Apakah anda pernah merenung tentang
tujuan hidup ini? Apakah hidup ini hanya sekali? Setelah meninggal, jadi tanah
(abu), dan kemudian selesai. Apakah ada kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan
ini? Bila ada, dahulu anda terlahir sebagai apa? Di masa yang akan datang anda
akan terlahir sebagai apa? Di mana? dan sebagainya. Apakah hal-hal yang disebutkan di atas tidak
pernah terpikirkan oleh anda? Bila demikian, pasti anda tidak takut akan
kematian.
Apakah tujuan hidup anda hanya untuk:
menjadi orang kaya, menjadi orang terkenal, menjadi orang besar (penguasa:
presiden, raja, dll.)? Apakah hanya untuk makan makanan yang lezat, memenuhi
kebutuhan biologis (seksual), dan memiliki banyak keturunan? Bila pernyataan di
atas benar, maka maaf, anda tidak ada bedanya dengan seekor singa (hewan).
Lihatlah seekor Singa (rajanya para hewan), tujuannya adalah menjadi singa No.
1. Dengan demikian, dia akan mempunyai area yang luas sehingga dapat
memudahkannya untuk mencari mangsa (makan) dan dapat memiliki banyak singa
betina untuk memuaskan kebutuhan biologisnya dan mendapatkan banyak keturunan.
Bahkan untuk mewujudkan hal ini, terkadang dia membunuh anak laki-lakinya.
Tujuan hidup di atas bukanlah tujuan yang tepat dari hidup ini, karena tidak akan
memberikan anda kebahagiaan sejati (terbebas dari penderitaan). Mari kita
tinjau satu-per-satu.
Ingin Menjadi
Orang Kaya?
Hal ini sangatlah umum, hampir setiap
anak kecil bila di tanya, kamu ingin jadi apa? Jawabannya adalah saya ingin
jadi orang kaya. Mungkin anda mengenal Bill Gates, pemilik perusahaan perangkat
lunak komputer yang sangat terkenal. Beliau adalah salah satu orang terkaya di bumi
ini. Apakah dia bahagia dengan menjadi orang kaya? Pada tahun +/- 1998an, saat
Indonesia terkena krisis ekonomi, beliau memiliki +/- 1 milyar lembar saham
Microsoft dengan harga sekitar US$ 100-110 per lembar. Coba kalikan dengan
nilai rupiah yang saat itu kira-kira sekitar 13.000 – 15.000 per US$.
Bingungkan, banyak sekali angka nol-nya? Punya satu trilyun saja sudah sulit
membayangkannya, kapan anda bisa mendapatkan uang sebanyak itu, iya kan? Tetapi
manusia tidaklah pernah puas, begitu juga dengan Bill Gates. Dia terus bekerja
untuk menjadi lebih kaya lagi dan lebih kaya lagi. Saat itu, perusahaannya juga
dirundung masalah, karena dianggap melakukan praktek monopoli. Selain sibuk
dengan pekerjaannya, dia juga sibuk harus pergi menghadiri sidang di pengadilan
bersama pengacaranya. Dia menggunakan pengacara terkenal dengan tarif +/- US$
2.000/jam. Apakah hidup yang seperti demikian dapat dikatakan sebagai hidup
yang membahagiakan? Benar uang sangatlah diperlukan untuk hidup, tetapi uang
yang banyak tidak dapat menjamin anda untuk dapat hidup bahagia.
Ini adalah kisah nyata dari seorang
perumah tangga yang saya cukup kenal. Mereka hidup sangat berkecukupan. Namun
demikian, mereka menjalankan kehidupannya dengan sederhana. Saat muda mereka
dibesarkan dalam keadaan keluarga yang bisa dikatakan kekurangan. Akan tetapi,
pasangan ini adalah pasangan yang sangat rajin bekerja dan juga suka menabung,
selain cerdik. Sehingga usahanya menjadi cepat maju dan besar. Dari kemajuan
usahanya inilah mereka bisa membeli beberapa mobil, rumah, ruko, tanah, emas
murni, dll. Karena cerdas dan berpandangan ke depan, maka mereka pun tidak lupa
untuk membeli asuransi untuk melindungi harta bendanya dan pendidikan
anak-anaknya. Sang suami dengan kecerdasannya, belajar berbagai macam hal,
mulai dari bidang ekonomi, fisika, kimia, biologi, elektronik, kelistrikan,
sampai masalah hukum. Dengan demikian,
beliau bisa menyusun surat-surat kontrak untuk negosiasi bisnisnya sendiri.
Suatu hari mereka mengetahui bahwa
sarang burung walet mempunyai harga jual yang bagus dan beberapa kenalannya
memilikinya. Maka pasangan ini pun mendambakan untuk memilikinya dan mereka
kemudian membuat bangunan yang sangat kokoh untuk mencapai tujuannya. Mereka
berharap suatu saat bila mereka sudah tua, mereka tidak perlu bekerja lagi dan
tinggal menikmati hasil dari sarang waletnya dan uang kontrak dari beberapa
properti yang dimilikinya. Tetapi siapa yang bisa meramal masa depan? Begitupun
mereka, ramalannya meleset, sudah sekian lama bangunan walet miliknya tetap
kosong, walaupun banyak burung yang masuk tetapi tidak pernah bersarang. Namun
demikian, mungkin mereka mempunyai karma baik yang cukup banyak dari kehidupan
masa lalunya. Salah satu rumahnya yang berada di kota lain (tidak ditinggalinya
lagi) diisi oleh burung walet. Mengetahui hal ini, maka mereka pun menjadi
sangat bahagia. Semua berjalan lancar dan setelah beberapa saat mereka pun mulai
bisa memanen hasilnya. Tetapi tak lama setelah itu, hal baru yang tidak
diharapkan pun muncul. Seperti kata pepatah, “semua orang ingin kebagian kue,”
walaupun mereka tidak berhak mendapatkannya. Rumah walet tersebut dimasuki oleh
pencuri dan pernah juga terjadi kebakaran kecil (yang katanya kemungkinan
dilakukan dengan sengaja oleh orang yang sirik pada mereka). Kejadian ini
terjadi pada saat mereka sudah pensiun dari usahanya dan cukup berumur,
sehingga tidak memungkinkan mereka sering-sering pergi bolak-balik untuk
mengunjungi sarang walet tersebut. Sehingga sekarang sarang walet tersebut
menjadi pembawa penderitaan bagi mereka.
Dengan pertimbangan yang masak,
mereka putuskan untuk menjualnya. Dan setelah itu beban mereka karena rasa
khawatir terhadap sarang burung walet tersebut pun hilang. Di sini terlihat
jelas, bahwa semakin banyak beban (termasuk harta benda) yang seseorang harus
tanggung (miliki), maka semakin besar pula penderitaannya. Begitu beban itu
dilepaskan, maka penderitaan pun ikut terlepas. Oleh karena itu, Sang Buddha
mengajarkan umatnya untuk berlatih melepas. Hal ini Beliau berikan contoh
secara langsung yaitu dengan meninggalkan istananya. Setelah Beliau tercerahkan
pun, Beliau tidak mau untuk kembali menjadi raja. Bukankah bila Beliau menjadi
raja, maka pengikutNya akan menjadi semakin banyak? Hal ini mungkin benar, tetapi
perlu diingat, tujuan Beliau adalah bukan untuk mencari banyak pengikut atau menjadi
pemimpin yang terkenal, melainkan untuk membantu (bukan menyelamatkan) orang
lain keluar dari penderitaan. Selain itu, keinginan untuk menjadi raja, orang
kaya, dll., timbul karena pandangan salah dan keserakahan, sedangkan Beliau
telah terbebas dari keduanya.
Ingin Menjadi Terkenal?
Apakah anda mengenal Michael Jackson
dan Lady Diana? Jangankan orang dewasa, anak SD & SMP saja tahu tentang
mereka. Bagaimana dengan raja musik Rock ‘n’ Roll, Elvis Presley? Bagaimana dengan penyanyi group band
legendaris dari Inggris yang sampai sekarang musiknya masih digandrungi oleh
hampir semua kalangan (The Beatles), yaitu John Lennon? Anda pasti mengenal
mereka semua bukan atau setidaknya pernah mendengar nama besarnya? Apakah anda
mengetahui bagaimana mereka meninggal? Ya, semuanya meninggal dengan cara yang
tidak wajar, ada yang dikarenakan oleh kelebihan
(over) dosis obat, kecelakaan kendaraan (katanya dibunuh), & ditembak.
Mereka bukan hanya terkenal tetapi juga memiliki kekayaan yang luar biasa. Untuk
berjalan di tempat umum saja sangat sulit, karena penggermarnya selalu
mengejar-ngejar mereka. Kematian mereka yang tragis menunjukkan dengan jelas
bahwa hidup mereka sebagai orang terkenal tidaklah bahagia. Apakah anda ingin
seperti mereka? Rasanya hal itu tidaklah perlu dijawab bukan?
Tetapi bagaimana dengan kenyataannya?
Semua orang berlomba-lomba ingin menjadi terkenal, karena mereka berpikir bahwa
dengan menjadi terkenal maka hidupnya akan bahagia. Banyak sekali yang ingin
menjadi artis sinetron, bintang film, penyanyi, penari, dan yang lainnya. Tidak
sedikit yang menempuh jalan yang tidak pantas untuk memwujudkan impiannya untuk
menjadi artis, bahkan sampai mengorbankan harga dirinya. Begitu juga bagi artis
yang sudah terkenal, mereka terus berusaha untuk mempertahankan keberadaannya.
Banyak dari mereka yang membuat sensasi yang diluar batas norma-norma yang
berlaku. Bukannya menjadi semakin terkenal, malah ada yang karirnya menjadi hancur.
Bahkan ada yang sampai masuk penjara. Bukankah hal itu merupakan suatu tindakan
yang sangat bodoh dan memalukan?
Tahukah anda film yang banyak dikagumi
kaula muda khususnya kaum pria? Ya, beberapa diantaranya adalah James Bond,
Rambo, dan Commando. Mari tinjau lebih dalam salah satunya, ambil saja film
James Bond. Dalam film ini, pemeran James Bond digambarkan sebagai sesosok pria
yang tampan, gagah, pandai dalam berkelahi dan menembak, berjudi, dan merayu
wanita (termasuk mempermainkannya). Dia dilengkapi dengan alat-alat teknologi yang
sangat canggih, menggunakan pakaian bagus dan mewah, serta mengendarai mobil
tercanggih. Bila dilihat sepintas lalu, pria muda mana yang tidak mengidolakan
tokoh James Bond ini. Semua yang diinginkan oleh seorang pria dimilikinya. Namun
demikian, bila kita tinjau baik-baik berdasarkan norma-norma kemanusiaan yang
berlaku secara umum di masyarakat (atau Pancasila Buddhis), James Bond
melakukan pelanggaran terhadap norma-norma tersebut hampir disetiap saat. Mulai
dari membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong, dan mabuk-mabukan. Jika
demikian, apakah sosok yang demikian layak untuk dijadikan panutan bagi para
kaum pria? Semoga tidak ada wanita yang menyukai James Bond (si peleceh
perempuan). Kaum perempuan pun tidak terbebas dari hal yang serupa. Banyak dari
mereka yang mengagumi tokoh wanita yang
sama buruknya dengan James Bond.
Pencitraan sesosok tokoh idola yang
salah seperti di atas bukan hanya terjadi di negara-negara
Barat, tetapi juga terjadi di negara-negara Timur. Pernah dengar film “Dewa
Judi atau God of Gamblers”? Film ini muncul di era 80an, tetapi ternyata masih
sangat populer hingga saat ini.[1]
Sosok pemeran utama dalam film ini juga tidak jauh berbeda dengan James Bond,
tinggi, gagah, tampan, pandai berkelahi & menembak, suka mabuk-mabukan, dan
selalu dikelilingi oleh wanita cantik. Bila menang berjudi maka dia akan
senang-senang sambil minum minuman keras. Bila kalah dalam berjudi, dia juga
mabuk-mabukan. Tak segan-segan untuk melakukan perkelahian hingga pembunuhan
guna menjaga reputasinya. Pencitraan yang salah ini, bukannya membawa
kebahagiaan melainkan penderitaan, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan
yang akan datang. Hal ini dapat terjadi karena kekeliruan, halusinasi, dan
kebodohan.
Ingin Menjadi
Orang Besar (Penguasa)?
Apakah anda mengenal Alexander Agung
(Alexander The Great, 20/21 Juli 356 SM – 10/11 Juni 323 SM), Julius Caesar
(100-44 SM), dan Cleopatra (Januari 69 SM – 12 Agustus 30 SM)? Ya, mereka
adalah para penguasa di jaman yang telah lampau. Mungkin banyak yang tidak
mengenalnya. Mereka meninggal ketika relatif dalam usia yang masih muda, yaitu
sekitar 30 – 50an tahun, masing-masing karena sakit (ada dugaan karena dibunuh),
dibunuh, dan bunuh diri.[2]
Lihatlah sosok penguasa yang belum lama (belasan tahun yang lalu) digulingkan
dan merupakan pemimpin negara tetangga kita. Ya, dia adalah Ferdinand Marcos,
bekas penguasa Negara Philippina. Bagaimana dengan mantan penguasa Indonesia,
negara kita sendiri, Bung Karno dan Pak Harto? Mereka turun dari kekuasannya
juga karena dipaksa. Apakah anda pikir mereka dapat hidup dengan tenang dan
bahagia di akhir hayatnya? Bagaimana dengan Presiden kita saat ini, Pemimpin
Libya, Presiden Amerika Serikat, dll? Banyak sekali urusan yang harus
dikerjakannya dan mungkin tidur pun tidak bisa nyenyak. Banyak dari para
pemimpin dunia menggunakan mobil anti peluru. Apakah hal itu sebagai pertanda kebahagiaan?
Tentu jawabannya adalah TIDAK.
Namun demikian, banyak sekali orang
yang tidak menyadari hal ini, bukan cuma di Indonesia tetapi di seluruh dunia.
Lihatlah di negara kita yang tercinta ini, tahukah anda berapa jumlah partai
politik yang kita miliki? Banyak sekali, mungkin anda tidak hafal semuanya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena setiap orang ingin menjadi penguasa, dan
kendaraan yang tercepat untuk membawanya jadi penguasa adalah partai politik.
Seperti anda semua ketahui, tidak ada partai politik yang bersih atau mungkin
bisa juga dikatakan bahwa tidak ada politikus yang bersih. Mereka (pihak
oposisi) selalu berusaha menjatuhkan pihak yang sedang berkuasa untuk merebut
kekuasaannya. Dengan dalih ingin mensejahterakan rakyat, bukannya
mendukung/membantu partai penguasa, pihak oposisi selalu membuat masalah kecil
menjadi masalah besar. Semua itu adalah manifestasi dari keserakahan. Oleh karena
itu, dengan jalan ini, anda juga tidak akan pernah menemukan kesejahteraan dan
kedamaian sampai kapanpun.
Ingin Memiliki
Banyak Keturunan?
Hal ini sesuai dengan prinsip para
nenek moyang kita yang mengatakan bahwa “banyak anak, banyak rejeki”? atau bisa
diartikan sebagai penyebab kebahagiaan. Sekarang, ternyata tidak banyak lagi
orang yang setuju dengan prinsip tersebut. Bahkan bila ada yang masih mempunyai
pandangan seperti itu, mungkin akan dianggap sebagai pandangan orang yang tidak
normal. Saat ini kehidupan semakin keras, biaya hidup semakin tinggi, dan uang
lebih sulit didapat. Para perumah tangga biasanya hanya mempunyai 1 atau 2
orang anak saja. Di negara Jerman dan Singapura, bahkan banyak pasangan yang
memilih untuk tidak mempunyai anak. Perlu diketahui, untuk mencegah terjadinya
kekurangan penduduk, pemerintah Singapura bahkan bersedia memberikan bonus
kepada keluarga yang ingin mempunyai anak. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan
hidup ini juga bukan hanya sekedar untuk mempunyai keturunan, karena hal itu
tidaklah menjamin tercapainya kebahagiaan.
Sehubungan dengan prinsip banyak anak
di atas, ada sebuah cerita menarik dari Dhammapada, syair No. 213. Syair ini
diucapkan Sang Buddha sehubungan dengan kesedihan Visākhā (penyokong utama wanita yang merupakan pendonor vihara
Pubbārāma) yang disebabkan oleh kehilangan salah satu cucu
kesayangannya.
Suatu hari salah satu cucu kesayangan
Visākhā yang bernama
Sudattā meninggal dunia dan dia merasa sangat sedih sekali. Kemudian ia pergi untuk
menemui Sang Buddha di vihara Jetavana, Sāvatthi[3]. Saat Sang Buddha bertemu dan melihatnya menangis, Beliau
bertanya, “Apakah engkau ingin mempunyai keturunan (cucu) sebanyak penduduk
kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya menginginkannya. Kemudian Sang Buddha bertanya
kembali, “Visākhā, tahukah kamu bahwa banyak penduduk yang meninggal setiap harinya di
kota Sāvatthi?” Ya Guru, saya mengetahuinya. Sang Buddha pun berkata, “Jika
kamu menganggap mereka yang meninggal tersebut seperti cucumu sendiri, kamu
tidak akan pernah berhenti bersedih dan menangis. Jika demikian, masihkah kau
menginginkan untuk memiliki cucu sebanyak penduduk Sāvatthi?” Visākhā pun tersadar dan dia
berkata bahwa dia tidak menginginkan cucu lagi. Kemudian Sang Buddha berkata
lagi, “Jangan biarkan kematian cucumu terlalu mempengaruhimu. Kesedihan (karena
kehilangan) dan ketakutan (akan kehilangan) muncul karena rasa sayang.” Setelah selesai menasihati Visākhā, Sang Buddha
mengucapkan syair Dhammapada #213: Raya
sayang mengakibatkan kesedihan, rasa sayang mengakibatkan ketakutan. Tidak ada
kesedihan bagi dia yang terbebas dari rasa sayang, bagaimana bisa ada ketakutan
baginya?
Dari uraian di atas, ternyata apa
yang selalu dikejar-kejar banyak orang, sebenarnya tidak satu pun yang membawa
kebahagian. Mungkin anda berpikir bahwa hal ini hanyalah pandangan yang keliru dan pesimis dari Ajaran Sang Buddha. Buktinya
dengan banyak uang, menikmati aneka hiburan, bertamasya, dan dengan mempunyai
anak, banyak orang merasa bahagia.
Apakah Ajaran
Sang Buddha Keliru dan Pesimis?
Ajaran Sang Buddha bukanlah Ajaran
yang keliru dan pesimis. Ajaran Beliau adalah Ajaran Kebenaran. Beliau hanya
menunjukkan yang sebenarnya dari hukum yang berlaku di dunia ini. Dalam Empat
Kesunyataan (Kebenaran) Mulia, Kebenaran yang pertama adalah Kebenaran tentang
Penderitaan. Contoh: kelahiran, usia tua, sakit, ... dan 5 kelompok
pencengkeraman (Pañcupādānakkhandha) adalah penderitaan. Selain itu penderitaan juga dibagi
menjadi 3 macam: 1. Penderitaan yang kasar (dukkha-dukkha),
contoh: digigit nyamuk, tertusuk jarum, dll. 2. Penderitaan yang halus, karena
perubahan (viparināma-dukha), contoh: berkurangnya tingkat kebahagiaan terhadap sesuatu
yang kita sukai. Bapak A sangat suka dengan nasi goreng rumah makan B, tetapi
bila setiap hari dia mengkonsumsinya, mungkin setelah yang ketiga atau kelima
kali dia mulai muak dengan nasi goreng tersebut. 3. Penderitaan yang berada di
segala sesuatu yang terkondisi (sankhāra-dukkha), penderitaan jenis ini sangatlah halus, tidak terlihat, dan
juga tidak bisa dimengerti hanya dengan melalui perenungan. Hanya bisa
dimengerti dan dirasakan melalui meditasi vipassanā. Karena segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak
kekal walaupun itu hanya se-per-seratus...se-per-sejuta detik (bahkan lebih),
semuanya adalah penderitaan/ ketidakpuasan.
Penderitaan
jenis ke 1 & 2 tidaklah sulit untuk dipahami, tetapi yang jenis ketiga
sangatlah sulit untuk dimengerti. Dikarenakan sebagian besar orang tidak
mengetahui hakekat yang sebenarnya dari fenomena mental dan jasmani, mereka
terjebak dalam halusinasi/penyimpangan/distorsi. Ada tiga halusinasi (vipallāsa)[4]
yaitu: 1. Halusinasi dari persepsi (saññā-vipallāsa), 2. Halusinasi dari pikiran
(citta-vipallāsa), dan 3. Halusinasi dari pandangan (diṭṭhi-vipallāsa). Masing-masing dari halusinasi di atas terbagi lagi menjadi
4 macam, yaitu: * menganggap yang tidak kekal (anicca) sebagai sesuatu yang kekal (nicca), * menganggap yang kotor/buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang bersih/baik/bagus (subha), * menganggap penderitaan (dukkha) sebagai kebahagiaan (sukha),
dan * menganggap yang tanpa-inti, -aku, -ego, -jiwa, atau -roh (anattā) sebagai sesuatu yang mempunyai inti
(attā).
Marilah lihat contoh yang sederhana,
yaitu rambut. Bisa dipastikan hampir semua orang menganggap rambut sebagai
sesuatu yang indah/menarik dan mereka menyanginya, khususnya adalah kaum
wanita. Oleh karena itu setiap orang merawat rambutnya dengan baik bahkan ada
yang sampai berlebihan. Contohnya, mereka memberinya minyak rambut, pewangi,
zat pewarna (di-cat), dipotong agar terlihat indah, dicuci/bersihkan (keramas)
dengan cairan pencuci rambut (shampoo) yang mahal, dan sebagainya, bahkan ada
yang sampai menyewa jasa orang lain untuk melakukannya (pergi ke salon). Selain
itu, untuk membuktikan pernyataan ini menjadi lebih kuat lagi yaitu adanya
peribahasa yang mengatakan bahwa “rambut adalah mahkotanya wanita.” Namun
demikian, bila terdapat walaupun hanya satu helai rambut di makanan atau
minuman yang anda sangat sukai, dapat dipastikan anda akan merasa jijik untuk mengkonsumsinya. Bila rambut itu memang
indah dan bersih, maka seharusnya makanan/minuman yang anda sangat sukai
tersebut akan menjadi semakin menarik dan menggugah selera anda bukan! Mengapa
bisa terbalik keadaannya? Hal ini disebabkan oleh halusinasi persepsi. Mengapa
halusinasi ini bisa terjadi, apa penyebabnya? Semua halusinasi disebabkan oleh
kekotoran mental (kilesa) dan cara mengatasinya adalah dengan berlatih meditasi
vipassanā.[5]
Apakah sekarang anda masih mangatakan
bahwa Ajaran Sang Buddha adalah Ajaran yang pesimis dan keliru? Semoga contoh
sederhana di atas dapat membuka mata anda semua bahwa selama ini sebagian besar
hidup anda dihabiskan untuk mengejar kebahagiaan dengan cara yang keliru. Bila belum
percaya juga, cobalah renungkan apakah selama ini anda telah benar-benar
mendapatkan kebahagiaan yang anda cari? Pasti BELUM, karena sampai sekarang
anda masih mencarinya bukan?
Tujuan Hidup
Yang Benar
Bila demikian, apa Tujuan Hidup Yang
Benar, bila ditinjau dari Ajaran Sang Buddha. Tujuannya adalah mencapai kedamaian (kebahagiaan) sejati (Nibbāna), yaitu suatu keadaan yang terbebas
sepenuhnya dari penderitaan. Bagaimana cara mencapainya? Caranya yaitu dengan
membasmi kekotoran mental anda. Kekotoran mental ini hanya dapat dibasmi oleh
kekuatan kebijaksanaan (paññā).
Ada 3 jenis kebijaksanaan[6],
1. Kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengar dan belajar Dhamma (suta-maya-paññā). 2. Kebijaksanaan yang diperoleh dari pemikiran
analitis atau penyelidikan (cintā-maya-paññā). 2. Kebijaksanaan yang
diperoleh dari pengembangan mental atau meditasi (bhāvanā-maya-paññā). Kebijaksanaan yang dapat
membasmi kekotoran mental adalah kebijaksanaan hasil meditasi vipassanā, kebijaksanaan yang membuat seseorang
mengerti hakekat sesungguhnya dari fenomena mental dan jasmani, yaitu tidak
kekal (anicca), penderitaan/tidak
memuaskan (dukkha), dan tanpa inti (anattā). Dengan mengerti 3 corak umum ini,
maka secara bertahap 3 akar kejahatan yaitu: keserakahan (lobha), kebencian/kemarahan (dosa),
dan kebodohan mental (moha) akan
terkikis dan akhirnya habis. Saat 3 akar kejahatan ini telah lenyap, maka
kedamaian sejati (Nibbāna) tercapai.
Apakah seseorang cukup hanya
melakukan meditasi vipassanā dalam hidupnya untuk
mencapai Nibbāna? Bisa ya dan bisa juga tidak. Bila kualitas kesempurnaan (pāramī) anda telah mencukupi, maka anda bisa hanya dengan melaksanakan meditasi vipassanā dalam hidup ini.
Tetapi apakah anda mengetahui kualitas kesempurnaan anda? Jadi sebaiknya anda
(semua orang) melakukan tiga landasan perbuatan berjasa (puñña-kiriya-vatthu): dana (dāna), sila atau moralitas (sīla), dan pengembangan
mental/meditasi (bhāvanā). Berdana[7] akan mengkondisikan seseorang untuk mempunyai kehidupan yang
berkecukupan. Pelaksanaan sila akan mengkondisikan seseorang untuk mempunyai
kehidupan yang terhormat, disukai orang, sehat, dan hidup dengan tenang.
Latihan meditiasi (khususnya vipassanā) akan mengkondisikan seseorang untuk
memperoleh kecerdasan dan kebijaksanaan. Bila anda hidup berkecukupan tetapi
tidak mempunyai kesehatan yang baik atau selalu cemas karena takut
kejahatan-kejahatan yang telah anda lakukan (akibat melanggar sila) terbongkar
oleh pihak yang berwajib, maka anda tidak akan dapat hidup bahagia, begitu juga
untuk berlatih meditasi. Tanpa berlatih meditasi, anda tidak akan mempunyai
kecerdasan dan kebijaksanaan yang cukup. Bila demikian, kekayaan dan kesehatan
anda bisa menjadi pembawa kehancuran. Selain itu anda juga tidak akan bisa
terbebas dari kelahiran, umur tua, sakit, dan kematian. Untuk terbebas dari hal
itu, jalan satu-satunya adalah meditasi vipassanā. Jadi tiga landasan perbuatan berjasa ini
saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan sebaiknya semua orang
melaksanakan ketiganya.
Waktu Yang Tepat Untuk Berlatih
Tahukah anda kapan waktu yang terbaik untuk berjuang mencapai kedamaian
sejati ini? Jawabannya adalah SAAT INI. Saat ini adalah kehidupan anda
yang Paling Mulia[8] dari kehidupan-kehidupan sebelumnya. Mengapa? Karena di kehidupan inilah
anda dapat berjuang untuk mencapai kedamaian sejati tersebut. Jangan karena
alasan: masih banyak tugas sekolah, masih banyak pekerjaan, masih terlalu muda,
sudah terlalu tua, dan yang lainnya, mengakibatkan anda tidak memperjuangkan
untuk mencapai hal yang sungguh luar biasa ini. Kehidupan yang anda miliki saat
ini di mana anda terlahir sebagai manusia, terlahir ketika ada Buddha yang
tercerahkan, anda dapat bertahan hidup (dan tidak dalam keadaan kekurangan
maupun cacat), dan anda dapat mendengarkan Dhamma Sang Buddha yang dapat
menuntun anda mencapai Nibbāna, adalah kehidupan yang sangat sulit sekali di dapat, jadi jangan
sia-siakan kehidupan ini dengan melakukan hal yang tidak berguna.
Apakah anda ingin melakukan ketika anda sudah tua, ketika jasmani dan
mental anda sudah jauh lebih lemah lagi? Apakah anda yakin usia anda masih
panjang? Secara teori, latihan meditasi vipassanā sangatlah mudah dan sederhana, yaitu: selalu
menjaga perhatian murni (sati atau bare-attention) di setiap aktivitas yang
anda lakukan. Namun demikian, karena hal ini adalah sesuatu yang baru, yang
belum biasa dilakukan, maka kebanyakan orang merasa kesulitan dalam
mempraktekkannya. Jangankan yang sudah tua, yang kekutaan mental dan jasmaninya
telah banyak berkurang, yang masih muda saja banyak sekali yang mengalami
kesulitan. Bila saat ini anda sudah tua, janganlah menunda dan ragu untuk
memulainya, karena anda tidak akan menjadi lebih muda dan kuat lagi. Tetapi
yang pasti adalah anda akan semakin lemah dan mendekati kematian. Selain itu,
siapa yang bisa menebak kapan anda akan meninggal? Kehidupan ini tidaklah
pasti, tetapi kematian adalah sesuatu yang pasti. Bila hal ini (kematian)
datang, tak ada tindakan apapun yang anda dapat lakukan untuk mencegahnya. Tak
ada sogok-menyogok, tawar-menawar, ataupun meminta belas kasihan. Tak ada
penundaan walaupun hanya satu detik. Jadi lakukanlah SAAT INI[9] juga.
Melakukannya Di Kehidupan Yang Akan Datang
Apakah anda mau melakukannya nanti, di kehidupan yang akan datang? Apakah
anda yakin dapat terlahir kembali menjadi manusia (atau terlahir di alam yang
baik lainnya: dewa & brahma) dan mempunyai kehidupan yang layak seperti
saat ini (tidak kekurangan, cacat, bodoh, dll.)? Pernahkah terlintas oleh anda
tentang kemungkinan terlahir menjadi binatang (tiracchāna), setan (peta), jin/raksasa (asura), atau bahkan menjadi penghuni
alam neraka (niraya)? Perlu diketahui
bahwa 4 alam rendah adalah rumah permanen bagi para makhluk hidup. Bukti dari
hal ini adalah kecenderungan dari setiap makhluk hidup menghabiskan waktunya
dengan diliputi oleh 3 akar kejahatan. Coba renungkan hal ini terhadap diri
anda sendiri. Mereka yang terlahir di sana tidak mempunyai kesempatan sama
sekali untuk melatih meditasi vipassanā ini. Bukan hanya hidup mereka sangat menderita, tetapi mereka juga tidak
mempunyai kecerdasan yang cukup untuk berlatih Dhamma. Anda tidak perlu
membayangkan makhluk setan, jin, ataupun penghuni neraka, tetapi bayangkanlah
makhluk alam rendah yang mudah dilihat dan ditemui, yaitu binatang. Hidupnya
sebagian besar hanya dihabiskan untuk mencari makan, berkelahi (mempertahankan
daerah kekuasaan), atau hanya sekedar bertahan hidup untuk mendapatkan
keturunan (diantaranya adalah ikan salmon dan cengcorang). Selain itu hidupnya
selalu dipenuhi rasa takut dari ancaman akan dimangsa oleh binatang yang lebih
kuat.
Mungkin anda akan bertanya, bagaimana dengan anjing dan kuda? Banyak
anjing dan kuda yang hidup kecukupan dalam soal makanan, apalagi bila anjing
dan kuda tersebut dipelihra oleh orang kaya. Ya, anda benar, ada beberapa dari
mereka yang hidup sangat berkecukupan. Tetapi, apakah mereka mempunyai
kecerdasan yang cukup untuk berlatih Dhamma? TIDAK sama sekali, jangankan
diajarkan untuk berlatih meditasi, diajarkan untuk dapat membaca pun tidak
bisa. Karena hidupnya kecukupan (enak), mereka cenderung untuk menjadi serakah,
manja, dan malas. Hal tersebut cenderung pada pengembangan keserakahan (lobha) dan kebodohan (moha). Bila hidup dalam keadaan
kekurangan, kecenderungan dari kebencian (dosa)
dan kebodohannya (moha) akan
meningkat. Sehingga, baik mereka yang hidup berkecukupan ataupun kekurangan, 3
akar kejahatan selalu dominan di kehidupan mereka. Selain itu, mereka juga
tidak mengerti tentang moralitas dan akibatnya mereka banyak melakukan
pelanggaran sila. Dengan demikian sangatlah sulit untuk terlahir kembali di
alam yang baik. Anda pasti telah
mendengar tentang perumpamaan ‘penyu buta’ dan ‘debu di ujung kuku’ yang
dibabarkan oleh Sang Buddha untuk menggambarkan betapa sulitnya terlahir di
alam manusia.[10]
Dalam sebuah kisah Dhammapada yang berhubungan dengan syair No. 60,
digambarkan akibat buruk dari membunuh hewan. Raja Pesenadi dari kerajaan
Kosala terpikat oleh seorang wanita; akan tetapi, wanita tersebut telah
mempunyai suami. Sang Raja pun berniat membunuh suami wanita tersebut agar
beliau dapat memperistrinya. Malam harinya Sang Raja bermimpi sangat buruk dan
untuk menghindari hal tersebut terjadi padanya, Raja berkonsultasi dengan para
brahmana (penasehat) kerajaan. Beliau dianjurkan untuk melakukan kurban
besar-besaran. Tetapi atas nasehat Ratu Mallikā, beliau menemui Sang Buddha dan diberitahu
bahwa hal itu tidaklah baik. Beliau juga diberi penjelasan tentang mimpinya.
Raja sangat berterima kasih sekali dan memuji istrinya di hadapan Sang Buddha. Kemudian
Sang Buddha mengatakan bahwa bukan hanya kali ini saja istrinya telah menyelamatkannya,
dan atas permintaan sang Raja, Beliau mengisahkan kehidupan masa lalu mereka.
Saat itu mereka hidup sebagai Raja Uggasena dan Ratu Dhammadinnā (Dinnā). Raja Benāres menangkap mereka
dan berencana untuk membunuhnya, tetapi setelah mendengarkan kisah kehidupan
Ratu Dinnā, akhirnya semua tawanan dibebaskan. Di kehidupan sebelumnya Ratu
Dinnā pernah membunuh seekor domba untuk membuat suatu hidangan yang lezat
dengan memotong leher domba tersebut. Akibat pebuatan ini, setelah meninggal,
beliau terlahir di alam neraka dalam waktu yang sangat panjang. Setelah
terbebas dari neraka, beliau terlahir sebagai seekor domba sebanyak jumlah bulu
domba yang dibunuhnya dan selalu meninggal karena dibunuh dengan cara dipotong
lehernya. Raja Benāres pun merenungi akibat yang akan diterimanya dan dia
memutuskan untuk membebaskan para tawanannya, termasuk Raja Uggasena. Kisah
yang hampir sama bisa anda baca pada Matakabhatta Jātaka (No. 18).
Sekarang renungkanlah sudah berapa banyak
hewan yang telah anda bunuh? Mungkin sulit untuk menghitungnya bukan? Ambil
contoh saja misalnya, membunuh nyamuk, jentik nyamuk, semut, ikan, ayam,
burung, dsb. Mungkin dari anda ada yang pernah membeli dan menggunakan raket
nyamuk. Saat ada satu atau beberapa nyamuk yang terkena raket, maka akan
menimbulkan suara nyaring (ceter...ceter) dan mungkin anda merasa senang dan
mengeluarkan ungkapan rasa senang “Wow Luar Biasa” sambil tertawa. Betapa
menyedihkan mengetahui hal ini, karena anda merasa senang setelah melakukan hal
yang tidak pantas dilakukan. Sekarang juga banyak rumah makan yang menyajikan
hewan hidup (ayam, kelinci, ular, ikan, dsb.). Pernahkah anda memesannya?
Bayangkanlah bila anda harus terlahir sebagai hewan (atau 3 alam rendah
lainnya) sebanyak jumlah kaki nyamuk (atau mungkin di tambah dengan jumlah bulu
ayam, sisik/telur ikan, sisik ular, dll.) yang telah anda bunuh. Tidakkah hal
itu membuat anda takut?[11]
Oleh karena itu, manfaatkanlah kehidupan mulia yang anda miliki saat ini untuk
berlatih meditasi vipassanā agar bisa terhindar dari itu semua dan kalau bisa
mencapai Nibbāna di kehidupan ini juga.
Apakah 4 alam rendah itu memang benar-benar
ada? Dalam Ajaran Buddha, alam binatang adalah salah satunya, jadi yang satu
ini tidak bisa diragukan lagi. Tetapi bagaimana dengan 3 alam yang lainnya
(setan, jin, dan neraka)? Memang tidak banyak orang yang mengetahui kenyataan
ini, tetapi bukan berarti hal ini tidak bisa dipercaya. Anda mungkin bisa cari
dan baca buku yang berjudul “Ruang dan Waktu” atau “Ewang Me Sutang.” Penulis
yakin buku itu menceritakan hal yang sesungguhnya karena penulis juga mempunyai
beberapa teman yang bisa melihat makhluk dari alam-alam tersebut. Coba pikirkan
hal ini, orang yang buta sejak lahir tidak pernah melihat matahari, bulan, dan bintang.
Tetapi, karena dia belum pernah melihat itu semua, bukan berarti matahari,
bulan, dan bintang, tidak ada bukan?
Mungkin anda menganggap bahwa anda telah banyak melakukan kebajikan
seperti berdana, melaksanakan sila, sering pergi kebaktian, dll. Mungkin anda
merasa yakin akan terlahir menjadi dewa dan memutuskan untuk berlatih di sana
saja. Sebenarnya sangatlah kecil kemungkinannya bagi anda untuk bisa berlatih
di alam dewa, karena di sana terlalu banyak kesenangan. Waktu anda akan habis
hanya untuk menikmati kesenangan objek indera. Jangankan dewa, manusia yang
terlahir di keluarga yang kecukupan saja tidak sempat berlatih karena waktunya
habis untuk mencari kesenangan objek indera. Contohnya: menonton TV/bioskop, bernyanyi
(karaoke-an), pergi makan ke restoran, pergi fitness, menyalurkan hobi (seperti
bercocok tanam, memancing, bikin kue, dsb.), menggosip, dll. Sang Buddha
memberikan perumpamaan tentang kesenangan di alam manusia ini bagaikan setetes
embun yang berada di sehelai daun rumput alang-alang, sedangkan kesenangan di
alam dewa bagaikan banyaknya air yang berada di samudera. Jadi hampir bisa
dipastikan (walaupun tidak 100%), orang yang terlahir di alam dewa akan lupa
untuk berlatih Dhamma. Apakah anda tahu Raja Sakka? Ya, dia adalah Raja para
dewa di alam dewa tingkat kedua (Tāvatiṁsa). Beliau telah mencapai tingkat kesucian yang pertama (Sotāpanna) dan masih sering lupa untuk berlatih karena terlena akan kesenangan
alam dewa.[12] Bila seorang Sotāpanna saja masih sering lupa berlatih, bagaimana dengan makhluk yang belum
mencapai tingkat kesucian? Kemungkinan besar, PASTI tidak ingat untuk berlatih
Dhamma (khususnya meditasi vipassanā).
Keberadaan Ajaran Buddha
Ajaran Buddha diprediksi akan bertahan sekitar 5.000 tahun. Sekarang
sudah lebih dari 50% waktu tersebut telah berlalu. Berdasarkan pengamatan dan
pengalaman penulis dalam menjalankan kehidupan sebagai seorang bhikkhu di
Myanmar, sepertinya Ajaran Buddha ini bahkan mungkin tidak akan bertahan selama
waktu yang diprediksikan di atas. Hal ini dikarenakan banyak sekali para
rohaniawan Buddhis (bhikkhu dan yang lainnya) sudah tidak melaksanakan
peraturan yang seharusnya mereka laksanakan. Penulis memutuskan pergi dan
belajar ke Myanmar karena praktek meditasi vipassanā masih cukup kuat di sana. Sedangkan di
negara-negara penganut Ajaran Theravada lainnya sudah sangat lemah. Anda
mungkin bisa melihat dan merasakan betapa bebasnya kehidupan seorang rohaniawan
Buddhis sekarang, bahkan ada yang melakukan hal yang tidak pantas dilakukan.
Mereka hidup bagaikan umat awam. Bila hal ini terus berlangsung, maka bisa
dipastikan sebelum 5.000 tahun Ajaran yang sungguh Mulia ini akan lenyap dari
muka bumi ini.
Bila Ajaran Buddha lenyap, maka Ajaran tentang meditasi vipassanā ini pun lenyap. Saat itu hanya orang-orang
spesial/tertentu yang tetap bisa melatihnya,
karena mereka telah berlatih di kehidupan sebelumnya. Mereka adalah orang yang
telah mencapai kesucian (Ariya Puggala)
dan calon Paccekabuddha. Bila anda
tidak mengetahui apakah anda termasuk dalam kelompok orang yang spesial seperti
di atas, sebaiknya anda berlatih saat ini juga selagi masih mempunyai
kesempatan. Sadarkah anda bahwa sangat sedikit orang yang mempunyai kesempatan
untuk berlatih meditasi vipassanā ini. Yang jauh lebih sedikit lagi adalah
orang yang benar-benar mau melatihnya. Bahkan para bhikkhu yang tinggal di
pusat-pusat meditasi di negara Myanmar pun sudah tidak suka bermeditasi lagi,
termasuk juga para guru meditasinya. Ini adalah tanda-tanda yang sangat nyata
bahwa Ajaran Buddha, khususnya tentang meditasi vipassanā akan segera lenyap. Manfaatkanlah kesempatan
yang sungguh mulia ini untuk berlatih sungguh-sungguh, sehingga anda dapat
menjalani kehidupan ini sesuai dengan Ajaran Sang Buddha dan segera mencapai Nibbāna.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas terlihat
bahwa kebanyakan orang hidup dalam kekeliruan. Mereka semua mencari kebahagian,
tetapi tidak tahu hakekat sesungguhnya dari kebahagiaan itu sendiri. Oleh
karena itu, bukannya kebahagiaan, melainkan penderitaan yang semakin panjanglah
yang mereka dapat. Untuk mendapatkan
kebahagian yang sesungguhnya, sebaiknya anda melakukan dana, sila, dan meditasi
(khususnya meditasi vipassanā). Semuanya
dapat di rangkum menjadi tiga intisari ajaran dari semua Buddha, yaitu: 1.
Hindari (jangan melakukan) Kejahatan. 2.
Perbanyak Kebaikan. 3. Sucikan Hati/Pikiran.
Semua orang harus menghindari kejahatan karena masih banyak sekali hasil dari
perbuatan-perbuatan yang tidak baik dari kehidupan masa lalu yang belum
diterima (berbuah). Ini bagaikan batu yang akan membawa anda tenggelam dalam
lingkaran kehidupan (khususnya ke 4 alam rendah) dan mengalami penderitaan yang
sangat luar biasa. Semua orang harus memperbanyak kebaikan karena hal ini
dapat membantunya dalam menghadapi penderitaan dan mensucikan Hati/Pikiran.
Kebaikan bagaikan perahu yang dapat membantu anda menyebrangi samudera saṁsāra dan mencapai pantai
seberang (Nibbāna). Semakin besar perahu anda, semakin besar daya angkutnya.
Selama berat batunya (hasil karma buruk)
tidak melebihi daya angkut perahunya, anda tidak akan tenggelam. Mensucikan Hati/Pikiran hanya bisa
dilakukan dengan meditasi vipassanā dan dukungan dari tindakan No. 1 dan 2.
Saat ini anda mempunyai kesempatan untuk melakukan semua itu dan bahkan untuk
mencapai tujuan akhir tersebut (Nibbāna)
di kehidupan ini juga. Jadi jangan sia-siakan kesempatan yang sungguh mulia
ini.
Semoga anda semua, setelah membaca artikel
ini, timbul hasrat/semangat untuk segera terbebas dari semua bentuk kehidupan (samvega), karena semua bentuk kehidupan
adalah penderitaan. Dengan semangat ini, semoga anda dapat berlatih meditasi
vipassanā dengan rajin dan gigih hingga akhirnya mencapai tujuan yang
sesungguhnya dari hidup ini (Nibbāna)
yang semua makhluk cita-citakan. Sādhu! sādhu! sādhu!
Salam
mettā untuk semua,
U Sikkhānanda
Pusat Meditasi Satipaṭṭhāna Indonesia
Bacom, Puncak, Jawa Barat
16 Juni, 2011
Pusat Meditasi Satipaṭṭhāna Indonesia
Bacom, Puncak, Jawa Barat
16 Juni, 2011
Di bawah adalah
beberapa PERTANYAAN & PERNYATAAN dari teman-teman di kelompok
“BUDDHA-SCHOOL” facebook sehubungan dengan artikel “Tujuan Hidup Ini.” Semoga
dapat lebih membantu teman-teman dalam memahami artikel ini.
@ U Sikkhānanda (Andi
Kusnadi)......,Namo
Bhante......_/!\_..,saya baca dulu....,sementara saya tidak berkomentar..atas
artikel diatas....., sebenarnya ....banyak bacaan yang saya baca.....kadang
saya pikir, ini mau baca sampai berapa banyak....mungkin sampai 100 thn lagi
tidak akan ada habisnya......dalam kebinggung ini ....akhirnya...pada satu saat
saya membaca.....": ”Jadi, bhikkhu, aku telah mengajar tentang bhikkhu
yang sibuk belajar, tentang bhikhu yang sibuk mengajar, tentang bhikkhu yang
sibuk mengulang, tentang bhiikhu yang sibuk merenung dan tentang bhikkhu yang
hidup dekat dengan Dhamma. Apa pun yang seharusnya dilakukan oleh guru yang
welas asih karena kasih sayangnya mencari kesejahteraan bagi para
siswanya,itulah yang telah kulakukan untuk kalian. Ini adalah akar akar pohon,
O Bhikkhu, ini adalah gubuk- gubuk yang kosong. Bermeditasilah, bhikkhu, jangan
lalai, jangan sampai kalian menyesal nantinya. Inilah instruksi kepada kalian.’
(Aṅguttara Nikāya V 73 dan 74)
....sepertinya saya baru sadar....dan mendapat semacam "jawaban"
atas kebingung saya...., sekarang saya mau bertanya secara singkat.....benarkah
pintu untuk melepaskan semua ikatan indriya harus melalui meditasi....seperti
yang tertulis diatas..."Bermeditasilah, bhikkhu, jangan lalai, jangan
sampai kalian menyesal nantinya. Inilah instruksi kepada kalian’.."kalau
memang demikian...maka lebih baik saya berkonsentrasi ke...MEDITASI...mohon
tanggapan dari Bhante......., Anumodana... June 16 at 7:13pm
Bhante U
Sikkhānanda (Andi Kusnadi)..saya sdh membaca artikel diatas,.maaf..Artikel yang bhante
tulis sangat tajam kata" yang dipilih.Mohon utk boleh bertanya. Menurut
Bhante apa yang bisa kita raih dlm kehidupan ini? Apakah dgn mengenal ajaran
Buddha di kehidupan skrg ini kita bisa terhindarkan dari Tumimbal lahir? Mksh..
Amitofo.. June 16 at 7:24pm
3. Dari: Jj
Jimmy
Bagaimana caranya untuk mengetahui masa lampau kita sebagai apa? June 16 at 7:38pm
Bagaimana caranya untuk mengetahui masa lampau kita sebagai apa? June 16 at 7:38pm
Bhante U Sikkhānanda (Andi Kusnadi), terimakasih
untuk wejangan Dhammanya kepada kami semua. Saya setuju sekali dengan pendapat
bahwa kita harus memulai mempraktikkan Dhamma terutama dana, sila dan bhavana
(vipassanā) saat ini dan sekarang karena memang kehidupan sebagai manusia
adalah sangat berharga, apalagi saat ini kita mengenal Dhamma. Ini adalah yang
harus menjadi prioritas bagi semua umat Buddha, syukur-syukur bagi semua orang.
Namun demkian, ada satu hal yang ingin saya ungkapan dan tentu mengharapkan
pendapat Bhante terutama mengenai kekayaan, keterkenalan dan kekuasaaan.
Dari artikel yang tertulis dengan melampirkan
beberapa contoh-contohnya yang nyata, Bhante lebih cenderung menunjukkan bahwa
semua itu justru menciptakan penderitaan bagi manusia. Tetapi jika kita
meninjau lebih jauh pandangan Sang Buddha terhadap kekayaan, keterkenalan dan
kekuasaan, Sang Buddha tidak anti dengan semua itu tentu terutama jika berkenaan
dengan umat awam. Bahkan dalam beberapa khotbahnya, Beliau memberikan cara yang
terbaik kepada umat awam untuk mendapatkan semua itu. Salah satunya terdapat
dalam Pattakamma Sutta, Aṅguttara Nikāya. Di Sutta ini, Sang Buddha mengatakan
bahwa ada empat hal yang umumnya diinginkan mereka yang hidup dalam kehidupan
berumah tangga yaitu kekayaan, keterkenalan, umur panjang dan terlahir di alam
surga setelah meninggal dunia. Sang Buddha tidak menolak atau mencela empat
keinginan tersebut. Dalam Sutta yang sama, Beliau justru menunjukkan cara untuk
mendapatkan mereka yakni seseorang harus memiliki keyakinan (saddha), moralitas (sīla), kedermawanan (caga)
dan kebijaksanaan (paññā). Sang
Buddha juga telah menjelaskan secara detil empat hal ini. Masih ada beberapa
khotbah lain di mana Sang Buddha memaklumi keinginan para perumahtangga dan
bahkan sering Sang Buddha memberikan cara untuk mendapatkannya.
Melihat khotbah-khotbah Sang Buddha, saya pribadi setuju bahwa prioritas utama kita sebagai umat Buddha adalah membebaskan diri kita dari penderitaan karena tumimbal lahir terus menerus, namun jika seseorang hidup di dalam kehidupan berumah tangga, ia bisa memiliki kekayaan, keterkenalan atau bahkan kekuasaan, asalkan ia mendapatkan semua itu dengan cara Dhamma sehingga meski mendapatkan semua itu, ia tidak akan lupa terhadap tujuan utamanya yakni membebaskan dirinya dari penderitaan karena tumimbal lahir yang berkepanjangan. Bagaimana pendapat Bhante dan teman-teman?
Mettacittena, June 16 at 7:56pm
=====
Saya setuju dengan
Samanera, kekayaan, popularitas dan umur panjang membawa kebaikan bila disikapi
dan dipergunakan dengan bijaksana....
Seseorang meninggalkan harta kekayaan dan popularitas bukan karena kekayaan dan popularitas itu buruk,... tetapi karena ada prioritas lebih tinggi dalam kehidupan ini....
Kekayaan dan popularitas akan menjadi penghalang bagi pencari prioritas lebih tinggi tsb bila ia tidak dapat menyikapinya dengan bijaksana....
Seseorang meninggalkan harta kekayaan dan popularitas bukan karena kekayaan dan popularitas itu buruk,... tetapi karena ada prioritas lebih tinggi dalam kehidupan ini....
Kekayaan dan popularitas akan menjadi penghalang bagi pencari prioritas lebih tinggi tsb bila ia tidak dapat menyikapinya dengan bijaksana....
=====
1.
@Samanera Soegito:
“BENARKAH HANYA BISA DGN MEDITASI.” Menurut
pendapat saya YA, tidak ada cara lain. Lihat saja Sang Buddha, Beliau bukan
baca buku dan melakukan riset di laboratorium. Tetapi beliau meditasi Vipassanā
di bawah pohon Bodhi. Sekarang telah hampir 2600 setelah Sang Buddha wafat.
Banyak sekali Teknologi yang telah diciptakan oleh manusia. Tetapi semua
teknologi yang berhubungan dengan pembersihan, hanya bisa membersihkan tubuh
kita dan hal yang berada di luar tubuh & bersifat materi semata. Pernahkah
anda mendengar mesin (teknologi) yang dapat menjernihkan pikiran manusia dari
kekotoran mental? Maka, hal ini dikatakan “Ini adalah jalan satu-satunya.”
2. @Wily Hock Tandean:
YA, saya akui kata-katanya SANGAT TAJAM,
mudah-mudahan tidak ada yang tersinggung, karena saya tidak menujukan kepada
seorang individu di manapun. Tetapi saya ingin pembaca artikel ini berkesan dan
terus mengingatnya. Karena pesan yang ingin saya sampaikan ini adalah pesan
yang tidak populer sekali (meditasi). Bila tidak tergugah, mungkin hanya masuk
telinga kiri, keluar telinga kanan. Berdasarkan pengalaman saya dalam membantu
penyelenggaraan meditasi dan memberi interview ke para yogi baik di Yasati
ataupun di Chanmyay Yeiktha di Hmawbi, Myanmar, sedikit sekali yogi yang
benar-benar memperhatikan instruksi yang diberikan. Itulah sebabnya banyak para
yogi yang tidak mencapai yang diinginkannya.
YANG BISA KITA RAIH BANYAK SEKALI, apapun yang
ingin anda raih, bila anda bisa memperjuangkannya dengan penuh semangat, saya
yakin bisa diraih (tetapi perlu di ingat, hal ini bisa dicapai bila parami anda
atau dukungan karma lalu juga memungkinkan). Bila hanya mengenal Ajaran Buddha,
tidak mungkin terbebas. Banyak sekali orang yang mengenal Ajaran ini, bahkan
walaupun mereka termasuk aliran ajaran lain. Anda terbebas hanya jika dapat
merealisasi Ajaran-Nya (merealisasi 4 Kesunyataan Mulia).
3. @ Jj
Jimmy:
Anda gunakan Abhiññā
(pengetahuan super normal, hasil dari kekuatan konsentrasi penuh/ jhāna) atau minta kasih tahu orang yang
bisa melihatnya, dan mungkin dengan teknik regresi. Tetapi hal itu terus
terang, tidak penting, yang penting adalah anda harus bisa menyelamatkan diri
anda (keluar dari lingkaran kelahiran dan kematian, penderitaan) mumpung
mempunyai kesempatan ini.
4. @
Samanera Santacitto:
Nama yang bagus sekali, semoga demikian adanya.
Setuju Samanera, Sang Buddha pun mengajarkan cara memperoleh kekayaan, karena
kekayaan pun merupakan salah satu sumber kebahagiaan (AN 4.62 Anana Sutta), tetapi
dalam Kebenaran Tentang Penderitaan
ini termasuk dalam viparināma-dukha.
Sang Buddha biasa mengajarkan Dhamma-Nya ke umat pemula biasa dimulai dengan
DANA & SILA lalu menerangkan manfaatnya...(lahir di alam dewa, dsb).
Setelah mereka senang, maka pikirannya tidak gelisah, bisa terkonsentrasi lebih
baik. Kemudaian barulah Beliau memberitahukan sisi buruk (kekurangan) alam Dewa
dan bahkan alam Brahma yang dicapai berkat kekuatan konsentrasi (belum terbebas
dari penderitaan, masih bisa meninggal). Bila mereka siap, maka Sang Buddha
mengajarkan 4 Kesunyataan Mulia (tentu saja dengan meditasi vipassanā juga,
sebab tak mungkin tercerahkan tanpa vipassanā), sehingga seperti kita ketahui
banyak pendengar ceramah Sang Buddha tercerahkan setelah mendengarkan Dhamma
yang dibabarkan-Nya.
Jadi saya tidak menentang mereka yang mencari kekayaan, dll. Tetapi saya
hanya mengatakakan bahwa hal itu bukanlah tujuan utama Ajaran Buddha. Tetapi
sayangnya banyak sekali orang yang hanya puas sampai di situ (kekayaan,
keterkenalan, dll) bahkan walaupun menempuhnya dengan cara yang salah.
Sang Buddha juga menjelaskan bagaimana berdana yang baik agar
buahnya melimpah. Oleh karena itu, saya pun menyempatkan diri untuk menulis
tentang DANA (bisa di unduh di alamat yang saya telah berikan, lihat di
facebook). Tetapi walaupun demikian, di bab terakhir saya tegaskan bahwa DANA
& SILA tidaklah cukup. Menurut para pelajar Dhamma, 84.000 subjek Dhamma
yang Sang Buddha berikan semuanya adalah untuk pencapaian Nibbana. Dalam
Simsapa Sutta, SN 56.31, Beliau mengatakan hanya mengajarkan Dhamma yang menuju
pembebasan, yang bagaikan jumlah daun simsapa di tangannya, dibandingkan dengan
jumlah daun yang berada di hutan tsb. (Dhamma yang Beliau ketahui, tetapi
sisanya tidak membawa pembebasan). Sekarang Ajaran Buddha sudah sangat merosot,
ketika kita mempunyai kesempatan untuk merealisasi Dhamma di kehidupan ini
juga, JANGAN sia-siakan.
Renungkanlah hal ini.
Beberapa Binatang akan menyukai bahkan hal yang menurut manusia sangat
menjijikan (kotorannya). Manusia menyukai hal yang menurut dewa adalah hal yang
menjijikan. Dewa menyukai hal yang menurut makhluk brahma menjijikan (mereka
tidak suka objek indera). Bagi yang tercerahkan, alam brahma pun masih membawa
penderitaan. Oleh karena itu, mereka ingin membebaskan diri dari semua alam
kehidupan. Yang mereka inginkan hanyalah NIBBĀNA.
Semoga para pembaca
artikel ini secepatnya merealisasi NIBBĀNA, sadhu3x.
Salam dalam mettā.
U Sikkhānanda ...June 18 at 1:40pm
=====
Mksh Bhante U Sikkhānanda (Andi
Kusnadi).. Anda menjelaskan
dgn penuh Semangat.. I like it.. Amitofo..Semoga tulisan anda bisa memberikan
pemahaman yang lbh baik kpd yang blm mengerti, sehingga tujuan Bhante yang baik
tercapai adanya..Terima kasih anda mau berbagi dgn kami..June 18 at 1:54pm
@..U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) ...Anumodana
Bhante..._/!\_....,penjelasan yang tegas memang sangat diperlukan....June 18 at
2:31pm
Bhante U Sikkhānanda (Andi
Kusnadi): Terimakasih sekali
atas jawabannya. Jawabannya mantap dan memuaskan. Semoga Bhante selalu berkenan
membimbing kita... Btw, Nama Bhante juga sangat indah yang berarti "
Delighted in the training".
Mettacittena, June 18 at 7:22pm
Terima kasih atas penjelasan2 Dharmanya Bhante U
Sikkhānanda (Andi Kusnadi) dan Y.M. Samanera Santacitta Novice...,June 18 at
8:44pm
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati
jasa kebajikan
sebesar jasa kebajikan yang diperoleh dari penulisan
artikel Dhamma ini.
Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan bebas
dari penderitaan,
serta secepatnya mencapai Nibbāna. Sadhu! Sadhu!
Sadhu!
[1] Penulis bertanya tentang film ini ke sekitar 200 mahasiswa Univ. Binus
dan 200 murid SPM & SMA Pahoa, Gading Serpong, Tangerang, saat memberikan
ceramah Dhamma di sana.
[2] www.wikipedia.org
[3] Sāvatthi adalah salah satu dari enam kota
terbesar saat itu dengan populasi 180 juta (18 crores), SNA.i.371., Proper Pali Names
[4] Aṅguttara Nikāya IV, 49 atau Ledi Sayadaw, The Manual of Buddhism, SBVMS Publication,
2007
[5] Clik tautan (link) ini untuk melihat Petunjuk
Meditasi Vipassanā atau Buku Dasar-Dasar Meditasi Vipassanā
[6] Digha Nikāya 33, Saṅgīti sutta
[7] Penjelasan detil tentang berdana silakan baca buku “DANA,”
klik tautan ini untuk unduh
buku DANA
[8] Penjelasan detil tentang hal ini dapat dibaca di buku “Kehidupan
Mulia Ini,” klik tautan ini untuk unduh buku.
[9] Perenungan terhadap waktu, “Memanfaatkan
Waktu Semaksimal Mungkin.”
[10] Yang ingin mengetahuinya, silakan baca “Pengembara
yang Tersesat.”
[11] Sang Buddha kadang meminta muridnya untuk Merenungkan
Penderitaan Neraka. Klik tautan ini untuk mengunduhnya.
[12] Majjhima Nikāya 37, Cūlatanhāsankhaya Sutta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar