Rabu, 28 Maret 2012

Tujuan Hidup Ini




Apakah anda pernah merenung tentang tujuan hidup ini? Apakah hidup ini hanya sekali? Setelah meninggal, jadi tanah (abu), dan kemudian selesai. Apakah ada kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan ini? Bila ada, dahulu anda terlahir sebagai apa? Di masa yang akan datang anda akan terlahir sebagai apa? Di mana? dan sebagainya.  Apakah hal-hal yang disebutkan di atas tidak pernah terpikirkan oleh anda? Bila demikian, pasti anda tidak takut akan kematian.
Apakah tujuan hidup anda hanya untuk: menjadi orang kaya, menjadi orang terkenal, menjadi orang besar (penguasa: presiden, raja, dll.)? Apakah hanya untuk makan makanan yang lezat, memenuhi kebutuhan biologis (seksual), dan memiliki banyak keturunan? Bila pernyataan di atas benar, maka maaf, anda tidak ada bedanya dengan seekor singa (hewan). Lihatlah seekor Singa (rajanya para hewan), tujuannya adalah menjadi singa No. 1. Dengan demikian, dia akan mempunyai area yang luas sehingga dapat memudahkannya untuk mencari mangsa (makan) dan dapat memiliki banyak singa betina untuk memuaskan kebutuhan biologisnya dan mendapatkan banyak keturunan. Bahkan untuk mewujudkan hal ini, terkadang dia membunuh anak laki-lakinya. Tujuan hidup di atas bukanlah tujuan yang tepat dari hidup ini, karena tidak akan memberikan anda kebahagiaan sejati (terbebas dari penderitaan). Mari kita tinjau satu-per-satu.

Ingin Menjadi Orang Kaya?
Hal ini sangatlah umum, hampir setiap anak kecil bila di tanya, kamu ingin jadi apa? Jawabannya adalah saya ingin jadi orang kaya. Mungkin anda mengenal Bill Gates, pemilik perusahaan perangkat lunak komputer yang sangat terkenal. Beliau adalah salah satu orang terkaya di bumi ini. Apakah dia bahagia dengan menjadi orang kaya? Pada tahun +/- 1998an, saat Indonesia terkena krisis ekonomi, beliau memiliki +/- 1 milyar lembar saham Microsoft dengan harga sekitar US$ 100-110 per lembar. Coba kalikan dengan nilai rupiah yang saat itu kira-kira sekitar 13.000 – 15.000 per US$. Bingungkan, banyak sekali angka nol-nya? Punya satu trilyun saja sudah sulit membayangkannya, kapan anda bisa mendapatkan uang sebanyak itu, iya kan? Tetapi manusia tidaklah pernah puas, begitu juga dengan Bill Gates. Dia terus bekerja untuk menjadi lebih kaya lagi dan lebih kaya lagi. Saat itu, perusahaannya juga dirundung masalah, karena dianggap melakukan praktek monopoli. Selain sibuk dengan pekerjaannya, dia juga sibuk harus pergi menghadiri sidang di pengadilan bersama pengacaranya. Dia menggunakan pengacara terkenal dengan tarif +/- US$ 2.000/jam. Apakah hidup yang seperti demikian dapat dikatakan sebagai hidup yang membahagiakan? Benar uang sangatlah diperlukan untuk hidup, tetapi uang yang banyak tidak dapat menjamin anda untuk dapat hidup bahagia.
Ini adalah kisah nyata dari seorang perumah tangga yang saya cukup kenal. Mereka hidup sangat berkecukupan. Namun demikian, mereka menjalankan kehidupannya dengan sederhana. Saat muda mereka dibesarkan dalam keadaan keluarga yang bisa dikatakan kekurangan. Akan tetapi, pasangan ini adalah pasangan yang sangat rajin bekerja dan juga suka menabung, selain cerdik. Sehingga usahanya menjadi cepat maju dan besar. Dari kemajuan usahanya inilah mereka bisa membeli beberapa mobil, rumah, ruko, tanah, emas murni, dll. Karena cerdas dan berpandangan ke depan, maka mereka pun tidak lupa untuk membeli asuransi untuk melindungi harta bendanya dan pendidikan anak-anaknya. Sang suami dengan kecerdasannya, belajar berbagai macam hal, mulai dari bidang ekonomi, fisika, kimia, biologi, elektronik, kelistrikan, sampai masalah hukum.  Dengan demikian, beliau bisa menyusun surat-surat kontrak untuk negosiasi bisnisnya sendiri.
Suatu hari mereka mengetahui bahwa sarang burung walet mempunyai harga jual yang bagus dan beberapa kenalannya memilikinya. Maka pasangan ini pun mendambakan untuk memilikinya dan mereka kemudian membuat bangunan yang sangat kokoh untuk mencapai tujuannya. Mereka berharap suatu saat bila mereka sudah tua, mereka tidak perlu bekerja lagi dan tinggal menikmati hasil dari sarang waletnya dan uang kontrak dari beberapa properti yang dimilikinya. Tetapi siapa yang bisa meramal masa depan? Begitupun mereka, ramalannya meleset, sudah sekian lama bangunan walet miliknya tetap kosong, walaupun banyak burung yang masuk tetapi tidak pernah bersarang. Namun demikian, mungkin mereka mempunyai karma baik yang cukup banyak dari kehidupan masa lalunya. Salah satu rumahnya yang berada di kota lain (tidak ditinggalinya lagi) diisi oleh burung walet. Mengetahui hal ini, maka mereka pun menjadi sangat bahagia. Semua berjalan lancar dan setelah beberapa saat mereka pun mulai bisa memanen hasilnya. Tetapi tak lama setelah itu, hal baru yang tidak diharapkan pun muncul. Seperti kata pepatah, “semua orang ingin kebagian kue,” walaupun mereka tidak berhak mendapatkannya. Rumah walet tersebut dimasuki oleh pencuri dan pernah juga terjadi kebakaran kecil (yang katanya kemungkinan dilakukan dengan sengaja oleh orang yang sirik pada mereka). Kejadian ini terjadi pada saat mereka sudah pensiun dari usahanya dan cukup berumur, sehingga tidak memungkinkan mereka sering-sering pergi bolak-balik untuk mengunjungi sarang walet tersebut. Sehingga sekarang sarang walet tersebut menjadi pembawa penderitaan bagi mereka.
Dengan pertimbangan yang masak, mereka putuskan untuk menjualnya. Dan setelah itu beban mereka karena rasa khawatir terhadap sarang burung walet tersebut pun hilang. Di sini terlihat jelas, bahwa semakin banyak beban (termasuk harta benda) yang seseorang harus tanggung (miliki), maka semakin besar pula penderitaannya. Begitu beban itu dilepaskan, maka penderitaan pun ikut terlepas. Oleh karena itu, Sang Buddha mengajarkan umatnya untuk berlatih melepas. Hal ini Beliau berikan contoh secara langsung yaitu dengan meninggalkan istananya. Setelah Beliau tercerahkan pun, Beliau tidak mau untuk kembali menjadi raja. Bukankah bila Beliau menjadi raja, maka pengikutNya akan menjadi semakin banyak? Hal ini mungkin benar, tetapi perlu diingat, tujuan Beliau adalah bukan untuk mencari banyak pengikut atau menjadi pemimpin yang terkenal, melainkan untuk membantu (bukan menyelamatkan) orang lain keluar dari penderitaan. Selain itu, keinginan untuk menjadi raja, orang kaya, dll., timbul karena pandangan salah dan keserakahan, sedangkan Beliau telah terbebas dari keduanya.

Ingin Menjadi Terkenal?
Apakah anda mengenal Michael Jackson dan Lady Diana? Jangankan orang dewasa, anak SD & SMP saja tahu tentang mereka. Bagaimana dengan raja musik Rock ‘n’ Roll, Elvis Presley?  Bagaimana dengan penyanyi group band legendaris dari Inggris yang sampai sekarang musiknya masih digandrungi oleh hampir semua kalangan (The Beatles), yaitu John Lennon? Anda pasti mengenal mereka semua bukan atau setidaknya pernah mendengar nama besarnya? Apakah anda mengetahui bagaimana mereka meninggal? Ya, semuanya meninggal dengan cara yang tidak wajar, ada yang  dikarenakan oleh kelebihan (over) dosis obat, kecelakaan kendaraan (katanya dibunuh), & ditembak. Mereka bukan hanya terkenal tetapi juga memiliki kekayaan yang luar biasa. Untuk berjalan di tempat umum saja sangat sulit, karena penggermarnya selalu mengejar-ngejar mereka. Kematian mereka yang tragis menunjukkan dengan jelas bahwa hidup mereka sebagai orang terkenal tidaklah bahagia. Apakah anda ingin seperti mereka? Rasanya hal itu tidaklah perlu dijawab bukan?
Tetapi bagaimana dengan kenyataannya? Semua orang berlomba-lomba ingin menjadi terkenal, karena mereka berpikir bahwa dengan menjadi terkenal maka hidupnya akan bahagia. Banyak sekali yang ingin menjadi artis sinetron, bintang film, penyanyi, penari, dan yang lainnya. Tidak sedikit yang menempuh jalan yang tidak pantas untuk memwujudkan impiannya untuk menjadi artis, bahkan sampai mengorbankan harga dirinya. Begitu juga bagi artis yang sudah terkenal, mereka terus berusaha untuk mempertahankan keberadaannya. Banyak dari mereka yang membuat sensasi yang diluar batas norma-norma yang berlaku. Bukannya menjadi semakin terkenal, malah ada yang karirnya menjadi hancur. Bahkan ada yang sampai masuk penjara. Bukankah hal itu merupakan suatu tindakan yang sangat bodoh dan memalukan? 
Tahukah anda film yang banyak dikagumi kaula muda khususnya kaum pria? Ya, beberapa diantaranya adalah James Bond, Rambo, dan Commando. Mari tinjau lebih dalam salah satunya, ambil saja film James Bond. Dalam film ini, pemeran James Bond digambarkan sebagai sesosok pria yang tampan, gagah, pandai dalam berkelahi dan menembak, berjudi, dan merayu wanita (termasuk mempermainkannya). Dia dilengkapi dengan alat-alat teknologi yang sangat canggih, menggunakan pakaian bagus dan mewah, serta mengendarai mobil tercanggih. Bila dilihat sepintas lalu, pria muda mana yang tidak mengidolakan tokoh James Bond ini. Semua yang diinginkan oleh seorang pria dimilikinya. Namun demikian, bila kita tinjau baik-baik berdasarkan norma-norma kemanusiaan yang berlaku secara umum di masyarakat (atau Pancasila Buddhis), James Bond melakukan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut hampir disetiap saat. Mulai dari membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong, dan mabuk-mabukan. Jika demikian, apakah sosok yang demikian layak untuk dijadikan panutan bagi para kaum pria? Semoga tidak ada wanita yang menyukai James Bond (si peleceh perempuan). Kaum perempuan pun tidak terbebas dari hal yang serupa. Banyak dari mereka  yang mengagumi tokoh wanita yang sama buruknya dengan James Bond.
Pencitraan sesosok tokoh idola yang salah seperti di atas bukan hanya terjadi di negara-negara Barat, tetapi juga terjadi di negara-negara Timur. Pernah dengar film “Dewa Judi atau God of Gamblers”? Film ini muncul di era 80an, tetapi ternyata masih sangat populer hingga saat ini.[1] Sosok pemeran utama dalam film ini juga tidak jauh berbeda dengan James Bond, tinggi, gagah, tampan, pandai berkelahi & menembak, suka mabuk-mabukan, dan selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Bila menang berjudi maka dia akan senang-senang sambil minum minuman keras. Bila kalah dalam berjudi, dia juga mabuk-mabukan. Tak segan-segan untuk melakukan perkelahian hingga pembunuhan guna menjaga reputasinya. Pencitraan yang salah ini, bukannya membawa kebahagiaan melainkan penderitaan, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang. Hal ini dapat terjadi karena kekeliruan, halusinasi, dan kebodohan.

Ingin Menjadi Orang Besar (Penguasa)?
Apakah anda mengenal Alexander Agung (Alexander The Great, 20/21 Juli 356 SM – 10/11 Juni 323 SM), Julius Caesar (100-44 SM), dan Cleopatra (Januari 69 SM – 12 Agustus 30 SM)? Ya, mereka adalah para penguasa di jaman yang telah lampau. Mungkin banyak yang tidak mengenalnya. Mereka meninggal ketika relatif dalam usia yang masih muda, yaitu sekitar 30 – 50an tahun, masing-masing karena sakit (ada dugaan karena dibunuh), dibunuh, dan bunuh diri.[2] Lihatlah sosok penguasa yang belum lama (belasan tahun yang lalu) digulingkan dan merupakan pemimpin negara tetangga kita. Ya, dia adalah Ferdinand Marcos, bekas penguasa Negara Philippina. Bagaimana dengan mantan penguasa Indonesia, negara kita sendiri, Bung Karno dan Pak Harto? Mereka turun dari kekuasannya juga karena dipaksa. Apakah anda pikir mereka dapat hidup dengan tenang dan bahagia di akhir hayatnya? Bagaimana dengan Presiden kita saat ini, Pemimpin Libya, Presiden Amerika Serikat, dll? Banyak sekali urusan yang harus dikerjakannya dan mungkin tidur pun tidak bisa nyenyak. Banyak dari para pemimpin dunia menggunakan mobil anti peluru.  Apakah hal itu sebagai pertanda kebahagiaan? Tentu jawabannya adalah TIDAK.
Namun demikian, banyak sekali orang yang tidak menyadari hal ini, bukan cuma di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Lihatlah di negara kita yang tercinta ini, tahukah anda berapa jumlah partai politik yang kita miliki? Banyak sekali, mungkin anda tidak hafal semuanya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena setiap orang ingin menjadi penguasa, dan kendaraan yang tercepat untuk membawanya jadi penguasa adalah partai politik. Seperti anda semua ketahui, tidak ada partai politik yang bersih atau mungkin bisa juga dikatakan bahwa tidak ada politikus yang bersih. Mereka (pihak oposisi) selalu berusaha menjatuhkan pihak yang sedang berkuasa untuk merebut kekuasaannya. Dengan dalih ingin mensejahterakan rakyat, bukannya mendukung/membantu partai penguasa, pihak oposisi selalu membuat masalah kecil menjadi masalah besar. Semua itu adalah manifestasi dari keserakahan. Oleh karena itu, dengan jalan ini, anda juga tidak akan pernah menemukan kesejahteraan dan kedamaian sampai kapanpun.

Ingin Memiliki Banyak Keturunan?
Hal ini sesuai dengan prinsip para nenek moyang kita yang mengatakan bahwa “banyak anak, banyak rejeki”? atau bisa diartikan sebagai penyebab kebahagiaan. Sekarang, ternyata tidak banyak lagi orang yang setuju dengan prinsip tersebut. Bahkan bila ada yang masih mempunyai pandangan seperti itu, mungkin akan dianggap sebagai pandangan orang yang tidak normal. Saat ini kehidupan semakin keras, biaya hidup semakin tinggi, dan uang lebih sulit didapat. Para perumah tangga biasanya hanya mempunyai 1 atau 2 orang anak saja. Di negara Jerman dan Singapura, bahkan banyak pasangan yang memilih untuk tidak mempunyai anak. Perlu diketahui, untuk mencegah terjadinya kekurangan penduduk, pemerintah Singapura bahkan bersedia memberikan bonus kepada keluarga yang ingin mempunyai anak. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan hidup ini juga bukan hanya sekedar untuk mempunyai keturunan, karena hal itu tidaklah menjamin tercapainya kebahagiaan.
Sehubungan dengan prinsip banyak anak di atas, ada sebuah cerita menarik dari Dhammapada, syair No. 213. Syair ini diucapkan Sang Buddha sehubungan dengan kesedihan Visākhā (penyokong utama wanita yang merupakan pendonor vihara Pubbārāma) yang disebabkan oleh kehilangan salah satu cucu kesayangannya.
Suatu hari salah satu cucu kesayangan Visākhā yang bernama Sudattā meninggal dunia dan dia merasa sangat sedih sekali. Kemudian ia pergi untuk menemui Sang Buddha di vihara Jetavana, Sāvatthi[3]. Saat Sang Buddha  bertemu dan melihatnya menangis, Beliau bertanya, “Apakah engkau ingin mempunyai keturunan (cucu) sebanyak penduduk kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya menginginkannya. Kemudian Sang Buddha bertanya kembali, “Visākhā, tahukah kamu bahwa banyak penduduk yang meninggal setiap harinya di kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya mengetahuinya. Sang Buddha pun berkata, “Jika kamu menganggap mereka yang meninggal tersebut seperti cucumu sendiri, kamu tidak akan pernah berhenti bersedih dan menangis. Jika demikian, masihkah kau menginginkan untuk memiliki cucu sebanyak penduduk Sāvatthi?” Visākhā pun tersadar dan dia berkata bahwa dia tidak menginginkan cucu lagi. Kemudian Sang Buddha berkata lagi, “Jangan biarkan kematian cucumu terlalu mempengaruhimu. Kesedihan (karena kehilangan) dan ketakutan (akan kehilangan) muncul karena rasa sayang.”  Setelah selesai menasihati Visākhā, Sang Buddha mengucapkan syair Dhammapada #213: Raya sayang mengakibatkan kesedihan, rasa sayang mengakibatkan ketakutan. Tidak ada kesedihan bagi dia yang terbebas dari rasa sayang, bagaimana bisa ada ketakutan baginya?
Dari uraian di atas, ternyata apa yang selalu dikejar-kejar banyak orang, sebenarnya tidak satu pun yang membawa kebahagian. Mungkin anda berpikir bahwa hal ini hanyalah pandangan yang keliru dan pesimis dari Ajaran Sang Buddha. Buktinya dengan banyak uang, menikmati aneka hiburan, bertamasya, dan dengan mempunyai anak, banyak orang merasa bahagia.

Apakah Ajaran Sang Buddha Keliru dan Pesimis?
Ajaran Sang Buddha bukanlah Ajaran yang keliru dan pesimis. Ajaran Beliau adalah Ajaran Kebenaran. Beliau hanya menunjukkan yang sebenarnya dari hukum yang berlaku di dunia ini. Dalam Empat Kesunyataan (Kebenaran) Mulia, Kebenaran yang pertama adalah Kebenaran tentang Penderitaan. Contoh: kelahiran, usia tua, sakit, ... dan 5 kelompok pencengkeraman (Pañcupādānakkhandha) adalah penderitaan. Selain itu penderitaan juga dibagi menjadi 3 macam: 1. Penderitaan yang kasar (dukkha-dukkha), contoh: digigit nyamuk, tertusuk jarum, dll. 2. Penderitaan yang halus, karena perubahan (viparināma-dukha), contoh: berkurangnya tingkat kebahagiaan terhadap sesuatu yang kita sukai. Bapak A sangat suka dengan nasi goreng rumah makan B, tetapi bila setiap hari dia mengkonsumsinya, mungkin setelah yang ketiga atau kelima kali dia mulai muak dengan nasi goreng tersebut. 3. Penderitaan yang berada di segala sesuatu yang terkondisi (sankhāra-dukkha), penderitaan jenis ini sangatlah halus, tidak terlihat, dan juga tidak bisa dimengerti hanya dengan melalui perenungan. Hanya bisa dimengerti dan dirasakan melalui meditasi vipassanā.  Karena  segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak kekal walaupun itu hanya se-per-seratus...se-per-sejuta detik (bahkan lebih), semuanya adalah penderitaan/ ketidakpuasan.
Penderitaan jenis ke 1 & 2 tidaklah sulit untuk dipahami, tetapi yang jenis ketiga sangatlah sulit untuk dimengerti. Dikarenakan sebagian besar orang tidak mengetahui hakekat yang sebenarnya dari fenomena mental dan jasmani, mereka terjebak dalam halusinasi/penyimpangan/distorsi. Ada tiga halusinasi (vipallāsa)[4] yaitu: 1. Halusinasi dari persepsi (saññā-vipallāsa), 2. Halusinasi dari pikiran (citta-vipallāsa), dan 3. Halusinasi dari pandangan (diṭṭhi-vipallāsa). Masing-masing dari halusinasi di atas terbagi lagi menjadi 4 macam, yaitu: * menganggap yang tidak kekal (anicca) sebagai sesuatu yang kekal (nicca), * menganggap yang kotor/buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang bersih/baik/bagus (subha),  * menganggap penderitaan (dukkha) sebagai kebahagiaan (sukha), dan * menganggap yang tanpa-inti, -aku, -ego, -jiwa, atau -roh (anattā) sebagai sesuatu yang mempunyai inti (attā).
Marilah lihat contoh yang sederhana, yaitu rambut. Bisa dipastikan hampir semua orang menganggap rambut sebagai sesuatu yang indah/menarik dan mereka menyanginya, khususnya adalah kaum wanita. Oleh karena itu setiap orang merawat rambutnya dengan baik bahkan ada yang sampai berlebihan. Contohnya, mereka memberinya minyak rambut, pewangi, zat pewarna (di-cat), dipotong agar terlihat indah, dicuci/bersihkan (keramas) dengan cairan pencuci rambut (shampoo) yang mahal, dan sebagainya, bahkan ada yang sampai menyewa jasa orang lain untuk melakukannya (pergi ke salon). Selain itu, untuk membuktikan pernyataan ini menjadi lebih kuat lagi yaitu adanya peribahasa yang mengatakan bahwa “rambut adalah mahkotanya wanita.” Namun demikian, bila terdapat walaupun hanya satu helai rambut di makanan atau minuman yang anda sangat sukai, dapat dipastikan anda akan merasa jijik  untuk mengkonsumsinya. Bila rambut itu memang indah dan bersih, maka seharusnya makanan/minuman yang anda sangat sukai tersebut akan menjadi semakin menarik dan menggugah selera anda bukan! Mengapa bisa terbalik keadaannya? Hal ini disebabkan oleh halusinasi persepsi. Mengapa halusinasi ini bisa terjadi, apa penyebabnya? Semua halusinasi disebabkan oleh kekotoran mental (kilesa) dan cara mengatasinya adalah dengan berlatih meditasi vipassanā.[5]
Apakah sekarang anda masih mangatakan bahwa Ajaran Sang Buddha adalah Ajaran yang pesimis dan keliru? Semoga contoh sederhana di atas dapat membuka mata anda semua bahwa selama ini sebagian besar hidup anda dihabiskan untuk mengejar kebahagiaan dengan cara yang keliru. Bila belum percaya juga, cobalah renungkan apakah selama ini anda telah benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang anda cari? Pasti BELUM, karena sampai sekarang anda masih mencarinya bukan?

Tujuan Hidup Yang Benar
Bila demikian, apa Tujuan Hidup Yang Benar, bila ditinjau dari Ajaran Sang Buddha. Tujuannya adalah mencapai kedamaian (kebahagiaan) sejati (Nibbāna), yaitu suatu keadaan yang terbebas sepenuhnya dari penderitaan. Bagaimana cara mencapainya? Caranya yaitu dengan membasmi kekotoran mental anda. Kekotoran mental ini hanya dapat dibasmi oleh kekuatan kebijaksanaan (paññā).
Ada 3 jenis kebijaksanaan[6], 1. Kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengar dan belajar Dhamma (suta-maya-paññā). 2. Kebijaksanaan yang diperoleh dari pemikiran analitis atau penyelidikan (cintā-maya-paññā). 2. Kebijaksanaan yang diperoleh dari pengembangan mental atau meditasi (bhāvanā-maya-paññā). Kebijaksanaan yang dapat membasmi kekotoran mental adalah kebijaksanaan hasil meditasi vipassanā, kebijaksanaan yang membuat seseorang mengerti hakekat sesungguhnya dari fenomena mental dan jasmani, yaitu tidak kekal (anicca), penderitaan/tidak memuaskan (dukkha), dan tanpa inti (anattā). Dengan mengerti 3 corak umum ini, maka secara bertahap 3 akar kejahatan yaitu: keserakahan (lobha), kebencian/kemarahan (dosa), dan kebodohan mental (moha) akan terkikis dan akhirnya habis. Saat 3 akar kejahatan ini telah lenyap, maka kedamaian sejati (Nibbāna) tercapai.
Apakah seseorang cukup hanya melakukan meditasi vipassanā dalam hidupnya untuk mencapai Nibbāna? Bisa ya dan bisa juga tidak. Bila kualitas kesempurnaan (pāramī) anda telah mencukupi, maka anda bisa hanya dengan melaksanakan meditasi vipassanā dalam hidup ini. Tetapi apakah anda mengetahui kualitas kesempurnaan anda? Jadi sebaiknya anda (semua orang) melakukan tiga landasan perbuatan berjasa (puñña-kiriya-vatthu): dana (dāna), sila atau moralitas (sīla), dan pengembangan mental/meditasi (bhāvanā). Berdana[7] akan mengkondisikan seseorang untuk mempunyai kehidupan yang berkecukupan. Pelaksanaan sila akan mengkondisikan seseorang untuk mempunyai kehidupan yang terhormat, disukai orang, sehat, dan hidup dengan tenang. Latihan meditiasi (khususnya vipassanā) akan mengkondisikan seseorang untuk memperoleh kecerdasan dan kebijaksanaan. Bila anda hidup berkecukupan tetapi tidak mempunyai kesehatan yang baik atau selalu cemas karena takut kejahatan-kejahatan yang telah anda lakukan (akibat melanggar sila) terbongkar oleh pihak yang berwajib, maka anda tidak akan dapat hidup bahagia, begitu juga untuk berlatih meditasi. Tanpa berlatih meditasi, anda tidak akan mempunyai kecerdasan dan kebijaksanaan yang cukup. Bila demikian, kekayaan dan kesehatan anda bisa menjadi pembawa kehancuran. Selain itu anda juga tidak akan bisa terbebas dari kelahiran, umur tua, sakit, dan kematian. Untuk terbebas dari hal itu, jalan satu-satunya adalah meditasi vipassanā. Jadi tiga landasan perbuatan berjasa ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan sebaiknya semua orang melaksanakan ketiganya.

Waktu Yang Tepat Untuk Berlatih
Tahukah anda kapan waktu yang terbaik untuk berjuang mencapai kedamaian sejati ini? Jawabannya adalah SAAT INI. Saat ini adalah kehidupan anda yang Paling Mulia[8] dari kehidupan-kehidupan sebelumnya. Mengapa? Karena di kehidupan inilah anda dapat berjuang untuk mencapai kedamaian sejati tersebut. Jangan karena alasan: masih banyak tugas sekolah, masih banyak pekerjaan, masih terlalu muda, sudah terlalu tua, dan yang lainnya, mengakibatkan anda tidak memperjuangkan untuk mencapai hal yang sungguh luar biasa ini. Kehidupan yang anda miliki saat ini di mana anda terlahir sebagai manusia, terlahir ketika ada Buddha yang tercerahkan, anda dapat bertahan hidup (dan tidak dalam keadaan kekurangan maupun cacat), dan anda dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha yang dapat menuntun anda mencapai Nibbāna, adalah kehidupan yang sangat sulit sekali di dapat, jadi jangan sia-siakan kehidupan ini dengan melakukan hal yang tidak berguna.
Apakah anda ingin melakukan ketika anda sudah tua, ketika jasmani dan mental anda sudah jauh lebih lemah lagi? Apakah anda yakin usia anda masih panjang? Secara teori, latihan meditasi vipassanā sangatlah mudah dan sederhana, yaitu: selalu menjaga perhatian murni (sati atau bare-attention) di setiap aktivitas yang anda lakukan. Namun demikian, karena hal ini adalah sesuatu yang baru, yang belum biasa dilakukan, maka kebanyakan orang merasa kesulitan dalam mempraktekkannya. Jangankan yang sudah tua, yang kekutaan mental dan jasmaninya telah banyak berkurang, yang masih muda saja banyak sekali yang mengalami kesulitan. Bila saat ini anda sudah tua, janganlah menunda dan ragu untuk memulainya, karena anda tidak akan menjadi lebih muda dan kuat lagi. Tetapi yang pasti adalah anda akan semakin lemah dan mendekati kematian. Selain itu, siapa yang bisa menebak kapan anda akan meninggal? Kehidupan ini tidaklah pasti, tetapi kematian adalah sesuatu yang pasti. Bila hal ini (kematian) datang, tak ada tindakan apapun yang anda dapat lakukan untuk mencegahnya. Tak ada sogok-menyogok, tawar-menawar, ataupun meminta belas kasihan. Tak ada penundaan walaupun hanya satu detik. Jadi lakukanlah SAAT INI[9] juga.

Melakukannya Di Kehidupan Yang Akan Datang
Apakah anda mau melakukannya nanti, di kehidupan yang akan datang? Apakah anda yakin dapat terlahir kembali menjadi manusia (atau terlahir di alam yang baik lainnya: dewa & brahma) dan mempunyai kehidupan yang layak seperti saat ini (tidak kekurangan, cacat, bodoh, dll.)? Pernahkah terlintas oleh anda tentang kemungkinan terlahir menjadi binatang (tiracchāna), setan (peta), jin/raksasa (asura), atau bahkan menjadi penghuni alam neraka (niraya)? Perlu diketahui bahwa 4 alam rendah adalah rumah permanen bagi para makhluk hidup. Bukti dari hal ini adalah kecenderungan dari setiap makhluk hidup menghabiskan waktunya dengan diliputi oleh 3 akar kejahatan. Coba renungkan hal ini terhadap diri anda sendiri. Mereka yang terlahir di sana tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk melatih meditasi vipassanā ini. Bukan hanya hidup mereka sangat menderita, tetapi mereka juga tidak mempunyai kecerdasan yang cukup untuk berlatih Dhamma. Anda tidak perlu membayangkan makhluk setan, jin, ataupun penghuni neraka, tetapi bayangkanlah makhluk alam rendah yang mudah dilihat dan ditemui, yaitu binatang. Hidupnya sebagian besar hanya dihabiskan untuk mencari makan, berkelahi (mempertahankan daerah kekuasaan), atau hanya sekedar bertahan hidup untuk mendapatkan keturunan (diantaranya adalah ikan salmon dan cengcorang). Selain itu hidupnya selalu dipenuhi rasa takut dari ancaman akan dimangsa oleh binatang yang lebih kuat.
Mungkin anda akan bertanya, bagaimana dengan anjing dan kuda? Banyak anjing dan kuda yang hidup kecukupan dalam soal makanan, apalagi bila anjing dan kuda tersebut dipelihra oleh orang kaya. Ya, anda benar, ada beberapa dari mereka yang hidup sangat berkecukupan. Tetapi, apakah mereka mempunyai kecerdasan yang cukup untuk berlatih Dhamma? TIDAK sama sekali, jangankan diajarkan untuk berlatih meditasi, diajarkan untuk dapat membaca pun tidak bisa. Karena hidupnya kecukupan (enak), mereka cenderung untuk menjadi serakah, manja, dan malas. Hal tersebut cenderung pada pengembangan keserakahan (lobha) dan kebodohan (moha). Bila hidup dalam keadaan kekurangan, kecenderungan dari kebencian (dosa) dan kebodohannya (moha) akan meningkat. Sehingga, baik mereka yang hidup berkecukupan ataupun kekurangan, 3 akar kejahatan selalu dominan di kehidupan mereka. Selain itu, mereka juga tidak mengerti tentang moralitas dan akibatnya mereka banyak melakukan pelanggaran sila. Dengan demikian sangatlah sulit untuk terlahir kembali di alam yang baik.  Anda pasti telah mendengar tentang perumpamaan ‘penyu buta’ dan ‘debu di ujung kuku’ yang dibabarkan oleh Sang Buddha untuk menggambarkan betapa sulitnya terlahir di alam manusia.[10]
Dalam sebuah kisah Dhammapada yang berhubungan dengan syair No. 60, digambarkan akibat buruk dari membunuh hewan. Raja Pesenadi dari kerajaan Kosala terpikat oleh seorang wanita; akan tetapi, wanita tersebut telah mempunyai suami. Sang Raja pun berniat membunuh suami wanita tersebut agar beliau dapat memperistrinya. Malam harinya Sang Raja bermimpi sangat buruk dan untuk menghindari hal tersebut terjadi padanya, Raja berkonsultasi dengan para brahmana (penasehat) kerajaan. Beliau dianjurkan untuk melakukan kurban besar-besaran. Tetapi atas nasehat Ratu Mallikā, beliau menemui Sang Buddha dan diberitahu bahwa hal itu tidaklah baik. Beliau juga diberi penjelasan tentang mimpinya. Raja sangat berterima kasih sekali dan memuji istrinya di hadapan Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha mengatakan bahwa bukan hanya kali ini saja istrinya telah menyelamatkannya, dan atas permintaan sang Raja, Beliau mengisahkan kehidupan masa lalu mereka.
Saat itu mereka hidup sebagai Raja Uggasena dan Ratu Dhammadinnā (Dinnā). Raja Benāres menangkap mereka dan berencana untuk membunuhnya, tetapi setelah mendengarkan kisah kehidupan Ratu Dinnā, akhirnya semua tawanan dibebaskan. Di kehidupan sebelumnya Ratu Dinnā pernah membunuh seekor domba untuk membuat suatu hidangan yang lezat dengan memotong leher domba tersebut. Akibat pebuatan ini, setelah meninggal, beliau terlahir di alam neraka dalam waktu yang sangat panjang. Setelah terbebas dari neraka, beliau terlahir sebagai seekor domba sebanyak jumlah bulu domba yang dibunuhnya dan selalu meninggal karena dibunuh dengan cara dipotong lehernya. Raja Benāres pun merenungi akibat yang akan diterimanya dan dia memutuskan untuk membebaskan para tawanannya, termasuk Raja Uggasena. Kisah yang hampir sama bisa anda baca pada Matakabhatta Jātaka (No. 18).
Sekarang renungkanlah sudah berapa banyak hewan yang telah anda bunuh? Mungkin sulit untuk menghitungnya bukan? Ambil contoh saja misalnya, membunuh nyamuk, jentik nyamuk, semut, ikan, ayam, burung, dsb. Mungkin dari anda ada yang pernah membeli dan menggunakan raket nyamuk. Saat ada satu atau beberapa nyamuk yang terkena raket, maka akan menimbulkan suara nyaring (ceter...ceter) dan mungkin anda merasa senang dan mengeluarkan ungkapan rasa senang “Wow Luar Biasa” sambil tertawa. Betapa menyedihkan mengetahui hal ini, karena anda merasa senang setelah melakukan hal yang tidak pantas dilakukan. Sekarang juga banyak rumah makan yang menyajikan hewan hidup (ayam, kelinci, ular, ikan, dsb.). Pernahkah anda memesannya? Bayangkanlah bila anda harus terlahir sebagai hewan (atau 3 alam rendah lainnya) sebanyak jumlah kaki nyamuk (atau mungkin di tambah dengan jumlah bulu ayam, sisik/telur ikan, sisik ular, dll.) yang telah anda bunuh. Tidakkah hal itu membuat anda takut?[11] Oleh karena itu, manfaatkanlah kehidupan mulia yang anda miliki saat ini untuk berlatih meditasi vipassanā agar bisa terhindar dari itu semua dan kalau bisa mencapai Nibbāna di kehidupan ini juga.
Apakah 4 alam rendah itu memang benar-benar ada? Dalam Ajaran Buddha, alam binatang adalah salah satunya, jadi yang satu ini tidak bisa diragukan lagi. Tetapi bagaimana dengan 3 alam yang lainnya (setan, jin, dan neraka)? Memang tidak banyak orang yang mengetahui kenyataan ini, tetapi bukan berarti hal ini tidak bisa dipercaya. Anda mungkin bisa cari dan baca buku yang berjudul “Ruang dan Waktu” atau “Ewang Me Sutang.” Penulis yakin buku itu menceritakan hal yang sesungguhnya karena penulis juga mempunyai beberapa teman yang bisa melihat makhluk dari alam-alam tersebut. Coba pikirkan hal ini, orang yang buta sejak lahir tidak pernah melihat matahari, bulan, dan bintang. Tetapi, karena dia belum pernah melihat itu semua, bukan berarti matahari, bulan, dan bintang, tidak ada bukan?
Mungkin anda menganggap bahwa anda telah banyak melakukan kebajikan seperti berdana, melaksanakan sila, sering pergi kebaktian, dll. Mungkin anda merasa yakin akan terlahir menjadi dewa dan memutuskan untuk berlatih di sana saja. Sebenarnya sangatlah kecil kemungkinannya bagi anda untuk bisa berlatih di alam dewa, karena di sana terlalu banyak kesenangan. Waktu anda akan habis hanya untuk menikmati kesenangan objek indera. Jangankan dewa, manusia yang terlahir di keluarga yang kecukupan saja tidak sempat berlatih karena waktunya habis untuk mencari kesenangan objek indera. Contohnya: menonton TV/bioskop, bernyanyi (karaoke-an), pergi makan ke restoran, pergi fitness, menyalurkan hobi (seperti bercocok tanam, memancing, bikin kue, dsb.), menggosip, dll. Sang Buddha memberikan perumpamaan tentang kesenangan di alam manusia ini bagaikan setetes embun yang berada di sehelai daun rumput alang-alang, sedangkan kesenangan di alam dewa bagaikan banyaknya air yang berada di samudera. Jadi hampir bisa dipastikan (walaupun tidak 100%), orang yang terlahir di alam dewa akan lupa untuk berlatih Dhamma. Apakah anda tahu Raja Sakka? Ya, dia adalah Raja para dewa di alam dewa tingkat kedua (Tāvatiṁsa). Beliau telah mencapai tingkat kesucian yang pertama (Sotāpanna) dan masih sering lupa untuk berlatih karena terlena akan kesenangan alam dewa.[12] Bila seorang Sotāpanna saja masih sering lupa berlatih, bagaimana dengan makhluk yang belum mencapai tingkat kesucian? Kemungkinan besar, PASTI tidak ingat untuk berlatih Dhamma (khususnya meditasi vipassanā).

Keberadaan Ajaran Buddha
Ajaran Buddha diprediksi akan bertahan sekitar 5.000 tahun. Sekarang sudah lebih dari 50% waktu tersebut telah berlalu. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dalam menjalankan kehidupan sebagai seorang bhikkhu di Myanmar, sepertinya Ajaran Buddha ini bahkan mungkin tidak akan bertahan selama waktu yang diprediksikan di atas. Hal ini dikarenakan banyak sekali para rohaniawan Buddhis (bhikkhu dan yang lainnya) sudah tidak melaksanakan peraturan yang seharusnya mereka laksanakan. Penulis memutuskan pergi dan belajar ke Myanmar karena praktek meditasi vipassanā masih cukup kuat di sana. Sedangkan di negara-negara penganut Ajaran Theravada lainnya sudah sangat lemah. Anda mungkin bisa melihat dan merasakan betapa bebasnya kehidupan seorang rohaniawan Buddhis sekarang, bahkan ada yang melakukan hal yang tidak pantas dilakukan. Mereka hidup bagaikan umat awam. Bila hal ini terus berlangsung, maka bisa dipastikan sebelum 5.000 tahun Ajaran yang sungguh Mulia ini akan lenyap dari muka bumi ini.
Bila Ajaran Buddha lenyap, maka Ajaran tentang meditasi vipassanā ini pun lenyap.  Saat itu hanya orang-orang spesial/tertentu  yang tetap bisa melatihnya, karena mereka telah berlatih di kehidupan sebelumnya. Mereka adalah orang yang telah mencapai kesucian (Ariya Puggala) dan calon Paccekabuddha. Bila anda tidak mengetahui apakah anda termasuk dalam kelompok orang yang spesial seperti di atas, sebaiknya anda berlatih saat ini juga selagi masih mempunyai kesempatan. Sadarkah anda bahwa sangat sedikit orang yang mempunyai kesempatan untuk berlatih meditasi  vipassanā ini. Yang jauh lebih sedikit lagi adalah orang yang benar-benar mau melatihnya. Bahkan para bhikkhu yang tinggal di pusat-pusat meditasi di negara Myanmar pun sudah tidak suka bermeditasi lagi, termasuk juga para guru meditasinya. Ini adalah tanda-tanda yang sangat nyata bahwa Ajaran Buddha, khususnya tentang meditasi vipassanā akan segera lenyap. Manfaatkanlah kesempatan yang sungguh mulia ini untuk berlatih sungguh-sungguh, sehingga anda dapat menjalani kehidupan ini sesuai dengan Ajaran Sang Buddha dan segera mencapai Nibbāna.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kebanyakan orang hidup dalam kekeliruan. Mereka semua mencari kebahagian, tetapi tidak tahu hakekat sesungguhnya dari kebahagiaan itu sendiri. Oleh karena itu, bukannya kebahagiaan, melainkan penderitaan yang semakin panjanglah yang mereka dapat.  Untuk mendapatkan kebahagian yang sesungguhnya, sebaiknya anda melakukan dana, sila, dan meditasi (khususnya meditasi vipassanā)Semuanya dapat di rangkum menjadi tiga intisari ajaran dari semua Buddha, yaitu: 1. Hindari (jangan melakukan) Kejahatan.  2. Perbanyak Kebaikan. 3. Sucikan Hati/Pikiran.
Semua orang harus menghindari kejahatan karena masih banyak sekali hasil dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dari kehidupan masa lalu yang belum diterima (berbuah). Ini bagaikan batu yang akan membawa anda tenggelam dalam lingkaran kehidupan (khususnya ke 4 alam rendah) dan mengalami penderitaan yang sangat luar biasa.  Semua orang harus memperbanyak kebaikan karena hal ini dapat membantunya dalam menghadapi penderitaan dan mensucikan Hati/Pikiran. Kebaikan bagaikan perahu yang dapat membantu anda menyebrangi samudera saṁsāra dan mencapai pantai seberang  (Nibbāna). Semakin besar perahu anda, semakin besar daya angkutnya. Selama berat batunya  (hasil karma buruk) tidak melebihi daya angkut perahunya, anda tidak akan tenggelam. Mensucikan Hati/Pikiran hanya bisa dilakukan dengan meditasi vipassanā dan dukungan dari tindakan No. 1 dan 2. Saat ini anda mempunyai kesempatan untuk melakukan semua itu dan bahkan untuk mencapai tujuan akhir tersebut (Nibbāna) di kehidupan ini juga. Jadi jangan sia-siakan kesempatan yang sungguh mulia ini.
Semoga anda semua, setelah membaca artikel ini, timbul hasrat/semangat untuk segera terbebas dari semua bentuk kehidupan (samvega), karena semua bentuk kehidupan adalah penderitaan. Dengan semangat ini, semoga anda dapat berlatih meditasi vipassanā dengan rajin dan gigih hingga akhirnya mencapai tujuan yang sesungguhnya dari hidup ini (Nibbāna) yang semua makhluk cita-citakan. Sādhu! sādhu! sādhu!

Salam mettā untuk semua,
U Sikkhānanda
Pusat Meditasi Satipaṭṭhāna Indonesia
Bacom, Puncak, Jawa Barat
16 Juni, 2011

Di bawah adalah beberapa PERTANYAAN & PERNYATAAN dari teman-teman di kelompok “BUDDHA-SCHOOL” facebook sehubungan dengan artikel “Tujuan Hidup Ini.” Semoga dapat lebih membantu teman-teman dalam memahami artikel ini.

1.    Dari: Samanera Soegito
‎@ U Sikkhānanda (Andi Kusnadi)......,Namo Bhante......_/!\_..,saya baca dulu....,sementara saya tidak berkomentar..atas artikel diatas....., sebenarnya ....banyak bacaan yang saya baca.....kadang saya pikir, ini mau baca sampai berapa banyak....mungkin sampai 100 thn lagi tidak akan ada habisnya......dalam kebinggung ini ....akhirnya...pada satu saat saya membaca.....": ”Jadi, bhikkhu, aku telah mengajar tentang bhikkhu yang sibuk belajar, tentang bhikhu yang sibuk mengajar, tentang bhikkhu yang sibuk mengulang, tentang bhiikhu yang sibuk merenung dan tentang bhikkhu yang hidup dekat dengan Dhamma. Apa pun yang seharusnya dilakukan oleh guru yang welas asih karena kasih sayangnya mencari kesejahteraan bagi para siswanya,itulah yang telah kulakukan untuk kalian. Ini adalah akar akar pohon, O Bhikkhu, ini adalah gubuk- gubuk yang kosong. Bermeditasilah, bhikkhu, jangan lalai, jangan sampai kalian menyesal nantinya. Inilah instruksi kepada kalian.’ (Aṅguttara Nikāya V 73 dan 74)
....sepertinya saya baru sadar....dan mendapat semacam "jawaban" atas kebingung saya...., sekarang saya mau bertanya secara singkat.....benarkah pintu untuk melepaskan semua ikatan indriya harus melalui meditasi....seperti yang tertulis diatas..."Bermeditasilah, bhikkhu, jangan lalai, jangan sampai kalian menyesal nantinya. Inilah instruksi kepada kalian’.."kalau memang demikian...maka lebih baik saya berkonsentrasi ke...MEDITASI...mohon tanggapan dari Bhante......., Anumodana... June 16 at 7:13pm
2.    Dari: Tandean Wily
Bhante U Sikkhānanda (Andi Kusnadi)..saya sdh membaca artikel diatas,.maaf..Artikel yang bhante tulis sangat tajam kata" yang dipilih.Mohon utk boleh bertanya. Menurut Bhante apa yang bisa kita raih dlm kehidupan ini? Apakah dgn mengenal ajaran Buddha di kehidupan skrg ini kita bisa terhindarkan dari Tumimbal lahir? Mksh.. Amitofo.. June 16 at 7:24pm
3.    Dari: Jj Jimmy
Bagaimana caranya untuk mengetahui masa lampau kita sebagai apa? June 16 at 7:38pm

4.    Dari: Santacitto Novice
Bhante U Sikkhānanda (Andi Kusnadi), terimakasih untuk wejangan Dhammanya kepada kami semua. Saya setuju sekali dengan pendapat bahwa kita harus memulai mempraktikkan Dhamma terutama dana, sila dan bhavana (vipassanā) saat ini dan sekarang karena memang kehidupan sebagai manusia adalah sangat berharga, apalagi saat ini kita mengenal Dhamma. Ini adalah yang harus menjadi prioritas bagi semua umat Buddha, syukur-syukur bagi semua orang. Namun demkian, ada satu hal yang ingin saya ungkapan dan tentu mengharapkan pendapat Bhante terutama mengenai kekayaan, keterkenalan dan kekuasaaan.

Dari artikel yang tertulis dengan melampirkan beberapa contoh-contohnya yang nyata, Bhante lebih cenderung menunjukkan bahwa semua itu justru menciptakan penderitaan bagi manusia. Tetapi jika kita meninjau lebih jauh pandangan Sang Buddha terhadap kekayaan, keterkenalan dan kekuasaan, Sang Buddha tidak anti dengan semua itu tentu terutama jika berkenaan dengan umat awam. Bahkan dalam beberapa khotbahnya, Beliau memberikan cara yang terbaik kepada umat awam untuk mendapatkan semua itu. Salah satunya terdapat dalam Pattakamma Sutta, Aṅguttara Nikāya. Di Sutta ini, Sang Buddha mengatakan bahwa ada empat hal yang umumnya diinginkan mereka yang hidup dalam kehidupan berumah tangga yaitu kekayaan, keterkenalan, umur panjang dan terlahir di alam surga setelah meninggal dunia. Sang Buddha tidak menolak atau mencela empat keinginan tersebut. Dalam Sutta yang sama, Beliau justru menunjukkan cara untuk mendapatkan mereka yakni seseorang harus memiliki keyakinan (saddha), moralitas (sīla), kedermawanan (caga) dan kebijaksanaan (paññā). Sang Buddha juga telah menjelaskan secara detil empat hal ini. Masih ada beberapa khotbah lain di mana Sang Buddha memaklumi keinginan para perumahtangga dan bahkan sering Sang Buddha memberikan cara untuk mendapatkannya.

Melihat khotbah-khotbah Sang Buddha, saya pribadi setuju bahwa prioritas utama kita sebagai umat Buddha adalah membebaskan diri kita dari penderitaan karena tumimbal lahir terus menerus, namun jika seseorang hidup di dalam kehidupan berumah tangga, ia bisa memiliki kekayaan, keterkenalan atau bahkan kekuasaan, asalkan ia mendapatkan semua itu dengan cara Dhamma sehingga meski mendapatkan semua itu, ia tidak akan lupa terhadap tujuan utamanya yakni membebaskan dirinya dari penderitaan karena tumimbal lahir yang berkepanjangan. Bagaimana pendapat Bhante dan teman-teman?

Mettacittena, June 16 at 7:56pm
=====
Saya setuju dengan Samanera, kekayaan, popularitas dan umur panjang membawa kebaikan bila disikapi dan dipergunakan dengan bijaksana....
Seseorang meninggalkan harta kekayaan dan popularitas bukan karena kekayaan dan popularitas itu buruk,... tetapi karena ada prioritas lebih tinggi dalam kehidupan ini....
Kekayaan dan popularitas akan menjadi penghalang bagi pencari prioritas lebih tinggi tsb bila ia tidak dapat menyikapinya dengan bijaksana....
=====




JAWABAN   U Sikkhānanda
‎1.   @Samanera Soegito:
“BENARKAH HANYA BISA DGN MEDITASI.” Menurut pendapat saya YA, tidak ada cara lain. Lihat saja Sang Buddha, Beliau bukan baca buku dan melakukan riset di laboratorium. Tetapi beliau meditasi Vipassanā di bawah pohon Bodhi. Sekarang telah hampir 2600 setelah Sang Buddha wafat. Banyak sekali Teknologi yang telah diciptakan oleh manusia. Tetapi semua teknologi yang berhubungan dengan pembersihan, hanya bisa membersihkan tubuh kita dan hal yang berada di luar tubuh & bersifat materi semata. Pernahkah anda mendengar mesin (teknologi) yang dapat menjernihkan pikiran manusia dari kekotoran mental? Maka, hal ini dikatakan “Ini adalah jalan satu-satunya.”

2.  @Wily Hock Tandean:
YA, saya akui kata-katanya SANGAT TAJAM, mudah-mudahan tidak ada yang tersinggung, karena saya tidak menujukan kepada seorang individu di manapun. Tetapi saya ingin pembaca artikel ini berkesan dan terus mengingatnya. Karena pesan yang ingin saya sampaikan ini adalah pesan yang tidak populer sekali (meditasi). Bila tidak tergugah, mungkin hanya masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Berdasarkan pengalaman saya dalam membantu penyelenggaraan meditasi dan memberi interview ke para yogi baik di Yasati ataupun di Chanmyay Yeiktha di Hmawbi, Myanmar, sedikit sekali yogi yang benar-benar memperhatikan instruksi yang diberikan. Itulah sebabnya banyak para yogi yang tidak mencapai yang diinginkannya.

YANG BISA KITA RAIH BANYAK SEKALI, apapun yang ingin anda raih, bila anda bisa memperjuangkannya dengan penuh semangat, saya yakin bisa diraih (tetapi perlu di ingat, hal ini bisa dicapai bila parami anda atau dukungan karma lalu juga memungkinkan). Bila hanya mengenal Ajaran Buddha, tidak mungkin terbebas. Banyak sekali orang yang mengenal Ajaran ini, bahkan walaupun mereka termasuk aliran ajaran lain. Anda terbebas hanya jika dapat merealisasi Ajaran-Nya (merealisasi 4 Kesunyataan Mulia).

3.  @ Jj Jimmy:
Anda gunakan Abhiññā (pengetahuan super normal, hasil dari kekuatan konsentrasi penuh/ jhāna) atau minta kasih tahu orang yang bisa melihatnya, dan mungkin dengan teknik regresi. Tetapi hal itu terus terang, tidak penting, yang penting adalah anda harus bisa menyelamatkan diri anda (keluar dari lingkaran kelahiran dan kematian, penderitaan) mumpung mempunyai kesempatan ini.

4.  @ Samanera Santacitto:
Nama yang bagus sekali, semoga demikian adanya. Setuju Samanera, Sang Buddha pun mengajarkan cara memperoleh kekayaan, karena kekayaan pun merupakan salah satu sumber kebahagiaan (AN 4.62 Anana Sutta), tetapi dalam Kebenaran Tentang Penderitaan ini termasuk dalam viparināma-dukha. Sang Buddha biasa mengajarkan Dhamma-Nya ke umat pemula biasa dimulai dengan DANA & SILA lalu menerangkan manfaatnya...(lahir di alam dewa, dsb). Setelah mereka senang, maka pikirannya tidak gelisah, bisa terkonsentrasi lebih baik. Kemudaian barulah Beliau memberitahukan sisi buruk (kekurangan) alam Dewa dan bahkan alam Brahma yang dicapai berkat kekuatan konsentrasi (belum terbebas dari penderitaan, masih bisa meninggal). Bila mereka siap, maka Sang Buddha mengajarkan 4 Kesunyataan Mulia (tentu saja dengan meditasi vipassanā juga, sebab tak mungkin tercerahkan tanpa vipassanā), sehingga seperti kita ketahui banyak pendengar ceramah Sang Buddha tercerahkan setelah mendengarkan Dhamma yang dibabarkan-Nya.
Jadi saya tidak menentang mereka yang mencari kekayaan, dll. Tetapi saya hanya mengatakakan bahwa hal itu bukanlah tujuan utama Ajaran Buddha. Tetapi sayangnya banyak sekali orang yang hanya puas sampai di situ (kekayaan, keterkenalan, dll) bahkan walaupun menempuhnya dengan cara yang salah.
Sang Buddha juga menjelaskan bagaimana berdana yang baik agar buahnya melimpah. Oleh karena itu, saya pun menyempatkan diri untuk menulis tentang DANA (bisa di unduh di alamat yang saya telah berikan, lihat di facebook). Tetapi walaupun demikian, di bab terakhir saya tegaskan bahwa DANA & SILA tidaklah cukup. Menurut para pelajar Dhamma, 84.000 subjek Dhamma yang Sang Buddha berikan semuanya adalah untuk pencapaian Nibbana. Dalam Simsapa Sutta, SN 56.31, Beliau mengatakan hanya mengajarkan Dhamma yang menuju pembebasan, yang bagaikan jumlah daun simsapa di tangannya, dibandingkan dengan jumlah daun yang berada di hutan tsb. (Dhamma yang Beliau ketahui, tetapi sisanya tidak membawa pembebasan). Sekarang Ajaran Buddha sudah sangat merosot, ketika kita mempunyai kesempatan untuk merealisasi Dhamma di kehidupan ini juga, JANGAN sia-siakan.
Renungkanlah hal ini. Beberapa Binatang akan menyukai bahkan hal yang menurut manusia sangat menjijikan (kotorannya). Manusia menyukai hal yang menurut dewa adalah hal yang menjijikan. Dewa menyukai hal yang menurut makhluk brahma menjijikan (mereka tidak suka objek indera). Bagi yang tercerahkan, alam brahma pun masih membawa penderitaan. Oleh karena itu, mereka ingin membebaskan diri dari semua alam kehidupan. Yang mereka inginkan hanyalah NIBBĀNA.
Semoga para pembaca artikel ini secepatnya merealisasi NIBBĀNA, sadhu3x.
Salam dalam mettā.
U Sikkhānanda ...June 18 at 1:40pm
=====
Mksh Bhante U Sikkhānanda (Andi Kusnadi).. Anda menjelaskan dgn penuh Semangat.. I like it.. Amitofo..Semoga tulisan anda bisa memberikan pemahaman yang lbh baik kpd yang blm mengerti, sehingga tujuan Bhante yang baik tercapai adanya..Terima kasih anda mau berbagi dgn kami..June 18 at 1:54pm

@..U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) ...Anumodana Bhante..._/!\_....,penjelasan yang tegas memang sangat diperlukan....June 18 at 2:31pm


Bhante U Sikkhānanda (Andi Kusnadi): Terimakasih sekali atas jawabannya. Jawabannya mantap dan memuaskan. Semoga Bhante selalu berkenan membimbing kita... Btw, Nama Bhante juga sangat indah yang berarti " Delighted in the training".
Mettacittena, June 18 at 7:22pm

Terima kasih atas penjelasan2 Dharmanya Bhante U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) dan Y.M. Samanera Santacitta Novice...,June 18 at 8:44pm

Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan
sebesar jasa kebajikan yang diperoleh dari penulisan artikel Dhamma ini.
Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan,
serta secepatnya mencapai Nibbāna. Sadhu! Sadhu! Sadhu!



[1] Penulis bertanya tentang film ini ke sekitar 200 mahasiswa Univ. Binus dan 200 murid SPM & SMA Pahoa, Gading Serpong, Tangerang, saat memberikan ceramah Dhamma di sana.
[2] www.wikipedia.org
[3] Sāvatthi adalah salah satu dari enam kota terbesar saat itu dengan populasi 180 juta (18 crores),  SNA.i.371., Proper Pali Names
[4] Aguttara Nikāya IV, 49 atau Ledi Sayadaw, The Manual of Buddhism, SBVMS Publication, 2007
[5] Clik tautan (link) ini untuk melihat Petunjuk Meditasi Vipassanā atau Buku Dasar-Dasar Meditasi Vipassanā
[6] Digha Nikāya 33, Sagīti sutta
[7] Penjelasan detil tentang berdana silakan baca buku “DANA,” klik tautan ini untuk unduh buku DANA
[8] Penjelasan detil tentang hal ini dapat dibaca di buku “Kehidupan Mulia Ini,” klik tautan ini untuk unduh buku.

[9] Perenungan terhadap waktu, “Memanfaatkan Waktu Semaksimal Mungkin.”
[10] Yang ingin mengetahuinya, silakan baca “Pengembara yang Tersesat.”
[11] Sang Buddha kadang meminta muridnya untuk Merenungkan Penderitaan Neraka. Klik tautan ini untuk mengunduhnya.
[12] Majjhima Nikāya 37, Cūlatanhāsankhaya Sutta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar