkan.
Dana berupa emas, perak, koin, ataupun uang
merupakan hal yang menyebabkan terjadinya pelanggaran Nissaggiya Pācittiya. Mutiara, berlian, batu mirah (ruby),
batu-batuan berharga lainnya, tujuh macam biji-bijian, budak wanita, budak
laki-laki, sawah, ladang, kebun buah-buahan, atau kebun bunga adalah hal yang
dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran Dukkata.
Tidaklah diperbolehkan untuk menerima hal-hal tersebut baik untuk diri sendiri,
sangha, vihara, sekelompok orang, ataupun orang lain.
Di sini dan di tempat-tempat lainnya diseluruh kitab
komentar ‘menerima’ artinya adalah menerima dengan salah satu dari tiga cara
yang disebutkan di Rupiya-sikkhāpada.
3.
Jika sang pelayan bertanya dengan cara
yang benar, “Bhante, apakah ada orang yang membantu anda (kappiya)?” Maka, diijinkan untuk menunjuk seseorang atau kappiya. Tetapi jika pelayan itu
bertanya, “Siapa yang akan mengambil ini?” atau “Pada siapa saya harus berikan
ini?” Maka, tidaklah diijinkan untuk menunjuk seseorang atau kappiya.
Jika seorang bhikkhu menunjuk seorang kappiya ketika donor bertanya dengan cara yang salah,
maka hal itu termasuk pelanggaran Nissaggiya
Pācittiya, karena membuat seseorang menerima uang untuknya.
4.
“Bapak/Ibu Anu memberikan pelayanan pada
para bhikkhu [atau Bapak/Ibu Anu adalah kappiya
saya].” Hal ini dikatakan untuk
menunjukkan cara penyampaian yang benar oleh seorang bhikkhu. Dia hanya boleh
menyampaikannya dengan cara ini dan tidak boleh berkata, “Berikan padanya atau
Dia akan menyimpannya atau Dia akan menukarkannya atau Dia akan membelinya.”
Jika donor bertanya dengan cara yang benar, sang
bhikkhu juga dapat menunjuk seorang kappiya
dengan cara yang benar. Jika dia menunjuknya dengan cara yang salah, maka
hal itu akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran Nissaggiya Pācittiya.
5.
“Orang (kappiya) yang anda tunjuk telah saya instruksikan. Bhante, silakan
menghubunginya pada waktu yang tepat dan dia akan memberikan anda sebuah jubah.”
Artinya adalah, kappiya tersebut
telah saya perintahkan; maka saat anda membutuhkan sebuah jubah, dia akan
memberikannya pada anda. Jika sang pelayan benar-benar mengatakan hal tersebut;
maka setelah diberitahu, sang bhikkhu diperbolehkan meminta sebuah jubah. Jika
pelayan tersebut hanya datang dan memberikan dana untuk jubah tersebut kepada kappiya tanpa menginstruksikannya, maka sang
bhikkhu tidak diperkenankan untuk meminta jubah.
Meminta sebuah jubah kepada seseorang yang belum
memberikan undangan untuk meminta merupakan suatu penghidupan yang salah.
6.
Jika seorang bhikkhu berkata, “Orang ini
memberikan pelayanan pada para bhikkhu” sambil menunjuk orang tersebut yang
saat itu berada di situ; kemudian, jika pelayan tersebut, dihadapan bhikkhu,
memberikan dana itu kapada orang tersebut dan berkata, “Setelah membeli sebuah
jubah untuk bhante ini, berikan jubah tersebut kepadanya” lalu pergi
meninggalkannya; maka, bahkan tanpa diberitahu, “....telah saya instruksikan,”
sang bhikkhu diperbolehkan meminta sebuah jubah.
Jika sang pelayan saat akan pergi berkata kepada
sang bhikkhu, “Saya akan memberikan dana ini kepadanya, bhante silakan ambil
sebuah jubah” dan kemudian dia pergi atau jika dia mengirimkan seseorang untuk
menginformasikan sang bhikkhu; maka, dikedua kasus ini sang bhikkhu diijinkan
untuk meminta jubah. Walaupun peraturan ini hanya menyebutkan kasus seorang
pelayan (pembawa pesan), jika sang donor sendiri yang langsung membawakan dana
tersebut, maka prosedurnya sama seperti yang telah disebutkan di atas.
7.
“Saya membutuhkan sebuah jubah”
pernyataan ini adalah cara yang benar untuk meminta jubah. Adalah hal yang
dibenarkan untuk mengatakan dengan perkataan dan bahasa yang berbeda selama
mempunyai arti yang sama. Adalah hal yang tidak pernah dibenarkan untuk berkata,
”Berikan saya sebuah jubah atau Bawakan saya sebuah jubah atau Belikan saya
sebuah jubah.”
Pilihan dari kitab komentar Samantapāsādikā
1.
Bukan hanya tidak diperbolehkan untuk
menerima uang bagi diri sendiri, tetapi juga tidak diperbolehkan untuk menerima
uang jika uang tersebut dibawa oleh donor dan dia berkata, “Saya berikan ini
untuk sangha atau untuk membuat taman, pagoda, ruang makan, ataupun yang lainnya.“ Siapapun yang menerima uang untuk orang lain berarti melakukan
pelanggaran Dukkata menurut kitab
komentar Mahapaccariya (kitab
komentar tua yang sudah tidak ada lagi).
2.
Jika seorang bhikkhu menolak untuk
menerima uang dengan berkata, “Tidaklah dibenarkan bagi seorang bhikkhu untuk
menerima ini.” Kemudian, bila sang donor berkata, ‘Saya akan titipkan ini pada seorang
tukang kayu atau pekerja. Bhante hanya mengawasi mereka saja untuk memastikan
pekerjaan mereka dilakukan dengan benar.’ Maka, bila dia memberikan uang
tersebut kepada mereka dan kemudian pergi, hal ini dibenarkan. Jika dia berkata,
‘Saya akan titipkan uang ini pada pekerja saya atau saya akan menyimpannya
sendiri. Apapaun yang bhante inginkan, kirim saja orang kepada saya untuk
mendapatkannya.’ Hal ini juga dibenarkan.
3.
Jika tidak ditujukan pada sangha,
sekelompok orang, atau individu tertentu, tetapi hanya mengatakan, “Kami
berikan emas, perak, dan uang ini untuk pagoda, vihara, atau untuk melakukan
pekerjaan baru,” maka tidaklah dibenarkan untuk menolaknya. Bhikkhu tersebut
harus memberitahukan kappiya-nya
dengan berkata, ‘Inilah yang dikatakan donor.’ Tetapi, jika donor berkata,
“Kami memberikan ini untuk kepentingan pagoda, vihara, atau pekerjaan baru,
bhante tolong ambil dan simpan uang ini.” Maka, sang bhikkhu harus menolaknya
dan berkata, ‘Tidaklah dibenarkan bagi kami untuk mengambil ini.’
Dalam kasus
pertama bhikkhu tidak harus menolaknya karena dia tidak diminta untuk menerima
uang tersebut. Dia tidak dapat melakukan hal apapun kecuali memberitahu kappiya-nya apa yang telah dikatakan
oleh donor. Dia tidak dapat menerima uang tersebut.
4.
Jika seseorang membawa sejumlah besar
emas, perak, atau uang dan berkata, “Ini saya danakan kepada sangha; bhante
gunakanlah empat kebutuhan pokok bhikkhu yang didapat dari dana ini.” Maka,
bila sangha menerimanya, penerimaan itu termasuk pelanggaran dan menggunakan
barang yang didapat dari dana tersebut juga termasuk pelanggaran.
Jika pada saat dana tersebut diberikan pada sangha
ada setidaknya satu orang bhikkhu yang menolaknya dengan berkata, “Hal ini
tidak diperbolehkan,” dan donor langsung pergi sambil berkata, ‘Jika hal ini
tidak diperbolehkan, maka saya akan menyimpannya.’ Kemudian, bhikkhu yang
lainnya tidak boleh berkata pada bhikkhu yang menolak, “Kamu telah menggagalkan
keuntungan bagi sangha” atau hal lainnya yang senada. Siapapun itu yang berkata
demikian kepada bhikkhu tersebut telah melakukan sebuah pelanggaran Dukkata karena dengan penolakan yang
dilakukan bhikkhu tersebut telah menyelamatkan para bhikkkhu yang lainnya dari
melakukan pelanggaran.
Jika semua bhikkhu menolaknya dan berkata, “Hal ini
tidak diperbolehkan” dan kemudian donor berkata, ‘Saya akan memberikannya
kepada seorang kappiya atau kepada
pegawai saya atau menyimpannya sendiri. Kalian hanya menerima dan menggunakan
kebutuhan bhikkhu yang didapat dari dana ini.’ Maka hal ini dibenarkan.
Kitab komentar menjelaskan bahwa metode
yang dijelaskan dalam peraturan ini tidak perlu dipraktekkan oleh semua kappiya. Dijelaskan bahwa ada 10 macam
dan 2 kelas kappiya. Penjelasan
detilnya adalah sebagai berikut:
5.
Jika seseorang mengirimkan seorang
pelayan (pembawa pesan) dengan dana untuk membeli sebuah jubah untuk seorang
bhikkhu, dan bila pelayan tersebut setelah datang kepada bhikkhu yang dimaksud
dan berkata, “Bhante, seseorang telah mengirimkan uang ini untuk membeli sebuah
jubah bagi anda. Tolong terima uang ini.” Maka sang bhikkhu harus menolaknya
dengan berkata, ‘Hal ini tidak diperbolehkan.’ Jika pelayan tersebut kemudian
bertanya, “Bhante, apakah anda mempunyai seseorang yang membantu anda?” Bila
ada seseorang yang melakukan hal tersebut, apakah dia telah ditugaskan oleh
seseorang untuk melakukannya dengan berkata, ‘Kamu berikan pelayanan untuk para
bhikkhu,’ atau jika orang tersebut hanyalah teman atau kenalan sang bhikkhu dan
memberikan pelayanan untuknya. Maka, jika saat itu orang tersebut berada di
sana dan sang bhikkhu menunjuknya dengan berkata, ‘Orang ini memberikan
pelayanan untuk para bhikkhu,’ dan kemudian sang pelayan memberikan dana
tersebut kepada orang yang dimaksud dan berkata, “Setelah membeli sebuah jubah,
berikan pada bhante ini,” lalu dia pergi. Maka, hal ini disebut dengan ditunjuk
oleh bhikkhu dihadapannya. (1)
Tetapi jika orang tersebut saat itu tidak berada di
sana dan sang bhikkhu menunjuknya dengan berkata, “Di suatu desa seseorang yang
bernama Anu memberikan pelayanan pada para bhikkhu.” Maka, bila pelayan
tersebut pergi ke sana dan memberikan dana tersebut kepada orang yang dimaksud
dan berkata, ‘Setelah membeli sebuah jubah, berikan pada bhante Anu,’ lalu dia
harus kembali kepada sang bhikkhu dan memberitahukan hal ini; hal ini disebut
dengan ditunjuk oleh bhikkhu tidak dihadapannya. (2)
Jika seandainya pelayan tersebut tidak datang
kembali kepada sang bhikkhu untuk memberitahunya, tetapi meminta orang lain
untuk memberitahukannya dan orang tersebut berkata, “Bhante, dana untuk membeli
sebuah jubah telah kami berikan kepada orang yang bhante tunjuk. Bhante silakan
ambil sebuah jubah.’ Maka, hal ini disebut dengan jenis kedua yang ditunjuk
oleh bhikkhu tidak dihadapannya. (3)
Tetapi, jika pelayan tersebut sebelum pergi untuk
menemui orang yang ditunjuk sang bhikkhu berkata, “Bhante, saya akan berikan
dana ini kepada orang tersebut, bhante silakan ambil sebuah jubah.” Maka, hal
ini disebut dengan jenis ketiga yang ditunjuk oleh bhikkhu tidak dihadapannya.
(4)
Itulah
empat macam kappiya yang ditunjuk
oleh seorang bhikkhu, satu orang ditunjuk oleh bhikkhu dihadapannya dan tiga
lainnya ditunjuk tidak dihadapannya. Dalam keempat kasus ini, seorang bhikkhu
harus melakukannya tepat seperti yang telah dijelaskan di dalam Rāja-sikkhāpada.
Jika sang bhikkhu telah diminta oleh sang pelayan
dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan di atas dan sang bhikkhu
karena tidak mempunyai seorang kappiya ataupun
tidak mau melakukan penunjukkan berkata, “Saya tidak mempunyai seorang kappiya .” Bila saat itu ada orang yang
datang dan pelayan tersebut memberikan dananya kepada orang tersebut dan
sebelum pergi dia berkata, ‘Mintalah jubah kepada orang ini.’ Maka, hal ini
disebut dengan ditunjuk oleh pelayan dihadapan sang bhikkhu. (1)
Dalam kasus yang lainnya, pelayan tersebut pergi
sendiri ke sebuah desa, memilih seseorang dan mempercayakan dana tersebut
kepadanya. Kemudian, dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan pada
kasus no. 2-4 di atas, yaitu dia kembali dan memberitahukan sang bhikkhu atau
meminta orang lain memberitahukan sang bhikkhu atau sebelum pergi dia berkata,
‘Saya akan memberikan dana ini kepada seseorang yang bernama Anu, bhante silakan
ambil sebuah jubah.’ Maka tiga kasus terakhir ini disebut sebagai ditunjuk oleh
pelayan tidak dihadapan sang bhikkhu. (2, 3, dan 4)
Empat macam kasus ini disebut sebagai kappiya yang ditunjuk oleh seorang
pelayan. Dalam keempat kasus ini, seorang bhikkhu harus melakukannya tepat
seperti yang telah dijelaskan di dalam Penghargaan-Meṇḍaka (lihat di
hal. 2).
Berdasarkan
Penghargaan-Meṇḍaka tidak ada batasan jumlah permintaan yang dapat dilakukan seorang
bhikkhu. Seorang bhikkhu yang belum menyetujui diterimanya dana tersebut, dia
dapat meminta atau berdiri hingga seribu kali untuk menerima kebutuhan bhikkhu yang
diijinkan yang didapat dari dana tersebut. Jika kappiya tersebut tidak memberikannya, maka setelah menunjuk orang
lain sebagai kappiya barunya, kappiya baru tersebut harus dapat
membuat kappiya lama membawakan
kebutuhan bhikkhu yang diminta. (Seorang
bhikkhu tidak boleh membuat dana dipindah tangankan dari satu kappiya ke
kappiya yang lain. Bhikkhu harus memberitahu kepada kappiya baru, “Seseorang telah
meninggalkan dana untuk jubah pada Bapak/Ibu Anu dan saya membutuhkan
jubah.”) Jika bhikkhu tersebut
menginginkannya, dia dapat memberitahukan sang donor, tetapi dia tidak harus
melakukannya bila tidak menginginkannya.
Jika sang
bhikkhu telah ditanya oleh sang pelayan dengan cara yang sama seperti yang
telah dikatakan di atas dan sang bhikkhu menjawab, “Saya tidak mempunyai
seorang kappiya;” kemudian, jika
seseorang yang hadir saat itu mendengar hal itu dan berkata, ‘Teman bawa itu ke
sini, saya akan membelikan sebuah jubah dan memberikannya kepada bhante itu;’
kemudian, jika sang pelayan berkata, ‘Jika demikian, baiklah teman, kamu tolong
berikan’ dan setelah memberikan dananya pada orang tersebut, tanpa memberitahu
sang bhikkhu dia langsung pergi (tanpa memberitahu sang bhikkhu untuk meminta
jubah dari orang tersebut). Hal ini disebut menjadi kappiya dengan ucapannya sendiri.
Dalam kasus yang
lain, jika sang pelayan memberikan dananya kepada sembarang orang dan
menginstruksikannya, “Tolong kamu berikan sebuah jubah untuk bhikkhu Anu” dan
kemudian pergi, maka hal ini disebut menjadi seorang kappiya akibat ucapan orang lain.
Dua jenis yang
terakhir disebut kappiya yang tidak
ditunjuk. Dalam hal ini seorang bhikkhu harus menerapkan hal yang sama seperti
kepada orang lain (bukan saudara) atau orang yang belum memberikan undangan
untuk meminta kebutuhan bhikkhu. Jika mereka sendiri yang datang membawakan dan
memberikan sebuah jubah, maka jubah tersebut dapat diterima. Jika mereka tidak
melakukannya, seorang bhikkhu tidak boleh berkata sepatah kata pun tentang hal
itu.
Walaupun di
peraturan hanya menjelaskan tentang pelayan yang membawakan dananya, jika sang
donor sendiri yang datang atau itu merupakan dana untuk makanan atau kebutuhan
yang lainnya, maka prosedurnya sama dengan yang telah dijelaskan di atas.
4. Rupiya-Samvohara-sikkhāpada: jika seorang bhikkhu terlibat dalam kegiatan pertukaran dalam bentuk apapun dari emas,
perak, atau uang, dia telah melakukan pelanggaran Nissaggiya Pācittiya.
Rupiya-samvohara-sikkhāpada
melarang penerimaan emas, perak, atau uang. Peraturan ini melarang penukaran emas, perak,
atau uang dengan hal lain yang terbuat dari emas atau perak (seperti perhiasan),
atau untuk barang-barang lainnya yang diperbolehkan (seperti jubah, mangkuk,
atau kebutuhan lainnya). Aturan ini juga
melarang penukarn kebutuhan bhikkhu yang diperbolehkan ataupun benda yang
terbuat dari emas atau perak, dengan emas atau perak.
Kitab komentar Samantapāsādikā memberikan penjelasan
dengan sebuah contoh yang disebut “Empat macam mangkuk yang tidak diperbolehkan.”
Bunyinya adalah sebagai berikut:
Untuk menunjukkan besarnya
kesalahan dalam melakukan pelanggaran ini, ‘Empat macam mangkuk yang tidak
diperbolehkan’ harus dijelaskan. Jika seorang bhikkhu setelah menerima uang,
menggunakannya untuk membeli bijih besi dan membuatnya menjadi besi, lalu
membuatnya menjadi sebuah mangkuk; maka,
mangkuk ini disebut sebagai ‘sebuah mangkuk yang sangat tidak diperbolehkan’
karena tidak ada satu cara pun yang dapat membuat mangkuk tersebut menjadi
diperbolehkan. Jika mangkuk tersebut dihancurkan dan dibuat menjadi cangkir,
cangkir tersebut juga tidak diperbolehkan. Jika mangkuk tersebut dibuat menjadi
pisau, maka tusuk gigi yang dibuat menggunakan pisau tersebut juga menjadi
tidak diperbolehkan. Jika mangkuk tersebut dibuat menjadi mata kail, maka
bahkan ikan yang ditangkap menggunakan mata kail tersebut menjadi tidak
diperbolehkan. Jika seorang bhikkhu ingin memanaskan pisau yang terbuat dari
mangkuk tersebut dan mencelupkannya ke air atau susu dan kemudian
menghangatkannya, maka air atau susu tersebut juga menjadi tidak diperbolehkan.
Jika seorang bhikkhu setelah
menerima uang, menggunakannya untuk membeli mangkuk yang telah jadi; maka,
mangkuk tersebut menjadi tidak diperbolehkan. Dikatakan dalam kitab komentar Mahapaccariya bahwa “Mangkuk tersebut
tidak diperbolehkan untuk semua bhikkhu, bhikkhuni, sāmaṇera, sāmaṇerī, ataupun sikkhamānā[2].” Mangkuk tersebut dapat dikembalikan statusnya
menjadi mangkuk yang diperbolehkan [agar dapat digunakan kembali] bila bhikkhu
yang membelinya mengembalikan mangkuk tersebut ke tempat dia membelinya dan
mengambil uangnya kembali. Bila suatu saat mangkuk itu diperoleh dengan cara
yang benar, maka mangkuk itu diperbolehkan untuk digunakan.
Jika seorang bhikkhu setelah
menerima uang lalu pergi ke toko penjual mangkuk bersama kappiya-nya dan setelah melihat-lihat mangkuk dia berkata, “Saya
menyukai mangkuk ini” dan sang kappiya
membelinya. Maka, walaupun mangkuk tersebut diperoleh dengan perkataan/ucapan
yang diperbolehkan (cara yang benar), mangkuk tersebut tetap tidak bisa
digunakan karena kesalahan awal sang bhikkhu yang menerima uang. Hal ini tidak
berbeda dengan contoh yang kedua. Mengapa mangkuk tersebut tidak diperbolehkan
untuk bhikkhu yang lain juga? Hal ini disebabkan uang tersebut tidak
dilepaskan/dibuang terlebih dahulu (berdasarkan peraturan Vinaya di hadapan sangha).
Jika seorang bhikkhu belum
menerima uang tersebut dan donor memberikannya kepada kappiya lalu memberitahunya, “Setelah membeli mangkuk, berikan mangkuk
tersebut pada sang Thera.” Maka, jika sang kappiya
dan bhikkhu yang dimaksud pergi ke toko mangkuk dan setelah melihat mangkuk
yang cocok, sang bhikkhu berkata, ‘Ambil uang ini dan berikan [mangkuk] ini
padaku.’ Itu berarti sang bhikkhu mengambil mangkuk tersebut setelah membuat
uang tersebut diserahkan. Maka, mangkuk tersebut tidak dapat digunakan hanya
oleh bhikkhu tersebut karena dia mengatur pembeliannya dengan cara yang salah;
tetapi mangkuk tersebut dapat digunakan oleh bhikkhu yang lain karena pada
awalnya uang tersebut tidak diterima oleh sang bhikkhu.
Empat macam mangkuk di atas
adalah mangkuk yang tidak diperbolehkan. Anuruddha Thera yang merupakan guru
dari Mahasuma Thera mempunyai mangkuk yang demikian, maka dia isi dengan ghee (mentega yang dijernihkan) dan dia
serahkan/lepaskan kepada sangha. Murid dari Tipiṭaka Cūlanāga Thera juga
mempunyai mangkuk yang demikian dan sang Thera membuat mangkuk tersebut diisi
dengan ghee dan diserahkan di hadapan sangha.
Jika seorang bhikkhu belum
menerima uang tersebut dan donor memberikannya kepada kappiya lalu memberitahunya, “Setelah membeli mangkuk, berikan
mangkuk tersebut pada sang Thera.” Kemudian, jika sang kappiya dan bhikkhu yang dimaksud pergi ke toko mangkuk dan setelah
melihat mangkuk yang cocok, sang bhikkhu berkata, ‘Saya menyukai yang ini’ atau
‘Saya akan mengambil yang ini’ dan sang kappiya
membelinya; maka, mangkuk tersebut diperbolehkan dan bahkan Sang Buddha
akan menggunakannya.
Jika
seorang bhikkhu menerima emas, perak, atau uang; maka menurut peraturan Vinaya, dia pertama-tama harus
menyerahkan barang-barang yang tidak diperbolehkan tersebut di hadapan bhikkhu
sangha dan kemudian mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Jika dia telah
membeli sesuatu dengan emas, perak, atau uang tersebut, maka barang yang telah
dibelinya tersebut juga harus diserahkan dan kemudian mengakui kesalahannya.
Jika pada saat penyerahan ada seorang umat, maka diperbolehkan untuk
menjelaskan kepadanya apa yang telah terjadi. Jika orang tersebut mengambil
uang [atau barang yang diserahkan] tersebut dan bertanya, “Apa yang saya harus
dapatkan dengan ini?” Maka, dia dapat diberitahu, ‘Barang-barang Anu
diperbolehkan (ghee, mentega, dan lain-lain).
Dia tidak boleh diberitahu, ‘Beli Anu.’ Bila orang tersebut membelanjakannya
untuk sesuatu yang diperbolehkan dan memberikannya kepada sangha, maka semua
bhikkhu, kecuali bhikkhu yang menerima uang, dapat menggunakannya. Jika tidak
ada seorang umat yang hadir, maka sangha dapat menunjuk seorang bhikkhu [yang
dapat dipercaya] untuk membuang uang tersebut.
Sang
Buddha tidak pernah menjelaskan metode yang dapat membuat bhikkhu yang telah
menerima uang atau membeli sesuatu dengan uang tersebut dapat juga menerima
manfaatnya. Tetapi, bila uang tersebut diserahkan berdasarkan peraturan Vinaya, maka anggota sangha yang lainnya
dapat menerima manfaatnya. Jika barang atau uang tersebut tidak diserahkan,
maka tidak ada satu pun bhikkhu atau sāmaṇera yang dapat menggunakan barang tersebut.
Jika
seorang bhikkhu tidak menyerahkan atau membuang uang atau barang yang dibelinya
dengan uang tersebut, maka seberapa banyak pun dia mengakui kesalahannya,
bhikkhu tersebut dinyatakan masih memiliki atau belum terbebas dari kesalahan
tersebut. Kemudian, bila dia mendengarkan pembacaan Patimokkha atau menyatakan kemurniannya, maka dia juga berarti
telah melakukan pelanggaran berbohong dengan
sadar. Patimokkha menyatakan:
“Bhikkhu apapun yang setelah ditanya sampai dengan tiga kali dan
mengetahui bahwa dia telah melakukan kesalahan dan belum sempat mengakui
kesalahannya, dia adalah seorang yang telah berbohong dengan sadar (sengaja).
Para Bhikkhu, berbohong secara sengaja telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi
sebagai rintangan untuk pencapaian [spiritual].
Saat
ini ada banyak metode yang para bhikkhu gunakan untuk mengumpulkan uang dan
menggunakan dana yang besar. Jika anda seorang bhikkhu, anda akan menemui
cara-cara yang berbeda di vihara-vihara yang berbeda. Sebagian besar dari
metode yang digunakan tidak mengikuti prosedur seperti yang diatur di dalam Vinaya. Hal terbaik adalah menghindari
untuk melakukan hal-hal yang dipertanyakan dan diragukan, dan melakukannya
sesuai dengan prosedur yang telah diberikan di dalam Vinaya.
Sebagai
contoh, Vinaya tidak menginstruksikan
seorang bhikkhu untuk mengajari umat - ketika mereka ingin berdana uang -
bagaimana cara yang benar untuk berdana kebutuhan bhikkhu yang diperbolehkan. Vinaya menginstruksikan bahwa jika uang
yang akan didanakan kepada bhikkhu dibawa dengan tujuan yang tidak murni, maka
seorang bhikkhu tidak dapat menunjuk seorang kappiya (lihat bagian sebelumnya). Tidak ada cara untuk membuat
pemberian uang menjadi diperbolehkan. Uang tidak pernah dapat dimiliki oleh
seorang bhikkhu. Bhikkhu tidak boleh mengatakan apa yang harus dilakukan dengan
uang dana untuk kebutuhan bhikkhu, dia hanya dapat meminta kebutuhannya.
Bagian-bagian ini sangat halus/dalam dan kebanyakan bhikkhu tidak mengerti,
baik itu dikarenakan kurangnya belajar, tradisi, atau pengaruh keserakahan yang
halus terhadap dana tersebut.
Bila
demikian, bagaimana seorang bhikkhu yang tidak menerima uang bisa mendapatkan
kebutuhannya? Ada beberapa cara yang diijinkan oleh Sang Buddha untuk
mendapatkan kebutuhan bhikkhu. Cara termudah adalah meminta dari seseorang
saudara [harus ada hubungan darah, dapat tujuh keturunan ke atas ataupun ke bawah]
atau orang yang telah memberikan undangan untuk meminta kebutuhannya.
Normalnya, seorang bhikkhu tidak dapat meminta kebutuhannya dari seseorang yang
bukan saudaranya atau belum mengundangnya. Melakukan hal tersebut disebut
sebagai penghidupan salah. Namun demikian, jika seorang bhikkhu sedang sakit,
maka dia dapat meminta obat atau makanan dari siapapun. Begitu juga bila jubah
atau mangkuknya dicuri atau hancur, dia dapat memintanya kepada siapa saja
(lihat Nissaggiya Pācittiya no. 6 dan
21). Seorang bhikkhu juga bisa meminta bantuan tenaga atau meminjam peralatan.
Dia dapat meminta seseorang untuk membawakan air dari tempat umum seperti
sungai atau waduk, tetapi dia tidak dapat meminta air minum milik pribadi dari
rumah seseorang. Seorang bhikkhu juga dapat mengambil kayu, batu, atau bahan
bangunan lainnya dari tempat yang tidak bertuan jika diperbolehkan oleh hukum
[setempat].
Sebelum
ditahbiskan sebagai seorang bhikkhu atau sāmaṇera, seseorang
dapat mengatur sebuah tabungan untuk memenuhi kebutuhannya saat dia menjadi
seorang bhikkhu atau sāmaṇera.
Dana tersebut dapat di titipkan pada seorang saudara atau teman dan mereka
harus diberitahu untuk memberikan kebutuhannya setelah dia ditahbiskan. Bhikkhu
atau sāmaṇera yang baru
ditahbiskan dapat meminta kebutuhannya dari orang yang memegang dana tersebut
bila dia adalah saudara sedarah, bhikkhu atau sāmaṇera harus
mendapatkan undangan terlebih dahulu sebelum dia dapat meminta dari temannya.
Hal ini harus dijelaskan ke teman tersebut sebelum pentahbisan.
Saat
seorang pria telah ditahbiskan, jika dia memiliki uang di bank yang dimilikinya
ketika dia masih sebagai umat awam, maka dia tidak dapat mengatur penggunaan
uang tersebut untuk keuntungan pribadinya. Dia dapat membiarkan uang tersebut
di bank sampai dia lepas jubah dan tidak menggunakannya selama dia masih dalam
status seorang bhikkhu atau sāmaṇera. Alternatif lain adalah, dia dapat memberikan
uang tersebut pada orang tuanya, saudaranya, atau temannya untuk digunakan,
tetapi tidak dapat diberikan pada bhikkhu, sāmaṇera, ataupun
vihara.
Penerimaan
dan penggunaan uang pensiun ketika seseorang dalam status sabagai bhikkhu atau sāmaṇera juga tidak
diperbolehkan. Mereka yang berharap untuk mengisi hari tuanya sebagai seorang
anggota sangha harus mengatur uang pensiunnya sebelum dia ditahbiskan.
Peraturan tentang uang adalah hal
yang komplek untuk dijelaskan,
tetapi tidaklah sulit untuk
dipraktekkan;
hal yang perlu dilakukan oleh
seorang bhikkhu adalah menolak menerima uang.
Bagi mereka yang
menjalankan peraturan dengan tulus, mereka akan mendapatkan pengertian Dhamma
yang mendalam. Mereka akan dapat merealisasi buah dari Vinaya yang tidak ditemukan dalam tulisan dari aturan tersebut;
tetapi, yang terkandung dalam hati mereka yang mempraktekkannya.
-ooOoo-
Ovada Patimokkha Dhammaceti
Kesabaran
adalah latihan tertinggi,
Para
Buddha berkata Nibbāna adalah Dhamma tertinggi,
Dia yang
melukai orang laing bukanlah bhikkhu,
Dia yang
menyiksa orang laing bukanlah bhikkhu.
Tidak
melakukan kejahatan,
Mengembangkan
kualitas-kualitas yang baik,
Memurnikan
pikirannya,
Inilah
Ajaran semua Buddha.
Tidak
menyiksa, menghina, atau melukai orang lain,
Terkendali
sesuai dengan peraturan Patimokkha,
Tidak
makan berlebihan,
Tinggal
di tempat yang sunyi, dan
Berusaha
untuk mencapai konsentrasi,
Inilah
Ajaran semua Buddha.
-ooOoo-
[1]
Di peraturan ini hanya terkait emas
dan perak (uang), tetapi di peraturan berikutnya no. 20, semua jenis pertukaran
termasuk jubah dan bahkan tusuk gigi adalah pelanggaran Nissaggiya Pācittiya. Untuk penjelasan lebih detil harus diberikan
pada artikel yang berbeda karena
artikel ini hanyalah terjemahan.
[2] Masa percobaan bagi seorang sāmaṇerī sebelum ditabhiskan menjadi seorang bhikkhuni.
Terima kasih atas ulasan dan pencerahan daru Bhante diatas, memang sdh seyogianya seorang Bhikkhu harus bisa melepaskan diri dari keterikatan kepada hal hal yg bersifat keduniawian. Sy pribadi terkadang juga bisa risih melihat semakin banyaknya bhikkhu yg jalan jalan ke mall, makan di restoran mewah sekalipun bersama sama dgn umat. Terkadang Bhikkhu malah lbh tau tempat makan yg mewah dan enak dibandingkan dgn umatnya. Akhirnya banyak timbul pikiran skeptis dari umat bhw hanya org berpunya yg mampu mengikuti ajaran Buddha. Sy pribadi pernah berkunjung ke sebuah vihara Theravada di Medan dgn tujuan berniat mendaftar utk mengikuti acara persembahan jubah ke Bhikkhu, tp selama bbrp hari tdk berhasil bertemu seorang bhante pun di vihara tsb dikarenakan Bhante yg di vihara tsb setiap hari di bawa umat makan ke luar vihara. Saat ini semakin banyak bhikkhu yg di manja oleh para umat nya dgn segala kemewahan sehingga prinsip dasar menjadi seorg Bhikkhu akhirnya menjadi kabur. Semoga tulisan Bhante bisa disebar luas agar kemurnian ajaran Buddha bisa dilanjutkan. Sadhu Sadhu Sadhu
BalasHapusperhatian :::::
BalasHapusKami adalah bersertifikat, dapat dipercaya, handal, efisien,
dinamis dan cepat handal, bekerja sama pemodal untuk real estate dan segala jenis pembiayaan usaha
kami mengeluarkan pinjaman jangka panjang
Jumlah pinjaman maksimum kita meminjamkan adalah 500.000.000.
Kami menawarkan jenis pinjaman dan banyak lagi:
Pinjaman Pribadi (pinjaman tanpa jaminan)
Kredit Usaha (pinjaman tanpa jaminan)
Pinjaman Konsolidasi
Kombinasi kredit
Perbaikan Rumah
Silakan, jika Anda suka dan minat dalam penawaran keuangan kami,
Silahkan hubungi kami
melalui e-mail zenithloanlimited@gmail.com
Bhikkhu ini telah ssalah membabarkan Dhamma.
BalasHapusBhikkhu ini telah ssalah membabarkan Dhamma.
BalasHapusAduh... tulisan begitu panjang dan ternyata memfitnah Buddha. Karena, Bhante telah salah dan memfitnah Buddha. Sutta dan Vinaya menyebutkan JATARUPARAJATA adalah "Emas dan Perak". Kalian memfitnah Buddha dengan menerjemahkannya menjadi "Uang". Apa yang tidak dikatakan oleh Buddha sebagai dikatakan oleh Buddha, maka kalian telah memfitnah Buddha. Buddha memperkenankan Samana menerima "Emas dan Perak" dengan syarat menggunakan "Kappiya". Jika emas dan perak diterima Bhikkhu tanpa kappiya, maka Bhikkhu boleh memakai gelang emas dan gelang perak atau perhiasan lainnya dan itu merupakan noda bagi pertapa.Jadi, mengapa merubah terjemahan asli "emas dan perak" menjadi uang ? Mengapa ?
BalasHapus
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut