- 1. Apakah semua orang bisa membuktikan dan mengetahui Hukum Karma ini?
- 2. Apakah Karma bisa dihapus, disubtitusi?
- 3. Apakah Hukum Karma ini adil?
- 4. Penjahat/bandit kecil seperti pencuri ayam bisa dipenjara beberapa bulan, disiksa, dipukuli, dan bahkan ada yang dipukuli sampai mati di tempat kejadian perkara, sedangkan para koruptor besar banyak yang bebas. Apakah ini adil bila ditinjau dari Hukum Karma?
Perahu (Karma baik) yang dia miliki (sangat) kecil tetapi banyak bocornya (Karma buruk) besar. Walaupun tidak ada tambahan bocor yang baru, perahu tersebut sudah sulit untuk dijalankan; bagaikan sulitnya menjalani hidup sebagai orang miskin. Sehingga, tambahan bocor baru yang kecil saja akan mendatangkan kesulitan yang sangat besar, bahkan bisa membuat perahu tersebut termasuk pemiliknya tenggelam. Bagaikan bandit kecil yang mendapatkan banyak siksaan hanya karena mencuri ayam (bocor kecil yang baru), bahkan bisa sampai meninggal (tenggelam).
Sedangkan kasus koruptor besar, Karma baik (perahu) yang dia miliki sangat besar dan sedang berbuah, tetapi bocornya (Karma buruk) sangat kecil. Maka, dia seakan tidak merasakan penderitaan, hidupnya senang. Begitu terkena bocor yang baru, semakin besar bocornya (korupsinya) semakin terasa efeknya. Tetapi bila bocor barunya masih jauh lebih kecil dari kemampuan daya angkut perahunya, maka perahu tersebut beserta pemiliknya tidak banyak terpengaruh. Hal ini bisa dilihat, ada pelaku kasus korupsi kecil dipenjara lebih lama dari pelaku kasus korupsi lebih besar. Sesama pelaku kasus korupsi besar pun hukumannya lain-lain, sebab kemampuan daya angkut perahunya lain-lain. Jadi, bila ditinjau dari Hukum Karma, kasus-kasus seperti itu adalah adil.
Anda bisa bandingkan dengan kasus jendral Alātaka (kisah pertama) dan kasus Sa-ing (kisah kelima). Sa-ing adalah seorang pencuri. Tetapi, saat ia mencuri emas dan beras tetangganya, tidak ada yang menyangka Sa-ing sebagai pencurinya, karena dia adalah orang kaya (Karma baiknya sedang berbuah dan jauh lebih besar dari buah Karma buruknya). Tetapi setelah kekuatan Karma baiknya melemah dan Karma buruknya berbuah dan kekuatannya menjadi lebih kuat, dia meninggal dan terlahir di neraka.
Cerita yang serupa juga bisa anda temui di “Kisah dari Khemaka, Anak Laki-Laki Orang Kaya” - DhpA syair No. 309 dan 310. Khemaka bukan hanya terlahir menjadi anak orang kaya tetapi dia juga merupakan pria yang tampan, sehingga banyak sekali wanita yang jatuh hati kepadanya. Akibatnya, banyak sekali wanita yang menjadi korban petualangan cintannya. Penegak hukum telah tiga kali menangkapnya karena kasus perbuatan asusila dan membawanya kepada raja Pasenadi untuk diadili. Tetapi sang raja tidak memberikan hukuman karena dia adalah keponakan dari Anāthapiṇḍika[1]. Dia kemudian dibawa oleh Anāthapiṇḍika menghadap Sang Buddha. Di sana, Sang Buddha menasehati dan memberitahunya bahwa perbuatan asusila itu sangatlah tidak baik dan akan mendatangkan akibat buruk yang luar biasa (lihat kisah bhante Ānanda). Setelah mendengarkan nasehat Beliau, dia menjadi orang suci tingkat pertama (Sotāpanna). Di sini terlihat sekali betapa besar Karma baiknya; bila tidak, dia tidak mungkin menjadi seorang Sotāpanna.
Simaklah beberapa kondisi berikut ini:
- Badan yang Sehat dan Kuat, flu tidak akan membuatnya sakit; tetapi,
Badan yang Lemah – penyakitan (seperti AIDS), flu bukan hanya membuatnya sakit, bahkan bisa membawa kematian.
- Atap yang Kokoh, hujan besar pun tidak bocor; tetapi,
Atap yang Rapuh, hujan kecil (gerimis) pun bocor.
- Milyader kehilangan uang Rp 50.000, mungkin tidak menyadarinya; tetapi,
(maaf) Tukang Becak kehilangan uang Rp 50.000, mungkin akan pusing tujuh keliling.
- 5. Perbuatan atau Karma dapat dilakukan dengan berapa cara?
- 6. Perbuatan apa saja yang dapat menghasilkan Karma buruk?
Akusala-mano-kamma (perbuatan buruk melalui pikiran):
- Abhijjhā: tamak/serakah – ingin menguasai milik orang lain.
- Byāpāda: niat jahat – menginginkan seseorang/orang lain celaka, terbunuh, atau musnah.
- Miccha-diṭṭhi: pandangan salah – berpikir bahwa: tidak ada manfaat dari pemberian, persembahan, dan pengorbanan; tidak ada hasil dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada: kehidupan saat ini, kehidupan akan datang, ibu, ayah, dan kelahiran spontan; dan tidak ada makhluk suci yang telah berjalan dan berlatih dengan benar, yang menyatakan adanya kehidupan saat ini dan kehidupan akan datang setelah mengetahuinya dan mengalaminya berdasarkan pengalaman langsungnya sendiri.
- Musāvādā: berbohong – tidak tahu mengatakan tahu, tahu mengatakan tidak tahu, belum melihat mengatakan telah melihat, telah melihat mengatakan belum melihat. Seseorang dapat melakukan hal ini demi dirinya sendiri, demi orang lain, atau demi mendapatkan hadiah/sesuatu.
- Pisunavācā: memfitnah/mengadu domba – apa yang didengarnya di sini, dia katakan di sana untuk memisahkan mereka yang di sana dengan mereka yang di sini atau sebaliknya. Sehingga, membuat mereka yang bersatu menjadi terpecah dan meningkatkan perselisihan bagi yang telah terpecah. Ia menyukai, menyenangi pembicaraan yang membuat terjadinya perselisihan/perpecahan.
- Pharusāvācā: bicara kasar – perkataan yang: memicu munculnya kemarahan dan tidak kondusif untuk terjadinya konsentrasi; serta kata-kata marah: yang tajam, menusuk, keras.
- Samphappalāpa: gosip, bicara yang tidak bermanfaat – pembicaraan yang tidak tepat waktunya, tidak berdasarkan fakta, dan tidak sesuai dengan Dhamma dan vinaya.
- Pānātipātā: membunuh.
- Adinnādānā: mencuri – mengambil barang yang tidak diberikan.
- Kamesu-micchācārā: melakukan perbuatan asusila – melakukan hubungan seksual bukan dengan pasangannya (istri/suami). Pria tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan wanita yang masih berada dalam lindungan: ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, kerabat, dan yang telah bersuami, yang mengakibatkan mendapatkan hukuman, dan yang telah bertunangan. Bagi wanita, tidak dijelaskan di sutta, penulis berpendapat hal ini seharusnya mempunyai kategori yang sama dengan yang pria.
- 7. Perbuatan apa saja yang dapat menghasilkan Karma baik?
Kusala-mano-kamma (perbuatan baik melalui pikiran):
- Anabhijjhā: tidak tamak/serakah.
- Abyāpāda: niat/pikiran baik – pikiran yang mengharapakan orang lain bahagia: semoga mereka bebas dari rasa dendam/kebencian, bebas dari tekanan/ penganiyayaan, bebas dari masalah, dan semoga mereka dapat menjaga diri mereka dengan mudah/damai.
- Sammā-diṭṭhi: pandangan benar.
- Musāvādā-virati: menghindari/tidak berbohong.
- Pisunavācā-virati: menghindari/tidak memfitnah – menyukai terjadinya persatuan.
- Pharusāvācā-virati: menghindari/tidak bicara kasar – bicara dengan kata-kata yang: enak didengar, sopan, menyentuh hati, penuh kasih sayang, dan menyenangkan.
- Samphappalāpa-virati: menghindari/tidak gosip atau kata-kata/pembicaraan yang tidak bermanfaat.
- Pānātipātā-virati: menghindari/tidak membunuh.
- Adinnādānā-virati: menghindari/tidak mencuri.
- Kamesu-micchācārā-virati: menghindari/tidak melakukan perbuatan asusila.
Selain itu ada juga yang disebut dengan landasan perbuatan berjasa (puñña-kiriya-vatthu). Inilah perbuatan yang seharusnya semua orang melakukannya.
- Dāna - berdana.
- Sīla - menjalankan sila, praktek moralitas.
- Bhāvanā – melatih meditasi, samatha dan khususnya vipassanā.
- Appacāyana – menghormati orang yang lebih tua dan orang yang patut dihormati.
- Veyāvacca – membantu orang lain melakukan kebaikan.
- Pattidāna – berbagi/melimpahkan jasa kebajikan.
- Pattānumodana – turut berbahagia atas perbuatan baik orang lain.
- Dhamma-savana – mendengarkan Dhamma/Kebenaran.
- Dhamma-desanā – memberikan ceramah atau mengajarkan Dhamma/Kebenaran.
- Diṭṭhijjukamma – meluruskan pandangan sehingga mempunyai pandangan benar.
- 8. Apakah semua perbuatan yang dilakukan seseorang selalu memberikan hasil?
- 9. Apakah buah dari perbuatan seseorang pasti akan diterima/ dialaminya?
- Karma yang berbuah di kehidupan ini (dittha-dhamma-vedanīya kamma), anggap ini kehidupan ke-1 (hanya untuk mempermudah penjelasan).
- Karma yang berbuah di kehidupan berikutnya - tepat setelah kehidupan ini (upapajja-vedanīya-kamma), ini adalah kehidupan ke-2.
- Karma yang berbuah di kehidupan berikutnya setelah kehidupan ke-2 sampai kehidupan terakhir, saat seseorang mencapai Nibbāna (aparāpariya-vedanīya-kamma).
Jadi harap diingat bahwa Karma tidak bisa disubtitusi, tetapi bisa dikondisikan sehingga dia tidak bisa memberikan hasil. Misalnya anda mempunyai biji mangga, bila anda tidak meletakkannya di tempat yang mempunyai konsidi yang cocok (tidak ada tanah, air, dan cahaya matahari), maka biji tersebut tidak akan tumbuh. Mungkin biji mangga tersebut akan bertahan beberapa waktu, tetapi bila dibiarkan seperti itu terlalu lama, maka biji tersebut kehilangan kemampuannya untuk tumbuh menjadi pohon mangga yang baru (kadaluwarsa). Setelah kadaluwarsa, maka walaupun biji itu mendapatkan kondisi yang tepat untuk terjadinya pertumbuhan, biji tersebut tetap tidak akan tumbuh kembali. Hal ini bagaikan Karma nomor 1 dan 2.
Untuk Karma yang nomor 3, Karma ini bagaikan biji mangga yang tidak pernah kadaluwarsa, tetap mempunyai potensi untuk tumbuh. Biji mangga ini akan selalu ikut dengan anda dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Maka bila suatu saat biji tersebut mendapatkan kondisi yang tepat, dia akan tumbuh menjadi pohon mangga. Tetapi bila anda tetap menjaganya sehingga biji tersebut tidak pernah bertemu dengan kondisi yang tepat dan akhirnya anda meninggal untuk yang terakhir kalinya dan tidak akan terlahir kembali (mencapai Nibbāna), maka biji mangga tersebut tidak bisa lagi mengikuti anda.
Dalam satu proses pikiran, ada 17 macam kesadaran (citta), 7 diantanya adalah javana citta. Karma terjadi pada 7 javana citta tersebut. Di Visuddhi Magga - XIX, dijelaskan bahwa Karma nomor 1 itu terjadi di javana ke-1, Karma nomor 2 itu terjadi di javana ke-7, dan Karma nomor 3 itu terjadi di javana ke-2 sampai ke-6. Anda juga bisa membaca penjelasan ini di buku “Kehidupan Mulia Ini.”
- 10. Apakah Hukum Karma sama dengan takdir/nasib?
- 11. Apakah Hukum Karma dibuat oleh Sang Buddha?
- 12. Apakah seseorang bisa mengetahui kapan akan menerima buah Karmanya?
Setiap pagi Sang Buddha menerawang dunia untuk melihat siapa yang bisa ditolongnya dan siapa yang bisa tercerahkan. Contohnya adalah dalam kisah Maṭṭakuṇḍalī[5] – DhpA syair No. 2, The story of Maṭṭakuṇḍalī. Dalam kisah ini Sang Buddha melihat apa yang akan terjadi bila Beliau mengunjungi Maṭṭakuṇḍalī, mulai dari apa yang akan dilakukannya, terlahirnya dia di alam dewa karena perbuatannya, dan akhirnya menjadi Sotāppana. Banyak cerita yang menggambarkan hal ini, dan bukan hanya Sang Buddha yang bisa melakukannya, tetapi para murid beliau juga banyak yang bisa, beberapa diantaranya adalah bhante Sariputta, Mahā Moggallāna, dan Mahā Kassapa.
Sebenarnya kehidupan ini hanyalah suatu rentetan proses dari fenomena mental dan jasmani yang timbul-tenggelam setiap saat. Jadi, anda yang sekarang dan anda yang satu detik (bahkan sepertrilyun) yang lalu sudah berbeda. Bila anda bisa melatih dan mengembangkan kemampuan pikiran anda, maka anda akan dapat melihat ke masa lalu dan masa depan sesuka anda (seperti Sang Buddha). Mari tinjau kasus ini, seorang pedagang beras, ketika baru bangun dia merenung bahwa hari ini dia akan mulai berjualan dari jam 07:00 – 17:00, berapa banyak beras yang akan dijualnya dan keuntungan yang didapatnya setiap satu Kg beras. Maka, dia akan dapat memprediksi kira-kira keuntungan yang didapatnya hari itu. Contoh ini adalah hanya penyederhanaan proses dari bagaimana seseorang bisa melihat hasil dari tindakan yang dilakukannya ataupun melihat masa depan. Tentu saja melihat proses Karma yang sesungguhnya, jauh lebih rumit dari contoh ini.
- 13. Menurut Ajaran Buddha, tidak ada sesuatu yang kekal, begitu juga seorang makhluk. Bila demikian, mengapa seseorang harus memperdulikan Hukum Karma, toh bukan dia (pelaku perbuatan) yang merasakan akibatnya?
- 14. Apakah cara terbaik untuk menghindari akibat dari buah Karma buruk?
- 15. Enam rintangan/halangan yang mengakibatkan seseorang tidak bisa tercerahakan ketika mendengarkan dan (atau) berlatih Dhamma?
Garuka-kamma terbagi 2, yang baik dan yang buruk. Garuka-kamma buruk terdiri dari: Membunuh ibu, membunuh ayah, membunuh Arahat, melukai Sang Buddha, dan menyebabkan perpecahan sebuah Sangha. Dalam Buku “Buddha Abhidhamma – Ultimate Science” karangan DR. Memh Tin Mon, disebutkan bahwa ‘Pandangan Salah yang Permanen’ juga tergolong garuka-kamma buruk. Garuka-kamma baik terdiri dari: pencapaian 5 rūpa jhāna, 4 arūpa jhāna dan pencapaian 4 Lokuttara-Magga (4 kesadaran adiduniawi jalan kesucian).
- 16. Di buku paritta dikatakan bahwa Karma adalah propertiku (Kammassaka), aku adalah pewaris Karmaku sendiri (Kammadāyadā), terlahir oleh Karmaku sendiri (Kammayoni), Karma adalah kerabat/temanku (Kammabandhu), dan Karma adalah pelindungku (Kammappatissaranā). Tolong jelaskan maksudnya!
Karma adalah propertiku (Kammassaka). Semua kekayaan yang anda miliki saat ini seperti emas, rumah, mobil, dll., bukanlah kekayaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan mereka tidak bisa terus bersama anda, tidak bisa anda bawa ke kehidupan selanjutnya. Bahkan beberapa properti anda, tidak bisa anda bawa ke negara lain, misalnya rumah dan tanah anda. Untuk dapat dibawa ke negara lain, anda harus mengkonversinya menjadi uang terlebih dahulu, tetapi uang tetap tidak bisa dibawa ke kehidupan selanjutnya. Selain itu, mereka juga selalu menjadi target dari 5 musuh, yaitu: banjir, api, pemerintahan yang korup (bisa menyitanya), pencuri, dan pewaris yang tidak layak mendapatkan warisan (anak durhaka, dia mungkin akan merebutnya sebelum diberikan). Agar dapat dibawa ke kehidupan selanjutnya, maka anda harus mencairkannya dengan cara mendanakannya. Jasa (pahala) dari berdana tersebut adalah Karma baik dan dapat anda bawa kemana pun anda pergi, baik di kehidupan ini maupun ke kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, para bijaksana mengatakan bahwa intisari dari kekayaan adalah berdana. Karena berdana adalah cara satu-satunya untuk mengkonversi kekayaan anda menajdi Karma baik. Terlebih lagi, Karma baik ini akan terus menjadi milik anda, tidak ada seorang pun yang bisa merebutnya. Jadi, pernyataan bahwa Karma adalah propertiku sangatlah tepat.
Aku adalah pewaris Karmaku sendiri (Kammadāyadā). Seseorang bisa saja menjadi pewaris kekayaan orang tuanya. Tetapi, hal ini pun belumlah pasti, karena bila anak tersebut kurang ajar, durhaka, dan tidak pantas menerimanya, maka dia kemungkinan besar tidak menjadi pewaris kekayaan orang tuanya. Penulis pernah membaca berita, di Amerika Serikat, ada seorang nenek kaya yang mewarisi jutaan dollar harta kekayaannya kepada anjing peliharaannya, bukan kepada anak ataupun saudaranya. Tetapi seseorang pasti akan mewarisi semua buah dari perbuatannya (Karmanya) baik itu buah yang baik ataupun yang buruk. Tidak akan ada orang lain yang bisa mewarisi, mengambil, dan memusnahkan buah dari Karma seseorang. Oleh karena itu, dia adalah pewaris Karmanya sendiri, begitu juga dengan anda.
Terlahir oleh Karmaku sendiri (Kammayoni). Mungkin anda akan bertanya, jadi bukannya dilahirkan oleh orang tua masing-masing? Dalam Hukum Karma ada yang disebut sebagai janaka-kamma, inilah Karma produktif, Karma yang membuat seorang makhluk terlahir kembali. Peranan orang tua dalam hal ini hanyalah media atau faktor pendukung. Seorang petani dapat menanam pohon di berbagai media, misalnya tanah, batu, pasir, kayu, arang, air, dan lain-lain. Namun demikian, tanpa biji pohon yang akan ditanamnya, maka tidak akan ada pohon, walaupun petani tersebut memiliki media yang sangat subur. Dari perumpamaan di atas, Karma bagaikan biji pohon dan orang tua adalah media tanamnya. Tidakkah anda tahu bahwa banyak kasus pasangan yang subur kesulitan atau bahkan tidak mempunyai anak. Hal ini disebabkan belum ada janaka-kamma yang sesuai dengan Karma pasangan tersebut. Jadi pernyataan di atas adalah suatu kebenaran.
Karma adalah kerabat/temanku (Kammabandhu). Orang lain baik itu, kerabat, teman, keluarga, bahkan orang tua anda sekali pun, tidak bisa selalu menemani anda, apalagi membantu dan menjadi tempat bergantung. Mereka juga mempunyai urusan masing-masing. Bila mau jujur, sedikit sekali teman yang benar-benar baik. Mereka selalu datang dan pergi. Pada umumnya, mereka datang pada saat anda dalam keadaan baik, bahagia, sukses, jaya, atau berada di puncak. Tetapi, saat anda sedang terpuruk, sebagian besar dari mereka melarikan diri, jangankan berkunjung, menelpon anda pun tidak. Saat itu, biasanya hanya orang tua andalah yang perduli. Tetapi, suatu saat kedua orang tua anda juga harus pergi (tutup usia), jadi mereka pun tidak bisa dikatakan sebagai teman sejati. Seperti yang telah di uraikan di atas, Karma anda selalu bersama anda. Tidak perduli anda dalam situasi dan keadaan apapun, Karma anda selalu menemani anda. Oleh karena itu, Sang Buddha mengatakan bahwa Karma adalah kerabat/temanku (Kammabandhu).
Karma adalah pelindungku (Kammappatissaranā). Tidak ada apapun yang permanen, sesuatu yang tidak permanen, tidak bisa diandalkan (dijadikan tempat berlindung). Tetapi Karma adalah properti, teman anda, yang melahirkan anda; dan hanya andalah pewaris satu-satunya dari Karma anda, bukan orang lain. Jadi Karmalah yang sesungguhnya anda harus jadikan tempat berlindung bagi diri anda, bukan apapun (pohon besar, api, gunung, bintang, dll., bahkan Dhamma) atau siapapun (teman, orang tua, dewa, brahma, yang maha kuasa, Sangha, dll., termasuk Buddha). Tri-Ratna tidak bisa melindungi anda, walaupun anda sembahyang tiap hari kepada Tri-Ratna seumur hidup anda. Sesuatu yang pasti anda dapatkan adalah kematian. Sang Buddha telah mencapai Nibbāna, tidak berhubungan lagi dengan anda atau siapapun. Beliau telah berjuang untuk diriNya dan semua makhluk guna menemukan Dhamma/Kebenaran sejati. Beliau telah mewartakannya dan memberitahu bagaimana cara menjalani hidup sesuai dengan Dhamma sehingga semua makhluk dapat mencapai apa yang Beliau capai, yaitu kedamaian sejati (Nibbāna). Sang Buddha telah menyelesaikan tugas muliaNya.
Dhamma adalah Kebenaran, hukum atau peraturan yang bila dilaksanakan dengan baik, maka hasilnya baik; bila dilanggar, maka keburukan atau penderitaanlah hasilnya. Contoh sederhana yaitu bila semua orang melaksanakan panca-sila, maka dunia akan damai. Karena lebih banyak orang yang melanggarnya, makanya dunia ini kacau balau dan penuh penderitaan. Jadi Dhamma bukanlah tempat untuk meminta perlindungan, tetapi merupakan sesuatu yang harus semua orang jalani. Bagaimana dengan Sangha (persaudaraan para bhikkhu, baik yang sudah suci ataupun belum)? Mereka adalah murid Sang Buddha, kalau Sang Buddha saja tidak bisa melindungi anda, apalagi Sangha. Anggota Sangha yang telah suci dan telah parinibbāna (telah wafat dan mencapai Nibbāna), tidak bisa diminta bantuannya lagi. Yang telah mencapai kesucian dan masih hidup hanya dapat mengajarkan Dhamma kepada anda. Yang belum suci, masih berjuang mencapai kesucian dan juga hanya dapat mengajarkan Dhamma kepada anda. Saat ini, bahkan sebagian besar dari mereka tidak berjuang dan menyimpang dari Dhamma, bagaimana anda meminta perlindungan pada mereka? Melindungi diri mereka sendiri saja tidak bisa.
Dengan pemahaman Dhamma yang benar, anda dapat menjalani hidup ini sesuai dengan Dhamma, dan hasilnya adalah Karma baik. Karma baik inilah yang mengkondisikan anda mendapatkan kehidupan yang baik sehingga anda dapat meneruskan perjalanan Dhamma anda, khususnya meneruskan perjuangan anda dalam mengembangkan Jalan Mulia Beruas 8 (Dhamma yang dapat membawa anda ke akhir penderitaan). Dengan perjuangan yang gigih dan terus-menerus, maka suatu saat dapat diharapkan anda mencapai Dhamma Mulia (Magga, Phala, dan Nibbāna). Perjuangan adalah usaha, usaha adalah perbuatan, perbuatan adalah Karma. Siapa yang melakukan perjuagan? Diri anda sendiri. Oleh karena itu, berlindunglah pada diri anda sendiri, pada Karma anda, bukan kepada apapun atau siapapun.
Untuk menguatkan pernyataan di atas, berikut ini adalah beberapa wejangan Sang Buddha yang dapat anda baca di Dhammapada.
Syair 379: Oh para bikkhu, dengan dirimu sendirilah kau mendesak (menasehati) dan mengobservasi (menyelidiki) dirimu; demikianlah, dengan menjaga dirimu dan selalu waspada (menjaga perhatian murni, sati), kau dapat mencapai perlindungan (menjadi Arahat, mencapai Nibbāna), yang merupakan hal yang sangat sulit di dapat.
Syair 380: Dirinya sendirilah sesungguhnya tempat berlindung bagi dirinya (bagaimana orang lain menjadi tempat berlindung bagi dirinya?). Dirinya sendirilah sesungguhnya surga bagi dirinya; oleh karena itu, jagalah dirimu sendiri bagaikan pedagang kuda menjaga kuda keturunan murninya (kuda unggul).
Apakah anda tahu Patacara? Seorang wanita anak kaya raya yang kawin lari dengan tukang kebunnya. Suatu hari pergi ke rumah orang tuanya untuk melahirkan anak keduanya di sana, tetapi akhirnya dia melahirkan anaknya di perjalanan. Sang suami yang mengambil air untuk bersih-bersih, meninggal digigit ular. Maka ia putuskan untuk meneruskan perjalanan dengan kedua anak. Saat menyeberangi sungai, anak pertamanya meninggal terseret arus sungai dan anak yang baru dilahirkannya meninggal di mangsa burung elang. Kemudian dia mendapati seluruh keluarga dan harta bendanya juga sudah musnah karena bencana alam, maka dia menjadi gila. Secara kebetulan dia berjalan ke arah tempat orang-orang yang sedang mendengarkan ceramah Sang Buddha. Begitu dia mendekat, Sang Buddha berkata kepadanya, “Patacara, anak laki-laki ataupun perempuan tidak bisa menjagamu, bahkan jika mereka hidup pun, mereka tidak ada (menjagamu). Para bijaksana melaksanakan sila dan menyingkirkan rintangan (kekotoran mental) yang menghalangi jalan menuju Nibbāna.” Kemudaian Beliau mengucapkan 2 syair, nomor 288 dan 289.
Syair 288: Bukan anak laki-laki, bukan orang tua, ataupun saudara dekat yang dapat melindungi seseorang yang terserang/terancam kematian. Sesungguhnyalah, bukan sanak keluarga mau-pun teman-teman yang dapat memberi perlindungan.
Syair 289: Mengetahui hal ini, para bijaksana yang terkendali dalam sila harus secepatnya menyingkirkan rintangan (kekotoran mental) yang menghalangi jalan menuju Nibbāna.
Intinya adalah tidak ada seorang pun yang dapat memberikan perlindungan. Berjuanglah sendiri dengan melaksanakan sila dan singkirkan kekotoran mental (kilesa) dengan melatih meditasi vipassanā dan akhirnya mencapai Nibbāna.
Suatu hari, saat para bhikkhu sedang berkumpul, beberapa orang bhikkhu berkata kepada Sang Buddha, “Yang Mulia, seandainya ibu Kumarakassapa mengikuti nasehat Devadatta, dia dan anaknya tidak akan menjadi Arahat. Pasti, Devadatta telah berusaha membuatnya salah jalan; tetapi Anda, Yang Mulia, adalah pelindung bagi mereka!” Sang Buddha berkata kepada mereka, “Para bhikkhu, dalam berusaha mencapai alam dewa atau mencapai tingkat kesucian Arahat, kamu tidak dapat bergantung pada orang lain, dirimu sendirilah yang harus bekerja keras.” Kemudian Beliau mengucapkan syair nomor 160.
Syair 160: Dirinya sendirilah sesungguhnya pelindungnya, bagaimana orang lain menjadi tempat berlindung bagi dirinya? Saat dirinya telah terkendali sepenuhnya, dia mencapai perlindungan (menjadi Arahat), sesuatu yang sangat sulit di raih.
Jadi, berlindunglah pada diri anda sendiri. Jika anda ingin melindungi diri anda, maka anda akan melakukan kebaikan, berjalan sesuai dengan Dhamma. Hasil yang anda petik adalah Karma baik, dan Karma baik inilah yang melindungi anda. Jadi, Karmalah pelindung anda.
- 17. Jika Karma adalah pelindungku (Kammappatissaranā), mengapa umat Buddha membaca Tisarana (3 perlindungan), bukankah itu meminta perlindungan pada Tri-Ratna?
Anda juga harus tahu bahwa Dhamma telah dibabarkan oleh Sang Buddha dengan sempurna, dapat direalisasikan sekarang juga, mengundang untuk dibuktikan, dan seterusnya. Dengan menjalankan Dhamma dengan baik dan benar, maka anda akan merealisasi 4 Kebenaran Mulia: Penderitaan, Sebab dari Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Mulia Beruas 8 yang menuntun pada Lenyapnya Penderitaan. Semua ini harus anda sendiri yang melakukannya, bukan Tri-Ratna. Jadi yang benar-benar merupakan pelindung anda adalah Karma anda sendiri. Maka, bila anda punya pengertian bahwa Tri-Ratna akan melindungi anda, membuat anda selamat, dan bebas dari penderitaan, anda keliru.
- 18. Apakah ada jalan atau cara menuju lenyapnya Karma?
Perbuatan (jasmani) Benar dan Bicara Benar yang dimaksud di sini sama dengan yang terdapat pada kusala-kamma-patha (pertanyaan No. 7). Sedangkan yang dimaksud dengan Penghidupn Benar adalah: tidak berdagang minuman keras (termasuk juga obat-obatan terlarang), tidak berdagang racun, tidak berdagang senjata, tidak berdagang manusia, dan tidak berdagang daging (hewan untuk dibunuh, diambil dagingnya). Perlu diketahui, walaupun anda berdagang produk yang halal dan legal seperti beras, air minum, dll., bila disertai Bicara Salah dan atau Perbuatan (jasmani) Salah, maka hal tersebut tidak termasuk dalam Penghidupan Benar, melainkan Penghidupan Salah. Kasus yang paling sering dilakukan pedagang adalah berdagang disertai berbohong, misalnya: “Kalau dilepas dengan harga tersebut saya tidak untung (bahkan ada yang bilang saya rugi),” walaupun kenyataannya dia tetap untung, tetapi untungnya kecil. Jadi sebaiknya pedagang menghindari hal ini dengan berkata, “Saya tidak bisa menjual dengan harga itu.” Praktek lainnya yang sering dilakukan adalah mengurangi ukuran (berat, volume, atau luas) benda yang dijualnya. Hindarilah hal ini, bila anda telah melakukannya, hentikan dan jangan ulangi lagi. Ingatlah Hukum Karma, jangan karena keuntungan yang tidak seberapa anda harus mengalami penderitaan yang sangat memilukan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pencari Dhamma.
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati jasa kebajikan hasil dari
penulisan Dhamma ini.
Salam Mettā
Bhikkhu Sikkhānanda
Chanmyay Yeiktha Meditation Center
Hmawbi, Myanmar
04 Agustus, 2011 (240711-040811)
Tulisan ini boleh dikutip, diubah formatnya, dan dicetak dalam media apapun
tanpa izin dari penulis demi menyebarluaskan dan melestarikan Buddha Dhamma.
Dilarang keras untuk diperjual-belikan.
Semoga semua makhluk dapat berbagi dan menikmati
jasa kebajikan sebesar
jasa kebajikan yang diperoleh dari penulisan makalah
Dhamma ini.
Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan
bebas dari
penderitaan, serta secepatnya mencapai Nibbāna.
Sadhu! Sadhu! Sadhu!
Sumber Bacaan tentang Hukum Karma
Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam tentang Hukum
Karma, ini beberapa sumber bacaan yang baik untuk anda.
·
Buku Abhidhamma
·
Buku Visuddhimagga
·
Milinda Pañha (Pertanyaan Raja Milinda)
·
Sutta-sutta yang berhubungan dengan Hukum Karma:
AN 3.33: Nidana Sutta — Causes
AN 4.235: Ariyamagga Sutta — The Noble Path
AN 6.63: Nibbedhika Sutta — Penetrative
AN 6.87: Kammavaranata Sutta — Kamma Obstructions
AN 10.176: Cunda Kammaraputta Sutta — To Cunda the Silversmith
MN 101: Devadaha Sutta — To Devadaha
MN 114: Sevitabba-Asevitabbasuttaṃ - Things That Should And
Should Not Be Practiced
MN 135: Cula-kammavibhanga Sutta — The Shorter Exposition of
Kamma
MN 136: Maha-kammavibhanga Sutta — The Greater Exposition of
Kamma
SN 35.145: Kamma Sutta — Action
SN 36.21: Sivaka Sutta — To Sivaka
SN 42.6: Paccha-bhumika Sutta — [Brahmans] of the Western Land
SN 42.8: Sankha Sutta — The Conch Trumpet
SN 47.13: Cunda Sutta — About Cunda (Sariputta's Passing Away)
Ud 3.1: Kamma Sutta — Action
Judul Beberapa Buku & Artikel Vipassanā lainnya
Buku:
1. Dasar-Dasar
Meditasi Vipassanā, Mahāsi Sayādaw
2.
Kemajuan Dalam Vipassanā, Mahāsi
Sayādaw
3.
Higher Magga dan Phala,
Sayādaw U Kuṇḍalābhivamsa
4.
Kehidupan Mulia Ini, Sayādaw
U Kuṇḍalābhivamsa
5.
Meditasi Vipassanā, Chanmyay Sayādaw
6.
Perkembangan Pandangan
Terang, Chanmyay Sayādaw
7.
The Cambridge Talk
(Indonesia), Chanmyay Sayādaw
8. Dana,
Bhikkhu Sikkhānanda
Artikel:
1.
Tujuan
Hidup Ini
2.
Manfaatkan
Waktu Semaksimal Mungkin
3.
4 macam
Manusia
4.
Pengembara
yang Tersesat
5.
Merenungkan/Membayangkan
Penderitaan Neraka
6.
Apa itu
Avijjā
7.
Dua
Jenis Tangisan
8.
Empat
Jenis Harta
9.
Ketakutan
oleh Gajah Ciptaannya
10. Lihat Dukkha sebagai Duri
11. Manfaat dari Meditasi Vipassanā
12. Membuang Keserakahan Indera yang Terpendam
13. Pembabaran Ajaran yang Tidak Lengkap
14. Pengembara yang Tersesat
15. Petunjuk Meditasi Vipassanā
16. Petunjuk Meditasi Mettā
17. Samatha, Vipassanā, dan 4 Tipe Yogi
18. Teman yang Salah (pāpamitta)
Semua Buku dan Artikel Vipassanā di atas
bisa diunduh (download) di
https://skydrive.live.com/P.mvc#!/?cid=f1e05c39cd1727e9&sc=documents&uc=1&id=F1E05C39CD1727E9%21385. Bila kesulitan untuk
mengetik alamat tautan ini, anda bisa menduplikasi alamat ini di FB penulis: www.facebook.com/andi.kusnadi. Semua artikel di atas
terdapat di catatan (notes) FB penulis.
[1]
Orang yang sangat kaya dan merupakan penyokong utama laki-laki Sang
Buddha.
[2] Penjelasan ini berdasarkan: Sevitabba-Asevitabbas Sutta (Hal yang harus dan tidak boleh dilakukan) - MN 114 dan Cunda Kammaraputta Sutta (Pada Cunda pengrajin perak) – AN
10.176
[4]
Asankheyya artinya waktu yang tidak dapat dihitung, jauh lebih lama dari mahā-kappa.
[6]
Tingkatan besarnya jasa kebajikan dari
pelaksanaan dana, sila dan meditasi, dapat dibaca di AN IX. 20, Velama
Sutta; atau bisa baca di buku DANA.
[8]
Contoh kasus ini misalnya Devadatta dan raja
Ajatasattu (cerita ini bisa dibaca di artikel Teman yang Salah - pāpamitta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar